Tepo seliro adalah sebuah nasehat Jawa yang berarti menenggang, menghargai perasaan orang lain. Meski saya yakin, suku apa pun dan bangsa mana pun juga mengenal budi pekerti tersebut sebagai salah satu modal dasar berhubungan, sebagai proses interaksi sosial-masyarakat anatara satu sama lain.
Urusan tenggang rasa ini kelihatannya mudah dan sederhana. Apa susahnya sih menghargai perasaan orang lain sebagaimana kita pun ingin diperlakukan demikian? Tapi ternyata pada aplikasinya, urusan tepo seliro ini sering diabaikan oleh orang kebanyakan, pada dewasa belakangan ini.
Rumah tangga, atau keluarga adalah himpunan masyarakat terkecil dalam tatanan sebuah negara. Kumpulan keluarga-keluarga yang memiliki tenggang rasa tinggi akan menghasilkan sebuah harmoni kehidupan bernegara, dimana ujung-ujungnya adalah terciptanya rasa nyaman dan kedamaian yang lebih luas.
Maka terlepas dari mengharapkan keseriusan pemerintah dalam menggodok ide materi pendidikan budi pekerti di bangku pendidikan, setiap kita sebagai orang tua harus benar-benar memberi perhatian khusus dalam rangka mengajarkan tepo seliro/tenggang rasa ini dalam bentuk pemahaman maupun keteladanan bagi anak-anaknya sedari dini. Ya, karena setiap keluarga adalah sekolah pertama bagi anak-anak bangsa.
Pembangunan sumberdaya manusia sejak usia dini menjadi manusia yang berahlak, menjadi tugas bersama, tidak hanya beban pemerintah, akan tetapi seluruh masyarakat sebagai bagian dari Kehidupan berbangsa dan bernegara.
Apriyan Sucipto, SH, MH
Pemerhati Masalah Sosial
No comments:
Post a Comment