(Sebuah draf naskah sinetron. Nama, tempat, dan peristiwa hanya rekaan belaka)
“Soleh…, Soleh…, Soleh. Hmm…” Gumam seseorang lelaki tua berambut panjang putih terurai sambil mengangguk-angguk di hadapan Bripka Soleh yang sedang menunduk takzim. Lelaki tua itu, Mbah Simon, adalah seorang guru bijak bestari yang menerima murid secara terbatas: Bripka Soleh salah satunya. “Saat apel lepas dari tangkainya, dia terjatuh. Selanjutnya, bila tak ada yang memungut, apel itu akan membusuk di atas tanah. Bila ada yang memungut dan memakannya, apel itu juga akan membusuk dalam perut. Dan pohon apel itu, selama akarnya sehat, tetap akan hidup untuk berkembang dan berbuah. Begitu seterusnya dan seterusnya.” Lanjut Mbah Simon dengan suara lembut yang serak.
“Iya Mbah. Tapi sepertinya kepolisian bukan habitat saya. Bisakah beri nasehat yang dapat membulatkan niat saya untuk undur diri dari kepolisian.” Soleh menaggapi sambil berusaha mencerna maksud dari perkataan Mbah Simon.
“Ya itu tadi. Sebagai buah dari pohon yang bernama kepolisian, apakah kau yakin tak akan membusuk setelah lepas darinya?”
“Oleh karena, beri saya keyakinan Mbah.”
“Hmm… Soleh. Soleh. Soleh. Masih terus kau jaga amalanmu?”
“Masih Mbah. Setiap hari saya tak pernah luput menyapu halaman.”
“Setelah kau sapu, apakah halaman rumahmu akan selalu bersih?”
“Tidak Mbah. Setiap hari pasti ada saja kotoran yang berserakan di halaman.”
“Lalu, apa yang membuatmu bertahan untuk selalu menyapu halaman? Padahal kau tahu bahwa esoknya halaman itu pasti akan kotor lagi.”
Bripka Soleh terdiam. Bobby yang duduk di samping Soleh menyimak sambil memejamkan mata. “Bagaimana pendapatmu Bob?” Tanya Mbah Simon kepada Bobby dengan seketika.
“Emm… Menurut saya, memang baiknya Soleh terus konsisten menyapu halaman rumahnya” Bobby menjawab ragu.
“Bukan soal sapu, tapi soal Soleh yang mau berhenti jadi Polisi!” Seru Mbah Simon.
“Wah, kalo soal itu, no comment saya Mbah.”
“Kenapa kamu no comment?”
“Yah.. Emm… Gak tau juga Mbah, kenapa saya no comment.”
“Halah. Entah apa kamu ini Bob.”
Selanjutnya hening. Di bawah sebuah pohon beringin besar, ketiga orang itu asyik dengan pikiran masing-masing. Mbah Simon memandang sekitar. Cahaya bulan begitu penuh. Beberapa ekor tikus, bercericit berebut makanan. Samar di kejauhan, terdengar hingar musik remix. Mbah Simon mengeleng-gelengkan kepala mengikuti irama musik itu. Melihat Mbah Simon, Bobby dan Soleh ikut menggelengkan kepala. Ketiga orang itu terus menggelengkan kepala sampai fajar menjelang.
----------bersambung---------------
#muhammadyunus
No comments:
Post a Comment