Gaya baru penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penetapan tersangka sekaligus menghadirkan tersangka di depan publik saat konperensi pers menuai kritik dari kalangan parlemen. Selain hal baru yang tak lazim sejak KPK berdiri, praktik mempertontonkan tersangka korupsi dinilai mengabaikan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence).
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani, salah satu orang yang mengkritik tindakan KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri. “Ketika Anda (Firli, red) mengumumkan tersangka dan proses hukumnya dimulai itu benar, tidak masalah. Cuma menghadirkan tersangka ada catatan. Tidakkah itu pelanggaran asas presumption of innocence?”
Untuk itu, Arsul meminta KPK agar mempertimbangkan kembali soal gaya baru mengumumkan nama tersangka berikut menghadirkan orangnya. Dia menerangkan seorang tersangka dalam hukum acara pidana belum tentu dianggap bersalah sepanjang belum dibuktikan di pengadilan. Terlebih, UU No. 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) memberi peluang KPK menghentikan penyidikan sebuah perkara.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ini mengaku sempat protes kepada Kapolri dalam penanganan kasus pembunuhan seorang hakim. Pasalnya, saat pengumuman tersangka, pihak kepolisian mempertontonkan sang istri yang diduga membunuh hakim yang tak lain suaminya. Bagi Arsul, tindakan Polri itu pun melanggar asas praduga tak bersalah.
Dalam penindakan tindak pidana korupsi (tipikor) memang membutuhkan ketegasan. Namun sebuah ketegasan dalam pemberantasan tipikor tidak kemudian melanggar asas praduga tak bersalah yang sudah menjadi prinsip universal dalam penanganan tindak pidana di dunia.
No comments:
Post a Comment