Terima Kasih untuk generasi muda Indonesia yang tetap mencintai Bung Karno sebagai Bapak Bangsa. Terima Kasih telah berjuang menghidupkan ajaran Bung Karno melalui Karya Seni Dan Budaya.
Generasi Muda Indonesia, kita akan terus bergerak membuang yang jelek membangun yang baik. Kita jadikan seluruh ide, gagasan, pemikiran, cita-cita dan spirit Bung Karno sebagai bintang penuntun.
Kaum muda dimanapun anda berada, mari kita Bangkit. Kita tidak boleh dan tidak dapat berbalik lagi, karena sebagai sebagai Bangsa kita telah mencapai Point of No Return. Hidup lah ber-vivere pericoloso, hidup dengan berani menyerempet bahaya. Asal jangan kita bervivere pericoloso kepada Tuhan. Kita bervivere pericoloso di jalan yang dikehendaki Dan diridhoi oleh Tuhan untuk mewujudkan Indonesia Raya, Indonesia yang sejati-jatinya Merdeka. MERDEKA
Didi Kempot di masa remajanya dikenal sebagai anak bandel, pemberani, dan nekat.
"Saya mulai mengamen ketika masih kelas 3 SMP. Saya ngamennya sembunyi-sembunyi, takut ketahuan Bapak,. Awalnya mengamen hanya sekedar tes mental," ujar Didi.
Gitar pertama yang Didi miliki merupakan buah kebandelannya. "Ketika kelas 2 SMA, sepeda pemberian Bapak saya jual untuk membeli gitar," ungkap Didi.
Berbekal gitar seharga 4000 rupiah itulah Didi mengembara sebagai pengamen, dan Jakarta menjadi tujuannya. Bagi Didi, seperti juga yang ada dalam benak banyak orang, nampaknya Jakarta masih menjadi primadona untuk mewujudkan mimpi. Sebagai anak Ranto Gudel alias Mbah Ranto, pelawak yang saat itu sedang jaya-jayanya, sebenarnya kehidupan Didi Kempot berkecukupan. Tetapi keinginan yang besar untuk mandiri, mengalahkan kenginan ayahnya agar Didi sukses di sekolah. Berbekal nasehat ayahnya yang berbunyi, "Masa depanmu tergantung kamu sendiri," berangkatlah Didi ke Jakarta.
Mengamen dan Mencipta Lagu
Ketika pertama kali Didi menginjakan kaki di Jakarta, Mamik Srimulat, yang adalah kakak Kandung Didi, sudah cukup dikenal sebagai pelawak yang sukses. Namun hal itu tidak membuat Didi mau enak-enakan tinggal bersama kakaknya. Malah ia memilih tinggal bersama kawan-kawannya dengan mengontrak sebuah rumah yang mepet dengan sebuah kandang kambing.
"Saya ingin seperti Mas Mamik yang memulai karir dari nol," ungkap Didi.
Bakat seni memang mengalir di darahnya. Didi pun mulai mahir mencipta lagu.
"Lagu-lagu yang saya ciptakan tadinya hanya saya nyanyikan sendiri saat mengamen," ungkap Didi.
Karena lagu-lagu ciptaan Didi enak dan mudah dinyanyikan, lama kelamaan banyak pengamen jalanan yang sering membawakannya. Dari situ Didi mulai dikenal oleh banyak orang. Sampai suatu ketika, kelompok Lenong Bocah mengajaknya untuk rekaman di TV. "Meski honornya tidak seberapa tetapi bangganya itu lho, luar biasa," jelas Didi.
"Suatu saat Mas Mamik mengabarkan, saya akan dipertemukan dengan Mas Pompi, musikus yang mantan anggota No Koes. Sebelum berangkat, saya mandi di rumah Mas Mamik dan ganti pakaian. Wah, saya geli sendiri. Meski dipantas-pantaskan dengan baju bagus miliknya Mas Mamik, tetap saja saya bertampang pengamen," ungkap Didi sambil terkekeh.
"Kami bertemu Mas Pompi di studionya di kawasan Depok Lama. Saya pun dites dengan menyanyikan lagu-lagu karangan saya sendiri. Ternyata lulus," imbuhnya. Akhirnya Didi pun diajak rekaman dengan lagu andalan We Cen Yu.
"Itu bukan lagu Mandarin, tapi singkatan Kowe Pancen Ayu (kamu memang cantik)," ungkap Didi. Dan We Cen Yu akhirnya mampu secara perlahan merubah kehidupan Didi.
Ketika menerima bayaran, Didi kaget luar biasa. Saat itu ia total menerima Rp 1,2 juta. "Wah, saya bingung melihat uang sebanyak itu. Maklum biasanya cuma dapat recehan," ungkap Didi.
Uang itu oleh Didi dibawa pulang ke Solo, lalu dibelikan nisan untuk almarhumah neneknya. "Beliaulah yang membesarkan saya sampai remaja," jelas Didi.
Setiap Tahun ke Suriname
Suatu saat, tanpa diduga musisi Is Haryanto menawarinya show ke Suriname. Tanpa berpikir soal honor, tawaran itu langsung ia terima. Pengalaman baru langsung didapat.
"Seumur-umur baru saat itu saya naik pesawat," ungkap Didi, "Yang namanya pakai sabuk pengaman saya tidak bisa. Ke toilet juga enggak tahu caranya membuka pintu."
Show pertama Didi sangat sukses. Lagu We Cen Yu sangat digemari masyarakat Suriname. Selanjutnya, hampir tiap tahun Didi show ke Suriname. Waktunya pun cukup panjang. Ia berada di sana bisa sekitar 4 bulan. Kesempatan selama di sana Didi manfaatkan untuk menciptakan lagu. Didi pun berhasil masuk dapur rekaman di Suriname.
"Sampai sekarang sudah 16 album yang saya hasilkan di sana," ungkap Didi.
Sebuah pencapaian yang luar biasa. Saking seringnya lagu-lagunya diputar di Radio Bangsa Jawa, Didi pernah dinobatkan sebagai artis Teladan Pop Jawa. Bahkan, Presiden Suriname juga pernah memberi penghargaan Gold Man untuk Didi.
Jalan hidup Didi Kempot memberi pelajaran kepada kita, bahwa mimpi bisa diraih melalui perjuangan, keseriusan, dan hanya sedikit keberuntungan.
Sugeng Tindak, Mr God Father of Broken heart. See u soon. . Sobat Ambyar
(Repost.. Sutan Abu Bakar)
Kira2 setahunan yg lalu percakapan ini terjadi. Anak saya (TK) tiba2 menanyakan perihal arti kata kepada saya. "Pi, goblok itu artinya apa sih pi?" Badhalah, mak jenggirat, kaget saya. "Lho, kamu denger kata itu dari mana Le?" tanyaku. Batinku sangat berharap jangan sampai itu kata dia dengar dari mulut orangtuanya sendiri. "Ehm..ehm...dari tmnku di sekolah Pi." Waduwh..bahaya ini koleksi kosakatanya kalau ndak dikontrol. "Temenmu bilang apa Le, kok sampe goblok goblok gitu?" interogasiku lg. "Dia ngatain temenku gitu Pi." "Tapi bukan ngatain kamu kan?" "Bukan bukan, bukan sama aku kok Pi."
"Jadi begini ya Le, goblok itu artinya sama juga dg bodoh, tp itu kasar, jgn pernah pakai kata itu ya Le." "Iya Pi, baik Pi."
Yak, itu usahaku utk menjelaskan dg bahasa yg paling mungkin dia pahami sesuai dg kemampuanku. Pemahamanku adalah, ada beberapa kata yg mengalami pergeseran makna seiring dengan penggunaannya dengan intonasi tinggi dan maksud memaki. Jadi ada beberapa kata yg sebenarnya berarti sama atau biasa saja, akan tetapi karena seringnya terpakai makian oleh masyarakat sosial kita, akhirnya jadilah makna makian dan kasar melekat pada kata itu. Contoh riilnya ya "goblok" itu td. Contoh lain? tak usah lah ya, rahasia umum lah ya buat kita orang dewasa.
Beberapa jam setelah percakapan itu, ku tanya lah sama istriku. "Mi, mami pernah marahin anak kita pakai kata2 goblok Mi?", istriku menjawab, "Hah?? nggak pernah tu Pi. Kenapa emangnya?" kaget jg istriku. "Begini, dia td tanya sama Papi, goblok itu artinya apa. Terus sdh papi jelasin. Terus dia jawab dari temennya. Papi cuma mastiin jgn sampai dia denger dari kita apalagi waktu kita memarahinya. Papi ga mau kata itu tertanam dalam kepalanya, bahaya kalau sampai dia sendiri mendoktrin dirinya dengan kata itu. Coba deh kalau pas nemenin dia di sekolah lebih sering ya diamati perkembangan perilakunya." "Iya deh Pi kalo gt, mami jg jd khawatir ini, kok dia sampai tau kosa kata macem itu. Belum saatnya." sambung istriku.
Selang beberapa hari kemudian, aku pergi bertiga naik motor dengan istri dan anakku. Sampailah jalan yg kami lewati ke perempatan lampu merah. Pas giliran kami dapat lampu hijau, tarik gas lah aku mau jalan, eee..nyelonong lah 2 remaja putri naik motor matic dari perempatan sebelah kiriku. Tanpa helm berboncengan melanggar lampu merah. "GUUOOOBBBLLOOOkkkkK....!!?#!!" spontan kuteriaki 2 anak itu. Spontan jg istriku menepuk keras lenganku, "Hmmm hmmm..ono anak e iki lho." "Hmmm..jgn2 denger dari papi itu kata kasar" lanjut istriku. "Astaghfirulloh..." aku lupa kalo ada anakku tak bonceng di depan wkwkwkwk. Waktu itu sih anakku diam tak bereaksi, dia sibuk menggenggam hotwheels di tangannya. Seketika aku bengong, berpikir ulang apa benar dia mendengar dari mulutku? Tapi aku yakin 100% bukan dari aku, bapaknya sendiri. Wkwkwk ini bukan ngeles yo, aku yakin kali ini.
Di moment itu aku belajar, bahwa MENDIDIK ANAK ITU MUSTAHIL TANPA KESABARAN. Bukan hanya sabar dengan tingkah laku atau kenakalan anak kita, tetapi juga sabar dengan pilihan reaksi yg akan kita keluarkan terhadap perilaku orang lain. Itu.
saya akan mengutip Pasal 191 ayat (1) dan ayat (2)Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) tentang putusan bebas dan putusan lepas, sebagai berikut:
(1) Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.
(2) Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindakan pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.
Dalam penjelasan Pasal 191 ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti sah dan meyakinkan” adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana.
Menjawab pertanyaan Anda, maka perbedaan antara putusan bebas dan putusan lepas adalah sebagai berikut:
Menurut Lilik Mulyadi dalam bukunya Hukum Acara Pidana, terbitan PT Citra Aditya Bakti (Bandung 2007), pada hal. 152-153, perbedaan antara putusan bebas dan lepas dapat ditinjau dari segi hukum pembuktian, yaitu:
Pada putusan bebas (vrijspraak) tindak pidana yang didakwakan jaksa/penuntut umum dalam surat dakwaannya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Dengan kata lain, tidak dipenuhinya ketentuan asas minimum pembuktian (yaitu dengan sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang sah) dan disertai keyakinan hakim (Vide Pasal 183 KUHAP)
Sedangkan, pada putusan lepas (onslag van recht vervolging), segala tuntutan hukum atas perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam surat dakwaan jaksa/penuntut umum telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, akan tetapi terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana, karena perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana, misalnya merupakan bidang hukum perdata, hukum adat atau hukum dagang.
Selain berdasarkan pendapat dari Lilik Mulyadi sebagaimana dimaksud di atas, menurut hemat penulis, penjatuhan Putusan Bebas dan Putusan Lepas oleh seorang hakim atas pelaku suatu tindak pidana (yang unsur-unsur pasal yang didakwakan terbukti), dapat dibedakan dengan melihat ada atau tidak adanya alasan penghapus pidana (Strafuitsluitingsgronden), baik yang ada dalam undang-undang, misalnya alasan pembenar (contoh Pasal 50 KUHP) atau alasan pemaaf (contoh Pasal 44 KUHP), maupun yang ada di luar undang-undang (contoh: adanya izin).
Untuk itu, penjawab akan menggunakan contoh penerapan Pasal 310 ayat (3) KUHP sebagai suatu alasan penghapus pidana yang ada dalam undang-undang:
Pasal 310 ayat (3) KUHP
“Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.”
Arti Pasal 310 ayat (3) KUHP tersebut yakni dalam hal terbuktinya suatu perbuatan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh seseorang, namun ia melakukan pencemaran nama baik tersebut karena ia terpaksa untuk membela dirinya, maka hakim harus menjatuhkan putusan lepas (onslag van recht vervolging) dan bukan putusan bebas (vrisjpraak).
Demikian jawaban saya. Semoga bermanfaat dan memberikan pencerahan untuk Anda.
Kata "mudik" dan "pulang kampung" itu kalau secara "arti kata" jelas sama, yaitu sama-sama pulang ke daerah asal.
Tapi dalam masa pandemi ini, istilah itu sengaja dibedakan. Catat ya, selama masa pandemi atau wabah.
Pulang kampung diartikan sebagai seseorang yang bekerja di sebuah kota besar. Dia biasanya pulang ke rumahnya, entah setiap hari, entah setiap bulan atau setahun sekali.
Saya termasuk orang yang sering pulang kampung, karena bekerja di kota A tapi rumah di kota B.
Nah dimasa pandemi ini, karena kota tempat saya bekerja kena PSBB, saya harus pulang kampung untuk waktu lama. Kenapa ? Karena di kota tempat saya bekerja sudah tidak ada kerjaan. Jadi saya pulang ke rumah di kota B dan bekerja di rumah.
Banyak orang yang seperti saya. Mereka pulang, karena di kota tempat mereka bekerja sudah tidak ada kerjaan. Daripada mereka harus tinggal di kota tapi gak punya kerjaan, ya lebih baik mereka pulang kampung.
Kalau mereka tetap diam di kota, tanpa pendapatan dan pengeluaran yang besar, mereka ini bisa menimbulkan masalah besar, yaitu masalah sosial. Itulah kenapa pulang kampung tidak dilarang..
Nah, kalau mudik beda lagi.
Mudik itu tidak punya masalah dengan kerjaan dan ekonomi. Biasanya orang yang kerja di kota A dan rumah di kota yang sama. Dia mudik ke kota B untuk mengunjungi keluarga besarnya, silaturahmi, beramai-ramai.
Ini yang dilarang. Karena mudik dalam masa wabah ini, bukan suatu hal yang sangat penting.
"Lah, kan pulang kampung sama mudik sama-sama punya potensi menyebarkan virus ?"
Memang. Tapi lebih mudah mengkarantina orang yang pulang kampung, karena gada kerjaan di kota. Orang ini biasanya sendirian, karena dia kepala keluarga atau pencari nafkahnya. Mengkarantina satu orang akan lebih mudah dilakukan Pemerintah daerah.
Tapi kalau mudik, biasanya beramai-ramai dalam satu waktu yang sama. Satu keluarga. Dan mereka akan berkumpul dengan keluarga lainnya di satu rumah.
Bayangkan, gimana karantinanya ketika ada beberapa keluarga dari berbagai kota kumpul di satu rumah dalam waktu yang bersamaan ?
Repot, kan ?
Makanya, daripada nanti merepotkan Pemerintah daerah setempat, ya dilarang lebih bagus. Itu logika berfikirnya..
Analogi sederhananya dalam bahasa inggris, pulang kampung itu tunggal, sedangkan mudik itu jamak.
Sekali lagi catat, pembeda antara pulang kampung dan mudik ini hanya saat masa wabah dan tidak berlaku selamanya.
Paham, kan ? Atau pura-pura gak paham supaya punya bahan bullyan ? Hayo, ngaku..
Mengapa Bung Karno dan teman-teman seperjuangan tidak suka dipanggil Pak, Tuan, atau sederet panggilan yang menunjukkan kebesaran? Jawaban termudah adalah karena mereka memilih bersikap egaliter yang menjunjung tinggi kesetaraan dan persaudaraan.
Penelusuran tentang kisah pemanggilan sebutan "bung" ini diawali ketika Bung Karno datang ke Uni Sovyet dan berpidato di hadapan ratusan ribu rakyat Leningrad. Bung Karno kemudian meminta kepada protokoler agar dipanggil "bung" saja, bukan Paduka Yang Mulia, sebuah sebutan umum bagi presiden di jaman tersebut.
Dahulu, dalam kehidupan masyarakat Indonesia dikenal varian kelas yang mengkotak-kotakkan diri antar mereka. Varian kelas tersebut jarang sekali membuat kehidupan antar mereka berbaur secara fleksibel. Keberbatasan usia, kelas sosial, interests dan sebagainya, membuat segala bentuk proses keakraban antar penghuni masyarakat Indonesia harus berbatas.
Meski panggilan "bung" telah dipakai sejak dulu dalam beberapa bahasa daerah, tetapi “Bung Karnolah yang mula-mula mempopulerkan nama panggilan dan sebutan "bung" untuk panggilan kepada setiap insan Indonesia yang revolusioner yang bercita-cita melenyapkan imperialisme, kolonialisme dan kapitalisme, bercita-citakan Indonesia merdeka,” tulis Achmad Notosoetardjo dalam "Revolusi Indonesia Berdasarkan Adjaran Bung Karno".
Suatu waktu, Bung Karno menginginkan sebuah poster sederhana namun kuat sebagai propaganda membangkitkan semangat pemuda. Pada poster itu, penyair Chairil Anwar memberinya frasa: “Boeng, Ajo Boeng!” yang ia dapat dari wanita tuna susila di Senen. Lalu poster propaganda itu tersebar kemana-mana.
Menurut Parakitri T. Simbolon dalam "Menjadi Indonesia", Bung Karno memperkenalkan sapaan “bung” sejak terbentuknya Permufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) pada 17-18 Desember 1927. “Dipanggil ‘Bung’ (panggilan akrab kepada saudara) sesuai anjurannya, Bung Karno berhasil menjadikan semboyan seluruh cita-cita pergerakan, dan kebetulan juga ideologi PNI, yakni ‘merdeka’." (1-Next)
Asimilasi adalah proses pembinaan Narapidana dan Anak yang dilaksanakan dengan membaurkan Narapidana dan Anak dalam kehidupan masyarakat. Pada dasarnya semua Narapidana dapat diberikan asimilasi, kecuali bagi narapidana yang terancam jiwanya atau yang sedang menjalani pidana penjara seumur hidup.
Pengeluaran dan pembebasan tersebut didasarkan pada peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi bagi Narapidana dan Anak dalam rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran COVID-19. Serta Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI No.M.HH-19 PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.
Hal tersebut juga tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pemasyarakatan No.: PAS-497.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang hal yang sama.
Untuk, Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020, pengeluaran Narapidana dan Anak melalui asimilasi harus dilakukan dengan berbagai ketentuan.
1. Narapidana yang 2/3 masa pidananya jatuh sampai dengan tanggal 31 Desember 2020;
2. Anak yang 1/2 masa pidananya jatuh sampai dengan tanggal 31 Desember 2020
3. Narapidana dan Anak yang tidak terkait dengan PP Nomor 99 Tahun 2012
4. Tidak sedang menjalani subsidair dan bukan warga negara asing (WNA).
Selain itu, asimilasi dilaksanakan di rumah dan surat keputusan asimilasi diterbitkan oleh Kepala Lapas dan pembimbingan serta pengawasan asimilasi dan integrasi dilaksanakan oleh Balai Pemasyarakatan.
Hasil wawancara dengan salah salah satu wargabinaan yang tidak disebutkan Namanya, mengungkapkan kebahagiaannya “Saya ucapkan rasa Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan kepada Bapak Presiden Joko Widodo, Bapak Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly, Bapak Dirjen Pemasyarakatan, Bapak Kakanwil Kemenkumham DKI Jakarta, Bapak Kadiv Pemasyarakatan dan Bapak Kalapas Narkotika Jakarta atas program asimilasi dan integrasi ini, Dan Kami Tidak Dibebankan atau Dipungut Biaya Apapun".
Menurut saya, program asimilasi adalah bagian dari hak-hak Narapidana atau warga binaan, yakni pengembalian hak kemerdekaan nya yang telah diambil oleh negara. Karena suatu proses panjang peradilan. Dengan cara percobaan pembauran warga binaan dengan masyarakat lingkungan sekitar, tentunya setiap warga binaan yang menjalani program tersebut memiliki syarat serta kewajiban, yang harus dipenuhi selama sebelum dan sesudah percobaan. Diantaranya sebagai berikut :
Narapidana yang melakukan tindak pidana tersebut dapat diberikan asimilasi selama ia memenuhi persyaratan: berkelakuan baik yang dibuktikan dengan tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir; aktif mengikuti program pembinaan dengan baik; dan telah menjalani 1/2 (satu per dua) masa pidana, serta melampirkan dokumen-dokumen persyaratan yang diperlukan.
Secara umum alasan pembebasan tahanan itu ada 3 :
1.Pengeluaran tahanan karena penangguhan penahanan.
2.karena tidak diperlukan lagi penahanan.3.pabila hukuman telah sesuai dengan masa tahanan yang dijalani.
Saran saya untuk para pembaca yang budiman
Pahami dengan cermat dan baik, jangan mudah terpancing, terpolitisasi dari setiap formulasi kebijakan yang dilaksanakan oleh para pembantu presiden. Memang benar ada kebijakan yg populer dan tidak populer, ada yg tepat sasaran, ada juga yang jauh dari arah dan tujuan.
Semoga kita mendapat pencerahan, dan yang terakhir pesan saya, Sebaiknya Perjuangan anda, jangan berhenti karena membaca artikel ini.