Apriyan Sucipto

Apriyan Sucipto
Rimba Raya

Wednesday, May 13, 2020

Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan pemasangan GPS Collar pada Gajah Sumatera




Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan pemasangan GPS Collar pada Gajah Sumatera dalam rangka meminimalisasi terjadinya konflik dengan manusia. “Pemasangan GPS collar dilakukan sebagai upaya monitoring pergerakan kelompok Gajah dalam rangka mitigasi konflik atau early warning system,” kata Plt. Kepala Balai TNBBS Ismanto.

Upaya pencegahan lain yang dilakukan yaitu penggiringan kelompok gajah yang keluar dari kawasan TNBBS, seperti yang dilakukan pada 27 April hingga 9 Mei 2020. "Penggiringan kelompok gajah liar sebanyak 12 ekor yang dipimpin oleh ketua Forum Mahout Nazaruddin ini melibatkan pihak TNBBS, SKW III Lampung BKSDA Bengkulu, ERU TNWK, YABI, WCS, KPHL IX, Satgas HKM, berhasil menggiring kelompok gajah tersebut hingga masuk ke dalam kawasan TNBBS. Meskipun kondisi cuaca hujan lebat sempat membuat kelompok gajah tersebut kembali ke luar kawasan TNBBS," tutur Ismanto.

Setelah menentukan gajah yang akan dipasang GPS collar, Nazaruddin melakukan penembakan bius kepada gajah yang akan dipasangi GPS collar. Setelah pemasangan GPS Collar selesai, tim melakukan pemantauan hingga gajah sadar dan bergabung kembali dengan kelompok. Adapun data gajah yang dipasang GPS Collar adalah gajah betina, berusia 25 s/d 30 tahun, berat badan adalah 2.500 Kg dan tinggi badan 219 Cm.

Ismanto menyampaikan apresiasi kepada tim yang berhasil memasang GPS Collar atas kerja keras, dedikasinya dan kerjasamanya. "Meski pekerjaan ini dilakukan pada bulan Ramadhan, ditengah wabah pandemi dengan kondisi topografi TNBBS, dapat dilaksanakan sesuai rencana," ucapnya.

Selanjutnya, dilakukan pemantauan secara langsung kepada kelompok gajah oleh tim blokade dan dilakukan pemantauan melalui satelit. Mobile application menampilkan monitoring posisi GPS Collar dan histori pergerakan GPS Collar. Sedangkan web application menampilkan GPS Collar secara near real time dalam bentuk 3 dimensi.

#klhk
#kemenlhk
#ksdae
#gajahsumatera
#konflikgajah
#dirumahaja
@kementerianlhk
@konservasi_ksda
@siti.nurbayabakar
@inungwiratno

Perpu Nomor 1 Tahun 2020 Tidak memberikan Kekebalan Hukum Kepada Penyelenggara Perpu





Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tidak otomatis memberikan kekebalan hukum terhadap tindakan korupsi pejabat pemerintah pelaksana ketentuan. Ketentuan ini juga dinilai tidak melangkahi kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Hal ini diungkapkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada Selasa (12/5/2020) di Jakarta.
Sebelumnya, Pasal 27 pada Perppu No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 menjadi polemik karena dianggap memberikan imunitas atau kekebalan hukum kepada penyelenggara Perppu.

Pasal tersebut menyatakan, biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan kebijakan negara terkait dengan Covid-19 tidak termasuk kerugian negara. Selain itu, pejabat yang terkait dengan pelaksanaan Perppu juga tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana jika melaksanakan tugas dengan berdasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Menurut Yasonna, tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan Perppu ini akan tetap ditindak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dia mengatakan, pihak-pihak pelaksana Perppu tidak memilik kekebalan hukum tertentu.

Apabila ada bukti terkait dengan keputusan yang dibuat sengaja menguntungkan diri atau kelompoknya, maka dia akan tetap diproses di pengadilan dan ditindak secara hukum.

“Pasal 27 pada Perppu tersebut tidak berarti menghapus delik korupsi. Pasal 27 hanya memberi jaminan agar pelaksana Perppu tidak khawatir dalam mengambil keputusan karena kondisi saat ini memerlukan keputusan yang cepat," kata Yasonna.
Dia juga mengingatkan bahwa Presiden telah menetapkan Covid-19 sebagai bencana nasional. Karena itu, korupsi terhadap dana anggaran Covid-19 dapat ditindak sesuai dengan Pasal 2 UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menetapkan bahwa korupsi di kala bencana bisa dijatuhi hukuman mati.

Yasonna melanjutkan, klausul tidak dapat dituntut dalam Perppu No. 1 Tahun 2020 bukan hal baru dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Klausul ini juga pernah diatur dalam UU Pengampunan Pajak, UU Bank Indonesia, UU Ombudsman, UU Advokat, dan UU MD3.

“Bahkan, beberapa pasal di KUHP juga mengatur tentang sejumlah perbuatan yang tidak dipidana," katanya.

Di sisi lain, Yasonna juga membantah anggapan bahwa Perppu mengabaikan hak anggaran yang dimiliki oleh lembaga Dewan Perwakilan Rakyat. Dia mengatakan, Perppu ini tetap harus melalui persetujuan DPR sebelum ditetapkan menjadi Undang-undang.
"Saya justru mengapresiasi DPR yang sepaham dengan pemerintah untuk melihat pandemi virus corona sebagai bencana dan setuju bahwa ada kebijakan membantu rakyat yang mesti ditempuh pemerintah. Semangatnya sama, yakni untuk menjawab kebutuhan masyarakat secara cepat," katanya.

Selain itu, Yasonna juga menyebut bahwa Perppu No. 1 Tahun 2020 diterbitkan dengan pertimbangan kondisi yang genting dan memaksa. Pemerintah perlu mengambil tindakan penting dan membutuhkan dana besar yang mencapai Rp405,1 triliun sebagaimana disampaikan Presiden. Oleh karena itu, Perppu No. 1/2020 merupakan payung hukum bagi penyediaan anggaran yang sebelumnya tidak ada di APBN tahun ini.

"Anggapan anggaran ini tidak ada dasar hukumnya kurang tepat, karena Perppu Nomor 1/2020 hadir untuk alasan ini. Peraturan ini juga dibuat untuk memastikan pengambil keputusan tidak khawatir dan tetap dipagari agar tidak bisa korupsi. Semua ini dilakukan dengan pertimbangan kepentingan rakyat, bahwa keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyebut bahwa pemerintah memutuskan total tambahan belanja dan pembiayaan APBD untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp405,1 triliun. Total anggaran tersebut dialokasikan sebesar Rp110 triliun untuk jaring pengaman sosial, Rp75 trilun untuk belanja bidang kesehatan, Rp70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat, serta Rp150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.


#YasonaLaoly
#Menkum_HamPasti

Tuesday, May 12, 2020

Hak Terdakwa yang dinyatakan Bebas

Penjelasan Umum Poin 3 huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana(“KUHAP”).
“Kepada seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum, yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana dan atau dikenakan hukuman administrasi.”
Ganti kerugian adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam KUHAP.[1]
Sedangkan rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam KUHAP.[2]
Ganti Kerugian
Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena: [3]
1.    Penangkapan tidak sah;
2.    Penahanan tidak sah;
3.    Tindakan lain tanpa alasan undang-undang, seperti:
a.    Kerugian yang ditimbulkan pemasukan rumah;
b.    Penggeledahan yang tidak sah menurut hukum; dan
c.    Penyitaan yang tidak sah menurut hukum.
4.    Dituntut dan diadili tanpa alasan undang-undang;
5.    Penghentian penyidikan atau penuntutan.
Tuntutan ganti kerugian diajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan.[4]
Kami tidak mendapat penjelasan mengenai kasus adik Anda dan apa pertimbangan hakim sehingga memutuskan adik Anda bebas dari tuntutan. Terkait putusan bebas ini, adik Anda bisa saja menuntut ganti kerugian terkait “dituntut dan diadili tanpa alasan undang-undang”. Tuntutan ganti rugi atas dasar “dituntut dan diadili tanpa alasan undang-undang” merupakan alasan yang sangat luas. Berikut beberapa alasan terkaitsebagaimana kami kutip dari pendapat Yahya Harahap:[5]
1.    Surat Dakwaan Batal Demi Hukum
Apabila surat dakwaan tidak memuat semua unsur yang ditentukan dalam pasal pidana yang didakwakan atau tidak menyebut tempat dan waktu kejadian atau tidak merinci secara jelas peran dan tindakan yang dilakukan terdakwa dalam surat dakwaan, surat dakwaan tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b jo. Pasal 143 ayat (3) KUHAP. Berarti penuntut umum telah salah atau keliru menerapkan ketentuan Pasal 143 ayat (2) KUHAP.
2.    Dakwaan Jaksa Tidak Dapat Diterima
Misalnya penuntutan dan peradilan melanggar asasnebis in idem yang ditentukan dalam Pasal 76 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Demikian juga penuntutan dan peradilan yang dilaksanakan terhadap terdakwa atas tindak pidana aduan dengan cara melanggar ketentuan Pasal 72 KUHP. Penuntutan dan peradilan yang dilaksanakan kepada terdakwa dalam contoh-contoh tersebut merupakan kesalahan penerapan hukum. Dalam hal yang demikian memberi hak bagi terdakwa untuk menuntut ganti kerugian kepada pengadilan.
3.    Apa yang Didakwakan Tanpa Didukung Alat Bukti yang Sah
Terdakwa yang dituntut dan diadili tanpa didukung alat bukti yang sah sesuai dengan sistem pembuktian dan asas batas minimum pembuktian yang ditentukan dalam Pasal 183 KUHAP adalah merupakan penuntutan dan peradilan yang tidak sah menurut undang-undang.
Sekiranya seorang terdakwa dituntut dan diadili dalam pemeriksaan sidang pengadilan, kemudian ternyata apa yang didakwakan tidak dapat dibuktikan berdasar alat bukti yang sah, sehingga apa yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, dan terdakwa dibebaskan dari tuntutan pidana. Berarti terdakwa telah dituntut dan diadili tanpa dasar alasan hukum. Putusan pembebasan tersebut, menjadi dasar bagi terdakwa untuk mengajukan tuntutan ganti kerugian atas alasan telah dituntut dan diadili tanpa berdasarkan undang-undang.
4.    Apa yang Didakwakan Bukan Merupakan Kejahatan atau Pelanggaran
Jelas terjadi kesalahan atau kekeliruan penerapan hukum karena menuntut terdakwa atas perbuatan yang bukan tindak pidana. Apabila terdakwa dituntut dan diadili berdasar surat dakwaan tindak pidana, kemudian ternyata dari hasil pemeriksaan apa yang didakwakan bukan merupakan kejahatan atau pelanggaran, sehingga terdakwa dijatuhi putusan lepas dari segala tuntutan hukum, telah terjadi kekeliruan penerapan hukum atau terdakwa dituntut dan diadili tanpa berdasar alasan undang-undang.
5.    Apa yang Didakwakan Tidak Sesuai dengan Tindakan yang Dilakukan
Misalnya terdakwa didakwa melakukan tindak pidana pencurian. Padahal tindak pidana yang sebenarnya dilakukan adalah penadahan sedang penadahan itu sendiri tidak didakwakandalam penuntutan dan peradilan yang seperti ini jelas terjadi kekeliruan penerapan hukum.
6.    Kekeliruan Mengenai Orangnya
Contohnya peristiwa peradilan yang telah menghukum Sengkon dan Karta atas dakwaan kejahatan perampokan yang dibarengi dengan pembunuhan. Setelah kedua terdakwa menjalani hukuman lebih kurang dua tahun, barulah tertangkap dan diadili pelaku tindak pidana yang sebenarnya. Dalam kasus ini, penuntut umum telah menuntut dan menghukum orang yang bukan pelaku tindak pidana. Tegasnya telah terjadi kekeliruan mengenai orang yang dituntut dan diadili. Dengan demikian, memberi hak kepada orang yang bersangkutan untuk mengajukan tuntutan ganti kerugian atas alasan kekeliruan mengenai orang yang disidik dan diadili.
Kapan tuntutan ganti kerugian ini diajukan?
Tuntutan ganti kerugian hanya dapat diajukan dalam tenggang waktu 3 (tiga) bulan sejak putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap.[6]
Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian tersebut, ketua pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang bersangkutan.[7] Pemeriksaan ini mengikuti acara praperadilan. Putusan pemberian ganti kerugian berbentuk penetapan.[8]
Siapa bertanggungjawab?
Siapakah yang harus dituntut untuk membayar imbalan sejumlah uang ganti kerugian? Apakah oknum pejabat yang melakukan tindakan yang harus bertanggung jawab membayarnya ataukah tuntutan ditujukan dan dipertanggungjawabkan kepada negara? M. Yahya Harahap menjelaskan bahwa kalau sekiranya tuntutan ganti kerugian dipertanggungjawabkan kepada oknum pejabat, hal ini kurang tepat dan tidak efektif. Pembebanan pertanggungjawaban yang seperti ini akan mempengaruhi sikap aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya, karena dibayangi rasa takut akan dihadapkan membayar tuntutan ganti kerugian. Dan juga kurang efektif karena jika oknum pejabat yang dipertanggungjawabkan membayar tuntutan, dapat menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaan.[9]
Yahya Harahap mencontohkan, jika kebetulan yang melakukan tindakan yang tidak sah seorang kopral, dia tidak mampu untuk membayar, sehingga pemenuhan ganti kerugian sulit dilaksanakan karena kekayaan dan gaji yang diterimanya tidak memadai untuk melunasi tuntutan ganti kerugian yang dikabulkan Praperadilan atau Pengadilan Negeri. Oleh karena itu, untuk menghindari semua hambatan yang berhubungan dengan tuntutan ganti kerugian, adalah pantas untuk mempertanggungjawabkannya kepada negara. Pemerintah atau negara yang harus bertanggung jawab atas tindakan-tindakan yang dilakukan oleh aparatnya.[10]
Pengaturan mengenai penggantian dilakukan oleh negara ini dapat dilihat dalam Pasal 11 ayat (1) PP 27/1983, sebagai berikut:
“Pembayaran ganti kerugian dilakukan oleh Menteri Keuangan berdasarkan penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10”
Pembayaran ganti kerugian dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.[11]
Sebagai referensi, Anda dapat juga membaca artikelGanti Kerugian bagi Terdakwa yang Divonis Bebas.
Rehabilitasi
Pada dasarnya seseorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.[12]Rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam putusan pengadilan.[13] Amar putusan dari pengadilan mengenai rehabilitasi berbunyi sebagai berikut:[14]
"Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya".
M. Yahya Harahap menjelasakan bahwa tujuan dari rehabilitasi adalah sebagai sarana dan upaya untuk memulihkan kembali nama baik, kedudukan, dan martabat seseorang yang telah sempat menjalani tindakan penegakan hukum baik berupa penangkapan, penahanan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Padahal ternyata semua tindakan yang dikenakan kepada dirinya merupakan tindakan tanpa alasan yang sah menurut undang-undang.[15]
Misalnya dalam hal seorang terdakwa dituntut dan diperiksa di sidang pengadilan. Ternyata putusan yang dijatuhkan pengadilan terhadapnya berupa pembebasan atau pelepasan dari segala tuntutan hukum. Dalam putusan yang demikian, memberi hak kepada terdakwa untuk memperoleh rehabilitasi dari pengadilan yang bersangkutan.[16]
Pemulihan kembali nama baik dan martabat tersangka atau terdakwa di dalam pergaulan masyarakat sangat penting, guna menghapuskan cacat yang dideritanya akibat penangkapan, penahanan, atau penuntutan dan pemeriksaan pengadilan yang dilakukan terhadap dirinya. Rehabilitasi diharapkan sebagai upaya membersihkan nama baik dan harkat martabat tersangka atau terdakwa maupun keluarganya di mata masyarakat.[17]
Lebih lanjut mengenai rehabilitasi dapat dibaca dalam artikel Rehabilitasi.
Jadi pada dasarnya, adik Anda yang dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan, jika hingga putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dinyatakan bebas, maka adik Anda berhak atas ganti kerugian dan rehabilitasi.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Jakarta: Sinar Grafika, 2006.
[1] Pasal 1 angka 22 KUHAP
[2] Pasal 1 angka 23 KUHAP
[3] Pasal 95 ayat (1) KUHAP dan M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, hal. 53-58.
[4] Pasal 95 ayat (3) KUHAP
[5] M. Yahya Harahap, op. cit., hal 57-58.
[7] Pasal 95 ayat (4) KUHAP
[8] Pasal 96 ayat (1) KUHAP
[9] M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 39.

*Gerakan Satu untuk Tiga Nikmatnya Berbagi paspampres setiawaspada*



Komandan Paspampres Instruksikan Gerakan Satu untuk 3.

Ramadhan 1441 H kali ini harus kita IaIui dengan suasana yang berbeda, Ramadhan di tengah pandemi Covid-19 yang berdampak pada perekonomian  masyarakat, dikarenakan aktivitas ekonomi masyarakat mengalami pengurangan secara drastis. Dalam kondisi seperti ini tentu berdampak kepada minimnya pendapatan masyarakat.

Melihat situasi dan kondisi  seperti ini,  Komandan Paspampres Mayor Jenderal TNI Maruli Simanjuntak tergerak untuk ikut meringankan beban sebagian saudara kita dengan menginstruksikan

"Gerakan Satu untuk 3" yaitu Ajakan dan himbauan kepada seluruh anggota Paspampres untuk membantu minimal 3 orang yang kesusahan karena dampak Covid 19.

Bagi anggota Paspampres yang memiliki kemampuan lebih tentunya bisa memberikan lebih banyak lagi.

Hal ini dilakukan sebagai wujud kepedulian untuk ikut berbagi kepada masyarakat sekitar.


Skema Kepulangan Pekerja Imigran Indonesia




Pada bulan Mei dan Juni ini, diperkirakan kurang lebih 34.000 pekerja migran Indonesia yang kontraknya berakhir, dan mereka akan pulang ke Indonesia. Para pekerja tersebut di antaranya berasal dari daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Sumatra Utara, Lampung, hingga Bali.

Pemerintah menyiapkan pintu masuk bagi mereka melalui sejumlah jalur. Melalui jalur udara di Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan Ngurah Rai, jalur laut melalui Pelabuhan Benoa dan Tanjung Priok, serta melalui Batam dan Tanjung Balai bagi pekerja migran dari Malaysia.

Skema kepulangan mereka harus melalui protokol kesehatan yang ketat dan diikuti dengan kesiapan fasilitas karantina yang diperuntukkan bagi para pekerja migran Indonesia tersebut.


Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mencatat sedikitnya 734 Warga Negara Indonesia (WNI) terpapar Covid-19 di luar negeri sesuai data per Minggu 10 Mei 2020. Para WNI tersebut tersebar di 33 negara/teritori dan 20 kapal pesiar.

"Hingga kemarin, 10 Mei 2020 terdapat 734 kasus yang terpapar Covid-19," kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Senin 11 Mei 2020.
Dari angka tersebut, Menlu Retno juga merincikan ada sebanyak 321 orang dilaporkan masih dalam perawatan, 372 telah sembuh dan 41 meninggal dunia.
Sebagai bentuk antisipasi dan penanganannya, kata Retno, Kemenlu berkoordinasi dengan perwakilan RI di luar negeri dan otoritas negeri/teritori negara setempat guna memastikan semua WNI yang terpapar mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak sesuai peraturan setempat.

Selain itu, guna meringankan WNI yang paling terdampak dan paling memerlukan, pemerintah juga telah dan akan terus memberikan bantuan sembako dan bantuan kebutuhan kesehatan lain kepada para WNI.

"Semua bantuan ini tentunya dilakukan sesuai situasi negara setempat dan dengan menghormati peraturan yang berlaku di negara tersebut," kata dia.
Hingga Minggu 10 Mei 2020, Retno merincikan ada 375.165 paket sembako dan barang alat medis lainnya telah diberikan kepada WNI yang rentan dan sangat membutuhkan.

"Di Malaysia, 334.369 sembako telah didistribusikan. Kami ucapkan terimakasih kepada organisasi masyarakat Indonesia di Malaysia yang telah bahu membahu dengan perwakilan dalam penyediaan dan pendistribusian sembako,” ungkap Menlu seperti dirilis liputan6.com.

Kemudian di Timur Tengah ada 19.083, wilayah Eropa 3.350, wilayah Asia dan Pasifik (selain Malaysia) 5.240, wilayah Amerika 13.015 dan di wilayah Afrika 105 bantuan yang telah diserahkan. Dalam hal ini, Retno juga mengakui bahwa besarnya kasus perlindungan WNI di luar negeri selama COVID-19 ini belum pernah terjadi sebelumnya.

Kendati demikian, pemerintah dan seluruh Perwakilan telah dan akan terus meningkatkan upaya perlindungan semaksimal mungkin. Kemenlu juga memberikan apresiasi kepada beberapa komunitas masyarakat Indonesia di luar negeri yang telah sedia bergotong-royong meringankan beban satu sama lain.
"Dalam hal ini, saya sangat mengapresiasi inisiatif berbagai komunitas masyarakat Indonesia di luar negeri untuk bahu-membahu bersama Perwakilan RI dalam memberikan bantuan kepada saudara-saudara kita yang paling rentan dan paling terdampak Covid-19,” 

Surat Mas Wisnu 3, Berdamai dengan Covid




Negara-negara yang sudah mencapai puncak pandami seperti Korea Selatan dan Thailand berupaya berdamai dengan Covid-19. Sejumlah aturan yang semula ketat dilonggarkan dengan penerapan protokol kesehatan secara disiplin.

Di Eropa, negara-negara di luar Inggris menerapkan pelonggaran aturan untuk berdamai dengan Covid-19. Di Swedia, tanggung jawab diserahkan kepada masing-masing orang dewasa untuk bersikap dewasa, tidak menyebarkan kepanikan dan rumor.

Bagaimana dengan Indonesia?
Menjalankan normal baru dalam hidup berdampingan dengan Covid-19 adalah bagian dari exit strategy menghadapi pandemi sampai vaksin ditemukan.

Dicky Budiman, Epidemilog dari Griffith University Australia mengatakan, ada perbedaan signifikan yang harus dilakukan utamanya menyangkut kesehatan individu dan komunitas.

Beraktivitas tanpa nongkrong atau kumpul-kumpul, menggunakan transportasi publik dengan sejumlah pembatasan dan penerapan sejumlah protokol kesehatan akan jadi hal yang umum dan normal.

Hidup berdamai dengan Covid-19 sampai vaksin ditemukan ini membuat kebingungan juga mereda ketika mendapati beragam informasi di tengah ketidakpastian ini.

Sebagai contoh, setelah pemerintah menyatakan ada pelambatan pesat jumlah kasus positif Covid-19, pada data yang diumumkan 9 Mei 2020, lonjakan jumlah kasus terjadi. Hari itu, didapatai 533 kasus baru atau tertinggi sejak Covid-19 didapati di Indonesia, 2 Maret 2020

Untuk naik turunnya jumlah positif Covid-19, pemerintah mengatakan hal ini dimungkinkan terjadi bahkan meskipun nanti Indonesia sudah melewati puncak pandemi.

Hidup berdamai dengan Covid-19 adalah normal baru dan sikap paling realistis di tengah ketidakpastian dan banyaknya hal di luar kendali kita.

Berdamai bukan menyerah tetapi bersikap sewajarnya sebagai respons yang muncul dari sikap hening berkesadaran.

Tidak panik atau bingung berlebihan, tetapi juga bukan sembrono mengabaikan. Ancaman ada di sekitar, tetapi kita bisa berupaya mencegah dan meminimalkan ancaman.

Saya berharap, perilaku baru kita terkait protokol kesehatan dalam menghadapi Covid-19 menjadi kebiasaan baik dan bisa kita jalankan dengan ringan tanpa paksaan.

Panjang umur kebiasaan-kebiasaan baik yang dijalankan dengan kesadaran.

Salam sadar,

Menghadirkan Tersangka didepan umum, mengabaikan asas Presumption of innocence.



Gaya baru penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penetapan tersangka sekaligus menghadirkan tersangka di depan publik saat konperensi pers menuai kritik dari kalangan parlemen. Selain hal baru yang tak lazim sejak KPK berdiri, praktik mempertontonkan tersangka korupsi dinilai mengabaikan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence).

Anggota Komisi III DPR Arsul Sani, salah satu orang yang mengkritik tindakan KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri. “Ketika Anda (Firli, red) mengumumkan tersangka dan proses hukumnya dimulai itu benar, tidak masalah. Cuma menghadirkan tersangka ada catatan. Tidakkah itu pelanggaran asas presumption of innocence?” 

Untuk itu, Arsul meminta KPK agar mempertimbangkan kembali soal gaya baru mengumumkan nama tersangka berikut menghadirkan orangnya. Dia menerangkan seorang tersangka dalam hukum acara pidana belum tentu dianggap bersalah sepanjang belum dibuktikan di pengadilan. Terlebih, UU No. 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) memberi peluang KPK menghentikan penyidikan sebuah perkara.

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ini mengaku sempat protes kepada Kapolri dalam penanganan kasus pembunuhan seorang hakim. Pasalnya, saat pengumuman tersangka, pihak kepolisian mempertontonkan sang istri yang diduga membunuh hakim yang tak lain suaminya. Bagi Arsul, tindakan Polri itu pun melanggar asas praduga tak bersalah.

Dalam penindakan tindak pidana korupsi (tipikor) memang membutuhkan ketegasan. Namun sebuah ketegasan dalam pemberantasan tipikor tidak kemudian melanggar asas praduga tak bersalah yang sudah menjadi prinsip universal dalam penanganan tindak pidana di dunia.


KEBIJAKAN PIMPINAN DAERAH MEMBANGUN KABUPATEN KONSERVASI

Komitmen politik pemerintah daerah untuk membangun Kabupaten Lampung Barat berdasarkan prinsip-prinsip konservasi tampak pada visi dan misi ...