Apriyan Sucipto

Apriyan Sucipto
Rimba Raya

Saturday, June 6, 2020

Untuk Para Pengabdi - Iwan Fals


Kesetiaan masih ada
Setidaknya menjadi cita-cita
Itu sebabnya aku di sini
Menemanimu

Siang malam 'ku berjaga
Di relung hatimu, di dalam benakmu
Di setiap langkahmu
Mudah-mudahan begitu

Silahkan engkau tertawa
Sepuas hatimu
'Ku takkan pernah berpaling
Karena hinaan itu
Bahagia rasanya
Lihat engkau bahagia
Berduka rasanya
Kalau engkau berduka

Untuk pengabdi
Lagu para pengabdi
Di puncak gunung
Di tengah-tengah samudera
Di dalam rimba
Di kebingungan desa dan kota

Untuk pengabdi
Lagu para pengabdi
Di puncak gunung
Di tengah-tengah samudera
Di dalam rimba
Di kebingungan desa dan kota

'Kan kutemani kau
'Kan kutemani kau

Silahkan engkau tertawa
Sepuas hatimu
'Ku takkan pernah berpaling
Karena hinaan itu
Bahagia rasanya
Lihat engkau bahagia
Berduka rasanya
Kalau…

Doa Dalam Sunyi - Iwan Fals



Angin datang dari mana?
Merayapi lembah gunung
Ada luka dalam duka
Dilempar ke dalam kawah

Memanjat tebing-tebing sunyi
Memasuki pintu misteri
Menggores batu-batu
Dengan kata sederhana
Dengan doa sederhana

Merenung seperti gunung
Mengurai hidup dari langit
Jejak-jejak yang tertinggal
Menyimpan rahasia hidup

Selamat jalan, saudaraku
Pergilah bersama nasibmu
Pertemuan dan perpisahan
Di mana awal akhirnya?
Di mana bedanya?
Di mana bedanya?

Doa-doa terdengar dalam sunyi
Doa-doa terdengar dalam sepi

Doa-doa terdengar dalam sunyi
Doa-doa terdengar dalam sepi


Kupaksa untuk melangkah - Iwan Fals



Kulangkahkan kakiku yang rapuh
Tinggalkan sepi kota asalku

Saat pagi buta
Sandang gitar usang
Kucoba menantang
Keras kehidupan

Datangi rumah-rumah tak jemu
Petik tali-tali senar gitarku

Dari tenda ke tenda
Warung yang terbuka
Lantang nyanyikan lagu
Oh, memang kerjaku

Tak pasti jalur jalan hidup
Kutunggu putaran roda nasib
Kucoba paksakan untuk melangkah

Sementara
Kerikil-kerikil tajam menghadang
Langkahku

Kulangkahkan kakiku yang rapuh
Tinggalkan sepi kota asalku

Sementara
Kerikil-kerikil tajam menghadang
Langkahku

Kulangkahkan kakiku yang rapuh
Tinggalkan sepi kota asalku

Saat pagi buta
Sandang gitar usang
Kucoba menantang
Keras kehidupan

Datangi rumah-rumah tak jemu
Petik tali-tali senar gitarku

Dari tenda ke tenda
Warung yang terbuka
Lantang nyanyikan lagu
Oh, memang kerjaku

Tak pasti jalur jalan hidup
Kutunggu putaran roda nasib
Ku coba paksakan untuk melangkah

Sementara
Kerikil-kerikil tajam menghadang
Langkahku

Kulangkahkan kakiku yang rapuh
Tinggalkan sepi kota asalku
Datangi rumah-rumah tak jemu
Petik tali-tali senar gitarku

Friday, June 5, 2020

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS)

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Jumat siang melanjutkan penguatan dan menembus ke level baru psikologis di bawah 14.000 per dolar AS. Ini adalah level terkuat sejak era pandemi Corona.

Jumat siang, di pasar spot, rupiah menguat ke 13.885 per dolar AS, dibandingkan saat pembukaan perdagangan pagi ini yang sebesar 14.075 per dolar AS.

Ekonom PT Bank Permata Josua Pardede berpendapat, berlanjutnya penguatan rupiah hari ini disebabkan sentimen domestik menyusul penerapan masa transisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta, yang diharapkan mampu mendorong produktivitas.

Terkuat di Masa Pandemi, Rupiah Tembus 13.885 per Dolar AS Jumat, 05 Juni 2020 “ 

Jika implementasi PSBB terbatas yang nantinya akan diikuti juga oleh implementasi normal baru dapat berjalan dengan baik tanpa menimbulkan kasus baru lagi di kemudian hari, maka aktivitas perekonomian pada kuartal III tahun 2020 diperkirakan akan membaik dibandingkan kuartal II tahun 2020 yang diperkirakan akan mengalami kontraksi,” ujar dia, dikutip dari Antara, Jumat (5/6/2020).

Eksternal

Selain itu, dari sisi eksternal, mata uang “greenback” dolar AS juga telah melemah 1,56 persen dalam sepekan terakhir

Pelemahan mata uang paling berpengaruh di dunia itu disebabkan oleh terakumulasinya ekspektasi dari para investor setelah pembukaan kembali kegiatan ekonomi di berbagai negara Asia

Terbukti dari sisi pasar Asia, sebagian besar mata uang Asia di minggu ini mengalami penguatan, kecuali Yen. Penguatan lebih lanjut dari Rupiah juga akibat adanya investor yang memindahkan asetnya dari pasar India, akibat adanya penurunan peringkat (downgrade rating) dari BAA2 menjadi BAA3 dan menurunnya prospek (outlook) dari stabil menjadi negatif,” ujar Josua.

Sedangkan di kurs tengah Bank Indonesia atau Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), Jumat ini, kurs rupiah terhadap dolar AS dipatok di 14.100 per dolar AS. [liputan6.com]

Belum lagi, pengaruh isu RAS dan SARA di Amerika, sehingga terjadi Demo oleh Masyarakat secara besar besar, di berbagai negara bagian di Amerika. 




Selamat Hari Lingkungan Hidup, 5 Juni (World Environmental Day)



Hari Lingkungan Hidup Sedunia atau World Environmental Day (WED) diperingati setiap tahun pada tanggal 5 Juni, demi meningkatkan kesadaran global akan kebutuhan untuk mengambil tindakan
lingkungan yang positif bagi perlindungan alam dan planet Bumi. WEDdiinisiasi oleh UN Environment Programme (UNEP), dimana tahun ini terfokus pada Keanekaragaman Hayati.


Keanekaragaman Hayati merupakan hal yang penting bagi penunjang kehidupan dan berperan sebagai indikator dari sistem ekologi dan sarana untuk mengetahui adanya perubahan spesies.


Keanekaragaman Hayati sendiri mencakup kekayaan spesies dan kompleksitas ekosistem, sehingga dapat memengaruhi komunitas organisme, perkembangan dan stabilitas ekologi.
.

Nah untuk itu, kita harus menjaga ekosistem kita agar keanekaragaman hayati yang dimiliki dapat terjaga dengan baik dan meminimalkan penggunaan bahan beracun agar lingkungan tetap terjaga.


#WED
#HLH
#HLH2020
#TimeForNature
#klhk
#Biodiversity
#HariLingkunganHidup
#WorldEnvironmentDay
#kemenlhk
#forest
#wildlife
#wildlifephotography
#lampung
#wisatalampung
#gajahsumatera
#ayoketnbbs
#ayokeBTNWK

Nyai Ontosoroh dan Kisah Pergundikan di Hindia Belanda




Nasib perempuan dalam praktik pergundikan di Hindia Belanda. Pramoedya menggambarkan Nyai Ontosoroh sebagai pengecualian.

DARI balik pintu muncul seorang perempuan pribumi mengenakan kebaya putih berenda, berkain jarik dengan selop beludru hitam berhias sulaman perak. Dialah Nyai Ontosoroh, gundik Tuan Mellema yang banyak dikagumi orang. Kehadirannya begitu mengesankan sebab selain penampilannya yang anggun dan rapi, bahasa Belandanya pun apik. Hal yang sulit ditemui pada diri seorang nyai.

Kisah Nyai Ontosoroh dalam Bumi Manusia karangan Pramoedya Ananta Toer menjadi gambaran umum kondisi pergundikan di era kolonial. Praktik ini sebenarnya sudah dilakukan sejak VOC bercokol di Hindia Timur.

Ketika Terusan Suez dibuka pada November 1869 peluang kehadiran orang Eropa makin tinggi karena perjalanan lebih singkat. Antara 1870-1880 ada sekira sepuluh ribu orang Eropa yang datang ke koloni, kebanyakan lelaki. Perempuan Eropa masih amat langka, dengan perbandingan tiap 10 ribu lelaki terdapat 123 perempuan kulit putih. Angka ini belum termasuk golongan mestizo.

Karena kesulitan mencari pasangan satu ras inilah, para bujangan Eropa kebanyakan hidup bersama nyai. Praktik pergundikan ini jamak ditemui di tangsi militer, perkebunan, dan masyarakat sipil di kota. “Mereka anggap tinggal bersama gundik sebagai tindakan illegal dan tidak diterima secara moral tapi di saat yang sama mereka membutuhkan bahkan diuntungkan dengan praktik ini,” kata Reggie Baay penulis buku Nyai dan Pergundikan di Hindia Belanda kepada Historia.
VOC dan pemerintah kolonial mendiamkan perilaku ini karena selain memudahkan pengenalan adat dan bahasa setempat, mereka juga tak dibebani tunjangan lebih karna status pegawai yang masih lajang. Para elite tak perlu repot mendatangkan perempuan Eropa, juga tak perlu pusing oleh penyakit kelamin yang tersebar di rumah bordil.

Ketidaksukaan masyarakat kolonial pada praktik pergundikan juga memunculkan asumsi bahwa alasan perempuan pribumi mau menjadi nyai karena pertimbangan materialistis. Anggapan tersebut, menurut Tineke Hellwig dalam Citra Kaum Perempuan di Hindia Belanda, melupakan posisi para perempuan terjajah dalam sistem kolonial. Para perempuan muda ini tidak punya suara apalagi pilihan. Ia hidup pada lingkungan tertindas di mana kemauan lelaki (ayah atau tuannya) harus dipenuhi tanpa penolakan.
Ketidakberdayaan pada keputusan ayah ini pula yang dialami Sanikem. Ia hanya bisa patuh pada keinginan ayahnya. Protes dari sang ibu pun tak berbuah hasil, akhirnya mereka hanya bisa berbalas tangis dalam perjalanan menuju rumah Herman Mellema. Nasib perempuan yang lebih buruk dikisahkan Jan Breman dalam Menjinakkan Sang Kuli. Seorang kuli perempuan di perkebunan Deli menolak pinangan tuannya untuk menjadi seorang nyai lantaran ingin bersetia pada pasangan pribuminya. Keputusannya alih-alih diterima malah berbuah hukuman dengan siksaan yang kejam.
Setelah jadi nyai pun, nasib para perempuan Asia ini belum tentu mujur. Seorang nyai bisa dibilang tidak punya hak apa pun. Mereka hanya diangap sebagai properti tuannya. Itulah mengapa beberapa orang Eropa menyebut nyai dengan julukan penuh hinaan. Meubel atau inventarisstuk karena mereka dengan mudah dipindahtangankan ke lelaki Belanda lain, atau bahkan dilelang sebagai bagian dari inventaris.
Hubungan tuan-gundik nyatanya tak melulu buruk. Ada yang hidup bahagia seperti Nyai Ontosoroh, mendapat kesempatan megembangkan kemampuan membaca, menulis, dan berbahasa Belanda. “Tentu ada pengecualian. Meski secara umum ditolak oleh masyarakat kolonial, ada juga lelaki Eropa yang bersikap baik seperti perlakuan Herman pada Ontosoroh. Penulis Willem Welraven misalnya. Relasi baik jadi kesempatan nyai untuk mendapat pengetahuan baru, meningkatkan intelektualitas, dan statusnya,” kata Reggie Baay.

Willem Welraven adalah penulis dan wartawan yang hidup pada pergantian abad ke-19. Ia menikahi gundiknya, Itih dan memperlakukannya laiknya ibu dan istri. Ia mengajari Itih membaca, menulis, berhitung, dan berbahasa Belanda. Ia juga mengajari Itih cara mengelola keuangan setelah sebelumnya jengkel pada ketidakpahaman istrinya itu. Walraven tak ambil pusing dengan stigma kolonial. Ia bahkan tak malu mengenalkan Itih sebagai istrinya.

Kawin campur Welraven-Itih bisa terjadi setelah pelarangan pernikahan dengan non-kristen dihapus pada 1848. Disusul kemudian pemberian status Eropa bagi para gundik yang dinikahi tuannya pada 1898. Setelah pernikahan campuran diakui, ada 80-100 pasangan yang menikah tiap tahun pada dekade 1886-1897.

Hanneke Ming dalam “Barracks-Concubinage in the Indies, 1887-1920” mencatat anggota tentara baru diizinkan menikahi pasangan pribuminya pada 1908. Namun perilaku hipokrit masyarakat kolonial tak hilang begitu saja. Mereka mengejek pergundikan, namun ketika pasangan beda ras ini hendak melegalkan hubungannya, ancaman karier menghadang si lelaki.
Hal inilah yang dialami pasangan Gow Pe Nio dan suaminya Jurjen seperti diceritakan Reggie Baay dalam bukunya Nyai dan Pergundikan di Hindia Belanda. Jurjen merupakan apoteker militer kelahiran Belanda. Sementara Pe Nio bekerja sebagai pembantu di rumah residen Bandung. Mereka bertemu ketika Jurjen bertamu ke rumah residen itu. Jurjen meminta Pe Nio menjadi nyainya yang disambut kata setuju. Pada 1908 mereka dikaruniai anak pertama lalu menikah setahun setelahnya. Keputusan ini berdampak pada karier Jurjen. Ia lantas keluar dari dinas militer dan membuka apotek di Bandung.

Kekhawatiran adanya hambatan karier juga dirasakan tentara KNIL Alfred Wilhelm. Alfred menjalin hubungan dengan perempuan bumi putera asal Gombong, Djoemiha Noerawidjojo. Mereka bertemu di warung makan tempat kerja Djoemiha. Alfred rupanya datang tak hanya mencari makan tetapi juga mencari pasangan. Ia  pun meminta Djoemiha menjadi nyainya. Djoemiha-Alfred tak pernah menikah formal namun mereka saling menemani hingga dipisah maut dengan selisih lima hari pada 1954 di Jakarta.
Hubungan Tragis

Kisah Nyai Ontosoroh selain memberikan gambaran perempuan mandiri, juga mencerminkan kerapuhan posisi nyai. Dalam hubungan pergundikan, tak ada pengakuan secuil pun baik sebagai pasangan lelaki Eropa atau ibu.

Ketika Annelis dan Robert sudah diaku sebagai anak Herman Mellema, mereka berhak menyandang nama belakang ayahnya dan punya status sebagai orang Eropa. Pengakuan ini di lain sisi, membuat posisi sosial mereka lebih tinggi dibanding ibunya sendiri.
Aturan tentang pengakuan keturunan mulai dikeluarkan pada 1828 lantaran anak-anak hasil pergundikan tak terhitung jumlahnya. Bila si ayah tak ingin mengadopsi anaknya, pendaftaran kelahiran tetap bisa dilakukan. Anak-anak yang tak diadopsi tapi tetap didaftarkan kelahirannya itu menyandang nama ayahnya dengan penulisan terbalik. Misal, Kijdsmeir dari van Riemsdijk, Rhemrev dari Vermehr, Snitsevorg dari Grovestins, atau Esreteip dari Pieterse.

Aturan lain menyusul kemudian yang memuat tentang hak asuh anak dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 40 dan 354 tahun 1848. Anak-anak hasil pergundikan yang sudah diadopsi ayahnya, secara hukum hubungan dengan ibu kandungnya gugur. Anak-anak itu murni milik ayahnya. Bila suatu hari ayahnya meninggal, si ibu tidak dapat mengambil alih hak asuh anak itu.

Itulah sebabnya setelah kematian Herman Mellema, perwalian Annelis diserahkan ke tangan Maurits Mellema, yang secara hukum diakui punya hubungan kekerabatan. Sementara Nyai Ontosoroh tak punya kuasa apa pun di mata hukum koloni.
yang secara hukum diakui punya hubungan kekerabatan. Sementara Nyai Ontosoroh tak punya kuasa apa pun di mata hukum koloni.
BACA JUGA: Nasib Buruk Anak Nyai
Keputusan pengadilan yang mengalihkan hampir seluruh hak waris dan perwalian Annelis ke tangan Maurits meruntuhkan segala usaha Nyai Ontosoroh yang ia bangun bertahun-tahun. Pada akhirnya Nyai Ontosoroh dilempar dari permainan hukum kolonial yang tidak berpihak pada kaum bumi putera.
Annelis, satu-satunya harapan Nyai Ontosoroh, pun akhirnya dikirim Maurits ke Belanda. Menjadi pelengkap kisah tragis dalam hubungan nyai dan anaknya.

Perpisahan para nyai dengan anaknya ini jadi kasus yang jamak terjadi. Hal serupa juga dialami ayah Reggie Baay. Ayah Reggie tak tahu betul siapa ibunya. Jejaknya hanya tertinggal dalam akta pengakuan keturunan yang dibuat kakeknya, Daniel Baay.
Nenek Reggie, bernama Moeinah yang berasal dari kelaurga muslim miskin di Jengkilung, Surakarta (kemugkinan kini Desa Pendem, Sumberlawang, Sragen). Ia bekerja sebagai pelayan di rumah Daniel Baay dan Parijem, anak dari bangsawan rendah Kraton Surakarta.

Rupanya Louis Baay, anak Daniel, menaruh perhatian pada Moeinah. Mereka pun hidup bersama di villa kecil milik keluarga Baay di Surakarta. Hubungan ini membuat Moeinah melahirkan seorang putra, ayah Reggie pada 1919. Belum genap setahun mengurus bayinya, Moeinah diminta meninggalkan rumah dan kembali ke desanya.

Pada 1926, ketika Moeinah berusia sekira 25 tahun, ia kembali dipanggil oleh keluarga Baay untuk pembuatan “akta” anaknya. Setelah hak atas anak jatuh pada keluarga Baay, Moeinah kembali dilupakan. Ia tidak diperkenankan menemui anaknya.
“Saya seorang indo. Nenek saya dulu seorang nyai, tapi ayah saya tak pernah tahu siapa ibu kandungnya,” kata Reggie.

Moeinah dipisahkan dan dipaksa melupakan anaknya. Namun kenangan atas anak yang ia lahirkan dan rawat selama beberapa bulan, barangkali tak bisa ia lupakan begitu saja.

Ayah Reggie lebih-lebih tak punya bayangan seperti apa rupa ibunya. Ia pun selalu menolak membicarakan tentang ibu kandungnya itu. Namun, sedikit ingatan buram pada masa kecilnya, ia catat di belakang akta pengakuan. Ketika masih kecil beberapa kali ia menyaksikan seorang perempuan Jawa berdiri di dekat pagar rumah. “Berkali-kali ia berusaha untuk mendekatiku tetapi kerap dihalau oleh pelayan kami. Akankah ia…”


Thursday, June 4, 2020

Mie Instant dan secangkir Kopi

Ada yang bilang mie instan itu, Racun.. Jangan banyak banyak makan mie instan, tidak baik bagi pencernaan, karena bahan pengawet.. Dll sbgnya..



Aku, bilang sih.. Kadang kadang, mie instan itu pahlawan.. Dia selalu datang tepat  di waktu yang tepat. Terus,

Gua bilang mie instan itu enak.. Kalau yg buat itu orang, gua tinggal makan gitu.. Pasti enak, entah kenapa.. Kalau gua yg buat.. Rasanya jd ambyar..


#keikobahabia
#kubokopi


KEBIJAKAN PIMPINAN DAERAH MEMBANGUN KABUPATEN KONSERVASI

Komitmen politik pemerintah daerah untuk membangun Kabupaten Lampung Barat berdasarkan prinsip-prinsip konservasi tampak pada visi dan misi ...