Apriyan Sucipto

Apriyan Sucipto
Rimba Raya

Friday, June 12, 2020

Zaman Tiga Negara

Dinasti Han mengalami kemerosotan sejak tahun 100 karena kaisar-kaisar penguasa yang tidak cakap memerintah dan pembusukan di dalam birokrasi pemerintahan. 

Beberapa pemberontakan petani pecah sebagai bentuk ketidakpuasan rakyat terhadap kekaisaran. Namun ketidakmampuan kaisar lebih parah dipergunakan oleh para kasimuntuk mengkonsolidasikan kekuasaan di tangan mereka. Penghujung Dinasti Han memang adalah sebuah masa yang didominasi oleh pemerintahan kasim.
Sejak Kaisar Hedi, kaisar-kaisar selanjutnya naik tahta pada masa kanak-kanak. Ini menyebabkan tidak ada pemerintahan yang stabil dan kuat karena pemerintahan dijalankan oleh kasim-kasim dan keluarga kaisar lainnya yang kemudian melakukan kudeta untuk menyingkirkan kaisar yang tengah beranjak dewasa guna melanggengkan kekuasaan mereka. Ini menyebabkan lingkaran setan yang kemudian makin memperburuk situasi Dinasti Han. Pada penghujung dinasti Han muncul pemberontakan selendang kuning atau yang lebih dikenal dengan Pemberontakan Serban Kuning, yang dipimpin oleh Zhang Jiao beserta antek-anteknya mereka menduduki wilayah Yu Zhou, Xu Zhou, Yan Zhou. Tepatnya dulu menduduki kota-kota Ping Yuan, Wan, Xu Chang, Ye, Xiao Pei, Shou Chun. Untuk menumpas pemberontakan yang muncul maka pemerintah dinasti Han menobatkan He Jin sebagai Jendral besar sekaligus perdana menteri. Selama kurang lebih 8 tahun, He jin masih tidak dapat menumpas pemberontakan.

Kelaliman Perdana Menteri Dong ZhuoSunting

Tiga Negara
NegaraCao WeiDong WuShu Han
Ibu kotaLuoyangJianyeChengdu
Kaisar
· Kaisar pendiri
· Kaisar terakhir
5 kaisar
Cao Pi
Cao Huan
4 kaisar
Sun Quan
Sun Hao
2 kaisar
Liu Bei
Liu Chan
Berdiri220222221
Runtuh265280263
Pada tahun 189, sesaat setelah Kaisar Lingdimangkat, para menteri kemudian merencanakan untuk membunuh Jenderal He Jin, paman dari anak Kaisar Lingdi, Liu Bian. Ini dimaksudkan untuk mencegah He Jin mendudukkan Liu Bian sebagai kaisar pewaris tahta. Rencana ini diketahui oleh He Jin yang kemudian segera melantik Liu Bian sebagai pewaris tahta dengan gelar Shaodi pada April 189. Selain itu, He Jin juga memerintahkan Dong Zhuo untuk kembali ke ibu kota Luoyang untuk menghabisi para menteri serta kasim yang ingin merebut kekuasaan itu. Sebelum Dong Zhuo sampai, He Jin sudah dibunuh dahulu oleh para menteri di dalam istana.
Yuan Shao kemudian mengambil inisiatif menyerang istana dan memerintahkan pembunuhan sebagian menteri dan kasim yang dituduh berkomplot merebut kekuasaan kekaisaran. Namun, menteri lainnya menyandera Kaisar Shaodi dan adiknya Liu Xie ke luar istana. Dong Zhuo mengambil kesempatan ini untuk memusnahkan kompolotan menteri tadi dan menyelamatkan kaisar. Dengan kaisar di bawah pengaturannya, Dong Zhuo kemudian memulai kelalimannya.
Dong Zhuo mulai menyiapkan strateginya untuk mengontrol kekuasaan kekaisaran di Tiongkok dengan membatasi wewenang kekuasaan Kaisar Shaodi. Ia lalu menghasut Lu Bu untuk membunuh ayah angkatnya, Ding Yuan dan merebut seluruh kekuatan militernya untuk memperkuat diri sendiri. Yuan Shao juga diusir olehnya dari Luoyang. Ia membatasi wewenang para menteri dan memusatkan kekuasaan di tangannya, setelah itu, Kaisar Shaodi diturunkan dari tahta untuk kemudian digantikan oleh adiknya Liu Xie yang menjadi kaisar dengan gelar Xiandi pada September 189. Sejarahwan beranggapan bahwa momentum ini adalah awal Zaman Tiga Negara.
Yuan Shao kemudian menghimbau para jenderal penguasa daerah untuk melawan kelaliman Dong Zhuo. Usahanya membawa hasil 11 batalyon militer beraliansi untuk melakukan agresi ke Luoyang guna menumbangkan rezim Dong Zhuo. Yuan Shao memimpin aliansi yang kemudian dinamakan sebagai Tentara Pintu Timur. Dong Zhuo merasa takut dan membunuh bekas kaisar Shaodi, membumi-hanguskan dan merampok penduduk Luoyang, menyandera Kaisar Xiandi dan memindahkan ibu kota ke Chang'an.
Dalam pelariannya, Dong Zhuo diserang oleh Cao Cao dan Sun Jian yang tergabung dalam Tentara Pintu Timur, tetapi sayang karena ada kecemburuan di dalam aliansi menyebabkan tidak ada bantuan dari jenderal lainnya yang tidak ingin melihat keberhasilan mereka berdua. Aliansi ini kemudian bubar dan Dong Zhuo meneruskan kelalimannya di Chang'an.
Akhirnya, pada tahun 192, menteri istana bernama Wang Yun bersama Lu Bu menghabisi nyawa Dong Zhuo di Chang'an. Ini mengakibatkan bawahan Dong Zhuo, Li Jue menyerang istana dan membunuh Wang Yun serta mengusir Lu Bu. Li Jue melanjutkan kelaliman pemerintahan Dong Zhuo.

Berkuasanya raja-raja perangSunting

Setelah Dong Zhuo berhasil dijatuhkan, Dinasti Han makin melemah karena kehilangan kewibawaan kekaisaran. Melemahnya kekuasaan istana menyebabkan para gubernur dan penguasa daerah memperkuat diri sendiri dan menjadi raja kecil di wilayah mereka. Ini menyebabkan munculnya rivalitas antar raja-raja perang satu wilayah dengan wilayah lainnya. Raja perang yang terkenal dan kuat pada masa ini adalah:

Peperangan Guandu dan penyatuan utaraSunting

Di antara mereka, kekuatan Cao Cao dan Yuan Shao berkembang paling pesat dan menyebabkan peperangan di antara mereka tidak dapat dihindari. Cao Cao pada tahun 197 menaklukkan Yuan Shu, lalu Lu Bu pada tahun 198 serta Liu Bei setahun selanjutnya. Tahun 200, Yuan Shao memulai ekspansi wilayah ke selatan, tetapi berhasil dipukul mundur oleh Cao Cao. Yuan Shao kemudian memutuskan untuk memimpin sendiri kampanye militer ke selatan dan berpangkalan di Yangwu. Cao Cao juga mundur ke Guandu untuk melakukan kampanye defensif. Di sini, kekuatan di antara mereka berimbang selama setengah tahun sampai akhirnya Cao Cao melakukan serangan mendadak dan memusnahkan seluruh persediaan logistik Yuan Shao. Yuan Shao kemudian mundur karena moral prajurit yang rendah setelah kekalahan yang menentukan itu. Ini adalah peperangan Guanduyang terkenal itu.
Setelah kekalahannya di Guandu, Yuan Shao beberapa kali mencoba melakukan serangan kepada Cao Cao namun gagal. Tahun 202, Yuan Shao meninggal, menyebabkan perebutan kekuasaan antara putranya, Yuan Tan dan Yuan Shang. Cao Cao mengambil kesempatan ini untuk menaklukkan Yuan Shang dan membunuh Yuan Tan. Yuan Shang kemudian mencari perlindungan kepada suku Wuhuan di utara yang mendukung Yuan Shao. Atas nasihat Guo Jia, Cao Cao menyerang Wuhuan dan membunuh pemimpinnya. Yuan Shang dalam pelariannya mencari perlindungan kemudian dibunuh oleh Gongsun Kang yang takut diserang Cao Cao bila memberikan suaka kepada Yuan Shang.
Tahun 207, Cao Cao secara resmi mempersatukan wilayah utara Tiongkok dan merencanakan ekspansi ke wilayah selatan.

Kampanye militer ke selatan dan peperangan ChibiSunting

Tahun 208, Cao Cao melakukan kampanye militer ke selatan tepatnya ke Prefektur Jingzhou yang saat itu dikuasai oleh Liu Biao. Liu Biao meninggal sebelum Cao Cao tiba. Liu Zong, anak Liu Biao yang menggantikan ayahnya menyerah kepada Cao Cao. Liu Bei yang saat itu berlindung kepada Liu Biao melarikan diri ke Jiangling, tetapi berhasil dipukul mundur lebih lanjut ke Xiakou.
Sun Quan mengutus penasihatnya Lu Sumengunjungi Liu Bei menanyakan keadaannya. Zhuge Liang kemudian mewakili Liu Bei mengajukan penawaran aliansi kepada Sun Quan. Aliansi Sun-Liu terbentuk untuk menahan serangan Cao Cao. Zhou Yu dan Cheng Pu memimpin tentara Sun dan berhasil memukul mundur tentara Cao Cao dengan strategi api. Peperangan berlokasi di daerah Chibi dan terkenal sebagai pertempuran Chibi.

Liu Bei menduduki Prefektur YizhouSunting

Cao Cao yang kalah perang kemudian mengalihkan perhatian ke wilayah barat. Cao Cao menyerang Hanzhong yang dikuasai Zhang Lu. Penguasa di Xiliang kemudian melakukan perlawanan pada tahun 211 karena takut menjadi target Cao Cao selanjutnya. Ma Chao yang memimpin perlawanan ini dikalahkan Cao Cao dan mengasingkan diri. Setelah tahun 215, Cao Cao telah berhasil menguasai seluruh wilayah utara dan barat Tiongkok.
Kemenangan aliansi Sun-Liu membuahkan perpecahan di antara mereka. Mereka mulai memperebutkan Jingzhou yang ditinggalkan Cao Cao. Perebutan ini dimenangkan oleh Sun Quan, yang melakukan serangan militer ke selatan Jingzhou di bawah pimpinan Zhou Yu. Zhou Yu berencana melanjutkan ekspansi militer ke Prefektur Yizhou yang dikuasai Liu Zhang, tetapi ia meninggal dalam perjalanan. Lu Su yang menggantikannya menghentikan rencana ini dan meminjamkan Jingzhou kepada Liu Bei untuk pangkalan militer sementara untuk menahan kemungkinan serangan Cao Cao.
Saat ini, Liu Zhang mengundang Liu Bei untuk membantu Yizhou melawan kemungkinan ekspansi Cao Cao bila berhasil menduduki Hanzhong. Liu Bei berangkat menuju Yizhou meninggalkan Guan Yu menjaga Jingzhou. Perseteruan Liu Bei dan Liu Zhang pecah pada tahun 212, Liu Bei lalu menduduki Chengdu dan memaksa Liu Zhang menyerahkan kekuasaan Yizhou kepadanya.

Tiga negara terbentukSunting

Tahun 216, Cao Cao mengangkat diri sebagai Raja Wei. Setahun kemudian, Liu Bei menyerang Hanzhong yang saat itu dikuasai Cao Cao. Pengkhianatan dari dalam dan kampanye militer Sun Quan di wilayah tengah menyebabkan Cao Cao terpaksa harus mundur dari Hanzhong. Liu Bei juga mengangkat diri menjadi Raja Hanzhong pada tahun 219.
Tahun yang sama, Guan Yu memimpin pasukan menyerang Cao Cao, tetapi Lu Meng melakukan serangan dari belakang secara mendadak ke Jingzhou. Guan Yu berhasil ditangkap dan dibunuh oleh Lu Meng. Tahun 220, Cao Cao meninggal dunia dan digantikan oleh putranya Cao Pi. Cao Pi memaksa Kaisar Xiandi menyerahkan tahta kekaisaran lalu mendirikan Negara Wei dan bertahta dengan gelar Wendi. Setahun kemudian, Liu Bei yang mendukung kelanjutan Dinasti Han mengangkat diri sebagai kaisar dengan gelar Zhaoliedi.
Sun Quan menyatakan tunduk kepada Wei dan diangkat sebagai Raja Wu oleh Cao Pi. Tahun 221juga, Liu Bei menyerang Sun Quan dengan tujuan membalaskan dendam Guan Yu, tetapi berhasil dipukul mundur oleh Lu Xun dan meninggal pada tahun 223Liu Chan kemudian menggantikan sang ayah menjadi kaisar dengan gelar Xiaohuaidi. Sepeninggal Liu Bei, Sun Quan kembali bersekutu dengan Liu Chan untuk menahan pengaruh Cao Cao. Tiga negara resmi berdiri dan tidak akan ada satupun negara dapat menaklukkan negara lainnya selama kurun waktu 40 tahun.

Runtuhnya negara Shu HanSunting

Sepeninggal Liu Bei, negara Shu Han melakukan ekspansi wilayah ke timur laut Shu. tepatnya kota Chang An yang dipimpin oleh Cao Hong dan Sima Yi sebagai penasihatnya. Ini dilakukan untuk mengurangi kemungkinan diserang dari belakang saat pelaksanaan gerakan ofensif terhadap Wei di utara. Setelah wilayah di belakang ( maksudnya daerah di Yun Nan, yang dikuasai suku bar-bar) berhasil ditenangkan, Shu Han melakukan 5 kali penyerangan ke utara di bawah pimpinan Zhuge Liang dalam kurun tahun 227 sampai 234, mulai dari Tian Shui sampai Wu Zhang dan yang berhasil dikuasai Shu Han hanya Tian Shui saja.
Zhuge Liang meninggal pada peperangan di tanah Wu Zhang atau dikenal dengan peperangan Wu Zhang Plains, dimana Zhuge Liang sebenarnya menggunakan Ba Zhen Du sebagai ilmu sihir tingkat tingginya, tetapi oleh Wei Yan, perwira Shu Han digagalkannya akibat pengaruh dari Sima Yi. tahun 234 lalu digantikan oleh Jiang Wei yang meneruskan ekspedisi ke utara, tetapi tidak menghasilkan kemenangan yang mutlak. Liu Chan yang tidak cakap memimpin mempercayakan jalannya pemerintahan kepada menteri kesayangannya Huang Hao. Jiang Wei yang mengajukan mosi tidak percaya kepadanya, malah dituduh berkhianat kepada negara. Ini menyebabkan Wei kemudian berhasil mematahkan pertahanan Hanzhong dan menyerang sampai ke Chengdu, ibu kota Shu Han. Liu Chan menyerahkan diri kepada Wei dan negara Shu Han resmi runtuh pada tahun 263.

Berdirinya Dinasti JinSunting

Tahun 265, menteri negara Wei, Sima Yan merebut kekuasaan dari keluarga Cao dan mendirikan negara Jin, beribu kota di Luoyang. Ia bertahta dengan gelar Kaisar Wudi. Jin kemudian merencanakan penaklukan negara Wu yang saat itu sedang kacau sepeninggal Sun Quan pada tahun 251. Tahun 279, penyerangan Wu dilancarkan dan Jin berhasil menaklukkan Wu tanpa perlawanan berarti karena moral prajurit yang rendah. Sebab utama kekalahan Wu adalah pemerintahan lalim dari kaisar Sun Hao.
Tahun 280, Tiongkok dengan resmi dipersatukan di bawah Dinasti Jin yang kerap disebut sebagai Jin Barat oleh sejarahwan. Dinasti ini akan berkuasa sampai tahun 420 sebelum Tiongkok kembali terpecah-pecah karena lemahnya kekaisaran dan serangan suku-suku barbar dari utara.

Bumi tidak akan pernah kosong dari Penegak Kebenaran (Al Hujjah)

(Bukan Cerita Silat Lanjutan... Pendekar Manja)

Jum'at berkah.

Imam Ali berkata kepada Kumail bin Ziyad al-Nakha'i:
 "Bumi tidak akan kosong dari penegak kebenaran (hujjah) karena Allah. Dia kadangkala tampak dan dikenal, namun kadang tersembunyi dan tertutupi agar kebenaran-kebenaran dan bukti-bukti Allah tidak sirna.


Berapa banyak dan di manakah mereka? Demi Allah, mereka adalah orang yang jumlahnya sedikit, tetapi paling agung kedudukannya."

(Faidh Kasyani, Sufi Abad 17 Masehi, dalam kitab Al-haqa'iq fi Mahasin al-Ahlaq, Bab Keutamaan ilmu. Sumber utama kitab ini adalah Al-Qur'an, Hadits, hujjah para Imam, dan kitab Ihya Ulumuddin karangan Imam Ghazali.)

Thursday, June 11, 2020

“Walaupun tidak lahir pada hari, tanggal, bulan dan tahun yang sama, kami berharap untuk mati bersama” Sumpah Kebun Persik.




Dalam kenyataannya, Liu BeiGuan Yu dan Zhang Fei tidak bersumpah menjadi saudara angkat, walau disebutkan bahwa mereka sering berbagi tempat tidur, dan memperlakukan satu sama lain seperti saudara. Guan Yu juga setahun lebih tua daripada Liu Bei bukan lebih muda seperti dalam Kisah Tiga Negara.




Kisah ini menginspirasikan perkumpulan rahasia di komunitas masyarakat Cina, seperti Triad yang menggunakan ritual yang sama. 

Kata-kata “Walaupun tidak lahir pada hari, tanggal, bulan dan tahun yang sama, kami berharap untuk mati bersama” 

menjadi frasa yang populer di kalangan mereka, intisari dari Kisah Sumpah Kebun Persik ini adalah, Persahabatan, Kesetiaan, Kerelaan, dan Keberanian, untuk bersama sama berjuang mewujudkan apa yang sudah di cita-cita kan.


BAGAIMANA “HUKUM” BEKERJA? [episode 2]


(Sebuah draf naskah sinetron. Nama, tempat, dan peristiwa hanya rekaan belaka)


Keterangan Sandra di hadapan petugas piket dan penyidik:

“Jadi begini Pak: sekitar jam 6 saya bangun tidur, terus langsung sholat. Setelah mandi, saya langsung berangkat ke minimarket. Memang sih, sebelum sampai di minimarket, saya sempat mampir  sarapan nasi uduk di warung Mak Ichi di Pasar Kecamatan. Setiba di minimarket, sekitar jam 7 pagi, saya langsung ke arah rolling door untuk membuka gembok. Nah, kaget saya Pak… batang gemboknya sudah lepas. Langsung saya teriak: Jok.. Jok.. Jokooo…!“

Keterangan Joko di hadapan penyidik:
“Saya sedang pasang standar motor di halaman minimarket, lalu Saya lihat Sandra teriak di dekat rolling door sambil nunjuk gembok yang sudah rusak. Waktu itu saya langsung minta Sandra nelpon Ko Abun. Sewaktu Sandra menelpon, saya foto kondisi gembok yang sudah rusak itu pake HP. Selanjutnya, foto gembok itu saya upload ke Facebook. Ini Pak fotonya… (dalam foto itu tampak wajah Joko dengan mata sayu. Sedangkan foto gemboknya hampir tak tampak)“

Keterangan Ko Abun di hadapan penyidik:
“Sejak semalam perasaan saya memang tidak enak Pak, seperti firasat buruk kalo hari ini saya bakal dapat kerugian. Waktu pagi tadi Sandra telepon, tiba-tiba saja badan saya merinding, dan benar aja: saya kemalingan. Tadi, sewaktu di jalan menuju kantor Polsek, sudah saya hitung jumlah kerugian: 10 Kg beras premium = 160 rebu + 10 bungkus susu = 760 rebu + 12 kaleng dencis = 240 rebu + telur 2 karton = 60 rebu + Chiki 7 bungkus = 77 rebu + 4 kotak tusuk gigi: 24 rebu. Jadi total barang yang dimaling itu nilainya 1 juta 321 rebu. Itu belum termasuk harga gembok yang rusak. Saya beli gembok itu 80 rebu. Belum lagi kerugian saya karena minimarket hari ini tutup. Rata-rata keuntungan saya dari minimarket adalah 3 juta/hari. Jadi, total kerugian saya sebenarnya 4 juta 401 rebu Pak…”

Setelah selesai diperiksa, Ko Abun dan kedua pegawainya dipersilakan untuk pulang. “Dalam waktu dua-tiga hari ke depan, segera kami kabarkan perkembangan perkaranya ya Ko…” Ujar seorang petugas sambil mengantar Ko Abun menuju pagar Kantor Polsek. Sekilas, tampak Ko Abun menyelipkan sesuatu ke kantong celana petugas itu.

Hari berganti. Minimarket Indohoy mulai beroperasi kembali. Di Kantor Polsek Kecamatan Kadung Susah, Kanit Reskrim telah menunjuk Bripka Soleh untuk menangani Laporan Polisi Ko Abun, dkk. Bripka Soleh, di antara rekan sejawat, dikenal sebagai penyidik yang punya integritas dan tanpa kompromi. Walaupun usianya sudah 35 tahun, tapi dia belum menikah. Menurut pengetahuan rekan-rekannya, alasan Bripka Soleh belum menikah dikarenakan takut akan mengganggu pengabdiannya pada Negara. Selain dikenal taat beribadah, beredar kabar jika Bripka Soleh juga memiliki berbagai kemampuan supranatural.

----------bersambung------------

Jenderal Berjanggut Merah dan Indah dari Zaman Tiga Negara (Guan Yu)

Guan Yu (Hanzi: 關羽) (160 - 219) adalah seorang jenderal terkenal dari Zaman Tiga Negara. Guan Yu dikenal juga sebagai Kwan Kong, Guan Gong, atau Kwan Ie, dilahirkan di kabupaten Jie, wilayah Hedong (sekarang kota Yuncheng, provinsi Shanxi), ia bernama lengkap Guan Yunchang atau Kwan Yintiang.



Guan Yu merupakan jenderal utama Negara Shu Han, ia bersumpah setia mengangkat saudara dengan Liu Bei (kakak tertua) dan Zhang Fei (adik terkecil).
Pada masa Pemberontakan Sorban Kuning, tepatnya tahun 188, tiga orang rakyat jelata bertemu di kabupaten Zhuo. Mereka adalah Liu Bei, Guan Yu dan Zhang Fei, yang memiliki hasrat yang sama untuk berjuang membela negara dan mengembalikan ketentraman bangsa Tiongkok yang sedang bergejolak. Tak lama, mereka bertiga bersumpah sehidup semati untuk menjadi saudara di kebun persik yang terletak di halaman belakang rumah milik Zhang Fei. Liu Bei sebagai kakak tertua, diikuti dengan Guan Yu dan Zhang Fei.

Guan Yu bertempur bersama Liu Bei dan Zhang Fei dalam menumpas Pemberontakan Sorban Kuning. Tak lama, semenjak negeri Tiongkok dikuasai oleh Dong Zhuo, Liu Bei dan kedua saudaranya bergabung dalam angkatan perang Gongsun Zan. Gongsun sendiri saat itu ikut dalam suatu koalisi penguasa daerah yang menentang Dong Zhuo. Dong menempatkan Hua Xiong untuk menjaga celah Sishui. Hua Xiong seakan tidak terkalahkan setelah membunuh 4 perwira pasukan koalisi, yaitu Bao Zhong, Zu Mao, Yu Shen dan Pan Feng. Guan Yu yang hanya seorang pemanah berkuda menawarkan diri untuk mengalahkan Hua Xiong. Saat tak ada pemimpin koalisi yang percaya, Guan Yu berjanji untuk memberikan kepalanya apabila gagal. Guan Yu kembali dengan kepala Hua Xiong saat anggur merah–yang dituang Cao Caosebelum Guan Yu pergi–masih hangat.

Dikenal sebagai seorang jendral yang tangguh, Guan Yu dibujuk Cao Cao untuk menjadi pengikutnya saat ketiga bersaudara tercerai berai karena kejatuhan Xuzhou dan XiapiZhang Liao, seorang jendral Cao Cao dan kawan lama Guan Yu mencoba membujuk sang jendral untuk menyerah. Guan Yu bersedia atas dasar 3 kondisi :

Guan Yu takluk kepada kekaisaran Han, bukan kepada Cao Cao.

Kedua istri Liu Bei harus dilindungi dan diberi penghidupan yang layak

Guan Yu akan segera meninggalkan Cao Cao setelah tahu keberadaan Liu Bei

Dengan kondisi itu, Guan Yu dapat menyerah tanpa melanggar sumpah saudara. Cao Cao dengan gembira menyanggupinya. Bahkan Guan Yu diberi banyak hadiah, yang hampir semuanya ia kembalikan ke Cao Cao kecuali kuda merah, kuda andalan yang sebelumnya dimiliki oleh Lu Bu.

Saat bertempur melawan Yuan Shao di Pertempuran Baimajin, Cao Cao menugaskan Guan Yu untuk melawan 2 jendral besar Yuan, yaitu Yan Liang dan Wen Chou. Guan berhasil membinasakan keduanya dan mengakibatkan hubungan Yuan Shao dan Liu Bei–yang saat itu berlindung pada Yuan Shao–memburuk. Liu Bei akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Yuan Shao. Pada saat yang bersamaan, Guan Yu yang mengetahui di mana Liu Bei memutuskan meninggalkan Cao Cao dan melakukan perjalanan untuk bertemu saudaranya. Cao Cao tak dapat menahannya dan akhirnya membiarkan Guan Yu pergi.

Dalam perjalanan tersebut, Guan Yu semakin terkenal karena ia berhasil melewati 5 kota Cao Cao dan membunuh 6 perwira yang menghalanginya. Diawali dengan mengawal kereta yang membawa kedua isteri Liu Bei melewati celah Dongling (sekarang: FengFeng, provinsi Henan), Guan dihentikan oleh Kong Xiu yang menolak memberi izin tanpa surat resmi dari Cao Cao. Guan Yu tak memiliki pilihan lain selain membunuhnya.

Selanjutnya Guan Yu tiba di luar kota Luoyang. Gubernur kota itu, Han Fu membawa 1000 prajurit untuk menghalangi Guan Yu. Asisten Han Fu, Meng Tan maju untuk berduel dengan Guan Yu. Ia mencoba menjebak Guan Yu, tetapi kuda Guan Yu lebih cepat dan Meng Tan tewas terbelah golok Guan Yu. Saat itu Han Fu berhasil memanah lengan Guan Yu. Tanpa takut, Guan Yu mengejar Han Fu dan menebasnya.

Saat melewati celah Sishui (sekarang: Xingyang, provinsi Henan), penjaga celah tersebut, Bian Ximemimpin 200 anak buahnya untuk menjebak Guan Yu di sebuah kuil. Salah seorang pendeta memperingati Guan Yu yang berhasil mengatasi jebakan dan membunuh Bian Xi.

Wang Zhi, gubernur Xingyang mencoba jebakan yang sama. Berpura-pura baik kepada Guan Yu, ia menempatkan Guan Yu di sebuah tempat peristirahatan. Malamnya ia menyuruh Hu Ban, anak buahnya, untuk membakar tempat tersebut. Ternyata ayah Hu Ban (Hu Hua) pernah menitipkan surat pada Guan Yu, yang disampaikan Guan Yu kepada Hu Ban. Hu Ban lalu membocorkan rencana Wang Zhi dan membantu Guan Yu melarikan diri. Saat dikejar, Guan Yu berhasil membunuh Wang Zhi.

Akhirnya rombongan Guan Yu tiba di tepi selatan sungai Kuning. Saat hendak menyebrang sungai, Qin Qi yang berusaha menghalangi, menemui ajalnya di ujung golok Guan Yu.

Selama perjalanan tersebut, Guan Yu juga berhadapan dengan Xiahou Dun yang tetap tidak ingin memberi jalan pada Guan Yu sampai Zhang Liao menyampaikan padanya pesan Cao Cao untuk mengizinkan Guan Yu pergi. Saat itu Liu Bei sudah pindah ke Runan. Di akhir perjalanan, Guan Yu bertemu Zhang Fei yang murka pada Guan Yu karena menduga ia telah berkhianat. Guan akhirnya bisa membuktikan dengan mengalahkan Cai Yang yang mengejarnya demi membalaskan dendam atas terbunuhnya Qin Qi, keponakannya.
Sangharama Bodhisattva adalah gelar atau sebutan lain untuk jendral ini. Jenderal yang sangat gagah dan setia ini menjadi pengikut Buddha setelah bertemu dengan seorang bhiksu bernama Pu Jing di gunung Yuquan. Saat itu arwahnya sedang menuntut balas atas perbuatan para jendral Wu yang memenggal dirinya. Ia berteriak "kembalikan kepalaku!!" Bhiksu Pu Jing lalu berkata, "Kepada siapakah Yan Liang, Wen Chou, dan para panglima lain yang kepalanya kau tebas berteriak?" Guan Yu lalu sadar dan berlindung kepada Sang Triratna dan Dhamma. Keberadaan Bhiksu Pu Jing sendiri disebutkan dalam sejarah dan tempat gubuknya berdiri di gunung Yuquan sekarang menjadi kuil Yuquan.
Guan Yu bernama lengkap Yunchang (bernama asli Changsheng), berasal dari Hedong dan pernah menjadi buron di distrik Zhuo. Saat Liu Bei mengumpulkan pasukan di desanya, Guan Yu dan Zhang Fei membantunya untuk melawan para pemberontak. Liu Bei kemudian diangkat menjadi Gubernur Pingyuan, sedangkan Guan Yu dan Zhang Fei sebagai walikota. Mereka bertiga tinggal bersama dalam satu atap bagaikan saudara. Saat Liu Bei membunuh Che Zhou, gubernur Xuzhou, dia memerintahkan Guan Yu untuk mengatur pemerintahan kota Xiapi, sedangkan ia mengatur di Xiaopei.

Pada tahun ke-5 JianAn (200 M), Cao Cao menguasai wilayah Liu Bei dan Liu Bei mencari suaka pada Yuan Shao. Cao Cao berhasil menangkap Guan Yu dan mengangkatnya menjadi perwira, dengan pangkat Pian Jiangjun (Letnan Jendral). Yuan Shao mengirim jendralnya Yan Liang untuk menyerang Liu Yan di Baima, dan Cao Cao membalas dengan mengirimkan Zhang Liaosebagai panglima pelopor. Guan Yu yang melihat payung kebesaran Yan Liang langsung memburunya dan membunuh Yan Liang. Ia membawa kepala Yan Liang sedangkan pasukan Yuan Shao mundur dari pertempuran. Guan Yu dianugerahi gelar Hanshou Tinghou (MarquisHanshou).

Awalnya Cao Cao merasa puas dengan Guan Yu tetapi lama kelamaan tahu bahwa Guan Yu ragu untuk menetap. Akhirnya ia memerintahkan Zhang Liao untuk menemui dan membujuknya. Jawab Guan Yu, "Saya sangat memahami penghormatan yang diberikan Cao Cao, namun jendral Liu (Bei) juga telah memperlakukan saya dengan baik maka saya bersumpah untuk mati bersamanya dan tak akan mengkhianatinya. Saya tak akan tinggal di sini selamanya, tetapi saya mau menorehkan jasa besar sebelum pergi untuk membayar kebaikan Cao Cao." Zhang Liao menjelaskan hal itu kepada Cao Cao yang terkesan dengan kebaikannya. Melihat Guan Yu membunuh Yan Liang, Cao Cao mengerti Guan Yu akan segera meninggalkannya, maka ia segera membanjirinya dengan hadiah. Guan Yu menyegel semua hadiah itu sambil menyerahkan surat pengunduran diri sebelum pergi menyusul Liu Bei. Cao Cao mencegah anak buahnya mengejar sambil berkata "Semua punya tuannya masing-masing, janganlah kita memburunya."

Tak lama Liu Bei bergabung dengan Liu Biao. Saat Liu Biao meninggal, Cao Cao mengamankan Jingzhou dan Liu Bei harus mengungsi ke selatan. Liu Bei mengutus Guan Yu membawa beberapa ratus kapal untuk menemuinya di Jiangling. Cao Cao mengejar sampai ke jembatan Changban sehingga Liu Bei harus menyeberanginya untuk bertemu Guan Yu dan bersamanya pergi ke Xiakou. Sun Quan mengirim pasukan untuk membantu Liu Bei bertahan dari Cao Cao, hingga Cao Cao menarik mundur pasukannya. Liu Bei kemudian menentramkan wilayah Jiangnan, mengadakan upacara penghormatan korban perang, mengangkat Guan Yu sebagai gubernur Xiang Yang dan menggelarinya Dangkou Jiangjun (Jendral yang Menggentarkan Penjahat). Guan Yu ditempatkan di utara sungai Kuning.

Saat Liu Bei menentramkan Yizhou, dia mengutus Guan Yu untuk menjaga Jingzhou. Guan Yu mendapat kabar Ma Chao menyerah. Karena ia belum pernah berkenalan, maka ia mengirim surat pada Zhuge Liang, "Siapa yang dapat menandingi kemampuan Ma Chao?" Untuk menjaga perasaan Guan Yu, Zhuge Liang menjawab, "Ma Chao sangat pandai dalam seni literatur dan seni perang, lebih kuat dan berani dari kebanyakan orang, seorang pahlawan yang dapat menandingi Qing atau Peng dan dapat menjadi tandingan Zhang Fei yang hebat, tetapi dia bukan yang dapat menandingi Sang Jendral Berjanggut Indah" (yaitu Guan Yu). Guan Yu bangga membaca surat itu dan menunjukkannya pada tamu-tamunya yang hadir.

Guan Yu pernah terkena panah pada lengan kirinya, walaupun lukanya sembuh, tetapi tulangnya masih terasa sakit terutama pada saat hawa dingin ketika hujan turun. Seorang tabib bernama Hua Tuo berkata "Ujung panahnya diberi racun, dan telah menyusup ke dalam tulang. Penyembuhannya dengan cara membedah lengan dan mengikis tulang yang terinfeksi racun sebelum menjadi parah di kemudian hari." Guan Yu langsung menyingsingkan lengan baju dan meminta sang tabib menyembuhkannya. Saat dibedah, Guan Yu makan dan minum dengan perwiranya walaupun darah terus mengucur dari lengannya. Selama proses itu berlangsung, Guan Yu menengguk arak, bersenda gurau dan bermain Weiqi(GO) melawan Ma Liang seperti biasa.

Tahun ke-24 Jian An (219), Liu Bei mengangkat diri menjadi Raja Hanzhong dan mengangkat Guan Yu menjadi Qian Jiangjun (Jendral Garis Depan). Pada tahun yang sama, Guan Yu memimpin tentaranya untuk menyerang Cao Ren di benteng Fan. Cao Cao mengirim Yu Jin untuk membantu Cao Ren. Saat itu musim dingin dan hujan turun teramat derasnya sehingga meluapkan air sungai Han. Akhirnya ketujuh pasukan yang dipimpin Yu Jin seluruhnya hanyut. Yu Jin menyerah pada Guan Yu yang lalu mengeksekusi Pang De. Perampok daerah Liang yaitu Jia dan Lu direkrut oleh Guan Yu untuk membantunya dalam pertempuran tersebut. Sejak itu nama Guan Yu terkenal di seluruh dataran Tiongkok.

Cao Cao lalu mendiskusikan dengan para pembantunya apakah relevan untuk memindahkan ibukota negara ke Xudu untuk menghindari pertempuran dengan pasukan Guan Yu yang terkenal kuat. Sima Yi menolak ususlan itu dan mengusulkan hal lain. Dia memperkirakan bahwa Sun Quan juga tidak akan membiarkan Guan Yu meraih kemenangan berikutnya, oleh sebab itu Sima Yi menyusun strategi dan mengirim utusan kepada Sun Quan, memohon agar pasukannya menyerang pasukan Guan Yu dari belakang dan sebagai imbalan maka Sun Quan akan mendapatkan Jiangnan—hal ini juga bertujuan agar pasukan di benteng Fan akan bergabung juga dengan Sun Quan untuk memperkuat aliansi. Cao Cao akhirnya menerima usulan ini.

Perseteruan antara Guan Yu dan Sun Quan pada awalnya terjadi ketika Sun Quan mengirimkan utusan ke Guan Yu untuk mengungkapkan keinginannya mempersunting anak perempuan dari Guan Yu untuk dipersandingkan dengan anak laki-lakinya. Tetapi Guan Yu menghina utusan tersebut dan menolak proposal yang diajukan. Sun Quan sangat marah dan merasa terhina dengan penolakan itu dan menyimpan dendam terhadap Guan Yu. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh Sima Yi untuk memperlemah posisi Guan Yu.

Disamping itu ada juga hal lain yang turut memperlemah posisi Guan Yu dalam peperangan ini. Mi Fang, Gubernur Nanjun di kota Jiangling dan Jenderal Fu Shiren, yang bertugas di Gong An, yang menjadi bagian dari pasukan Guan Yu merasa Guan Yu tidak pernah menganggap mereka. Bahkan sejak terakhir kalinya Guan Yu mengirimkan pasukan ke medan perang, Mi Fang and Fu Shiren hanya ditugaskan untuk menjaga suplai persediaan makanan dan senjata di garis belakang dan tidak terlibat sama sekali dalam setiap peperangan. Isu tersebut terdengar oleh Guan Yu dan dia memutuskan akan menjatuhkan hukuman kepada mereka setelah kembali dari medan perang. Mendengar berita itu, Mi Fang and Fu Shiren sangat ketakutan. Sun Quan menggunakan kesempatan ini untuk menggoyahkan loyalitas mereka dengan memerintahkan pasukan mereka untuk menyerah, dan akhirnya hal itu terjadi, sehingga pasukan Wubisa menguasai daerah tersebut. Cao Cao lalu mengutus Xu Huang untuk membantu Cao Rendalam mempertahankan benteng Fan dari gempuran pasukan Guan Yu; Guan Yu tidak berhasil dalam misinya untuk menaklukkan Cao Cao dan akhirnya mundur, akan tetapi pasukan Sun Quan telah menguasai Jiangling dan menyandera istri-istri dan anak-anak dari pasukan Guan Yu. Hal ini membuat perpecahan di dalam pasukan Guan Yu. Akhirnya Sun Quan mengirimkan jenderal-jenderalnya untuk menangkap Guan Yu dan kemudian menghukum mati Guan Yu beserta anaknya Guan Ping di Lingju.

Dian Lue: Ketika Guan Yu mengepung kota Fan, Sun Quan mengirim utusan untuk membantu. Ia memerintahkan utusan itu untuk tidak terburu-buru, tetapi mengirimkan pegawai sipil berpangkat tinggi kepada Guan Yu. Guan Yu kesal dengan keterlambatan itu, apalagi saat itu ia sudah menangkap Yu Jin sehingga ia mencela "Jika kalian gurita kecil berani menyerang kota Fan, tidakkah kau pikir saya dapat menghancurkan kau?"

Pei Song Zhi: Hamba pikir walaupun Shu dan Dongterlihat akur, tetapi terdapat kecurigaan berlebihan antara keduanya akan kepentingan satu sama lainnya. Ini sebabnya mengapa Sun Quan diam-diam menyerang Guan Yu. Menurut Lu Meng Zhuan (Biografi Lu Meng) : "Pasukan gerilya telah disiapkan dalam kapal besar dan rakyat jelata yang menyamar sebagai pedagang diperintahkan untuk mengayuh kapal tersebut." Jika memang ada niat baik untuk membantu dari pihak Wu, mengapa Sun Quan merahasiakan pasukan itu?

(7)Shu Ji (Buku Shu): Guan Yu dan Xu Huang adalah teman dekat dan saling berkomunikasi walau terpisah jarak yang jauh. Namun mereka hanya membicarakan hal-hal sepele yang tidak berhubungan dengan urusan kemiliteran. Saat bertempur, Xu Huang berteriak "Siapa yang dapat mengambil kepala Guan Yu akan dihadiahkan seribu keping uang emas!" Guan Yu terkejut dan bertanya "Kakak, mengapa kau berbicara seperti itu?" Jawab Xu Huang,"Ini adalah urusan negara."

(8)Shu Ji (Buku Shu): Sun Quan memerintahkan pasukannya untuk menyerang dan menangkap Guan Yu serta putranya, Guan Ping. Sun Quan ingin keduanya hidup-hidup sebagai tameng serangan Shu dan Wei. Tetapi anak buahnya berdalih "Membiarkan sarang serigala sama saja mengasuh bencana di kemudian hari. Cao Cao telah mengalaminya,sampai harus memindahkan ibukotanya. Bagaimana mungkin kita membiarkannya hidup?" Maka, Guan Yu dan putranya dihukum mati.

Pei Song Zhi: Hamba ingin menegaskan Buku Wu, yang mengatakan Sun Quan mengirimkan jendral Pan Zhang untuk menghambat jalur larinya Guan Yu yang kemudian dieksekusi mati di tempat. Jarak antara Lin Ju dan Jiangling sekitar 200 sampai 300 mil, sehingga Guan Yu tidak mungkin dibiarkan hidup sampai Sun Quan dan perwiranya selesai berdebat apakah perlu melepaskannya. Pernyataan "Sun Quan ingin keduanya hidup-hidup sebagai tameng serangan Shu dan Wei" adalah tidak benar. Wu Li (Buku Kronologis Negeri Wi) mengatakan "Sun Quan mengirim kepala Guan Yu ke Cao Cao saat perwiranya menyiapkan pemakaman yang layak bagi sisa jasadnya."

Guan Yu dianugerahi gelar anumerta Zhuangzhou Hou (Marquis Zhuangzhou). Putranya, Guan Xingmenggantikannya. Guan Xing, bernama lengkap Anguo, jarang mempertanyakan perintah sehingga amat disukai oleh perdana menteri Zhuge Liang. Guan Xing diangkat menjadi Shizhong (Ajudan Istana) dan Zhongjiangjun (Jendral Pasukan Utama/Tengah) saat kesehatannya menurun. Beberapa tahun kemudian ia wafat dan digantikan putranya, Guan Tong sebagai Huben Zhonglang Jiang (Jendral yang memiliki Kelincahan Macan). Guan Tong wafat tanpa memiliki keturunan laki-laki.

(9)Shu Ji (Buku Shu): Saat Guan Yu bertolak ke kota Fan, ia bermimpi seekor babi hutan menggigit kakinya. Yu Zi Ping berkata "Kau akan hancur pada tahun ini, dan tidak akan kembali bangkit."

(10)Shu Ji (Buku Shu): Putra Pang De, Pang Hui bertempur di bawah Zhong Hui dan Deng Ai untuk menghancurkan Shu. Saat merebut Shu, ia membinasakan seluruh anggota keluarga Guan yang masih hidup.

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Catatan_Sejarah_Tiga_Negara

Eko Sulistyo : Masker, Politik dan Fashionista


Di era pandemi Covid-19, masker wajah menjadi sarana untuk mencegah penyebaran Covid-19.  Namun di tangan desainer mode, masker tidak hanya sebagai penutup wajah untuk melindungi dari virus, tapi menjadi tren mode yang memiliki personal “style” sendiri.  Adapun di Amerika Serikat (AS), masker adalah simbol politik yang merepresentasikan tindakan politik tentang cara menghadapi Covid-19 diantara pendukung kubu liberal dan konservatif.

Dalam artikel di APNews.com, 8 Mei 2020, “Face masks make a political statement in era of coronavirus”, Presiden Donald Trump telah menolak untuk memakai masker dalam beberapa kesempatan. Trump meyakini citra dan peluang terpilih kembali bisa rusak jika mengenakan masker karena akan dianggap lebih peduli dengan kesehatan masyarakat daripada pemulihan ekonomi. Sebaliknya, mantan Wakil Presiden Joe Biden menyebut Trump "bodoh" karena menyerah pada perilaku "palsu maskulin" daripada mengenakan masker.

Bagi para pendukung Trump, menolak mengenakan masker adalah sikap untuk menunjukkan seorang Republikan, dan keinginan membuka kembali kegiatan ekonomi negara. Sementara bagi pendukung liberal, tindakan pencegahan yang maksimal dan penguncian lebih lama akan memperlambat penyebaran virus. Pengenakan masker dan perdebatan “kesehatan versus ekonomi” menjadi aspek baru dalam perang budaya di Amerika Serikat sejak negeri ini dinyatakan terinfeksi Covid-19.

Sejak dunia dilanda Covid-19, banyak negara telah memberlakukan penggunaan masker kepada warganya di tempat umum.  Hal ini untuk mencegah transmisi tetesan virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.  Meski efektifitasnya masih diperdebatkan, namun masker telah menjadi bagian dari perubahan gaya hidup selain cuci tangan dan menjaga jarak fisik dalam beradaptasi dengan Covid-19.

Berbeda dengan para politisi, kini para desainer mode mulai merancang tampilan masker sebagai bagian dari tren mode yang memiliki kreatifitas seni.  Mereka melihat peluang pasar dari tren masker yang bisa mendatangkan keuntungan di tengah pandemi. Mereka seolah mendekronstruksi pendapat bahwa wajah yang terbuka mewakili modernitas dan pembebasan dari agama, patriarki, atau yang lainnya.

Seperti ditulis The Economist dalam dua artikelnya di edisi 30 Mei 2020, “Masks and covid-19” dan “Paris masked”, ada fakta yang menarik bahwa pasar masker berkembang baik di pusat mode dunia di Paris. Sejak pemerintah Perancis mewajibkan pengenakan masker di tempat umum pada 11 Mei, Paris yang elegan dan memiliki cita rasa tinggi telah mengganti masker bedah warna biru pucat dengan tampilan menyesuaikan “coronavirus chic”.

Masker hitam kemudian menjadi salah satu tren mode di kawasan modis ibukota Perancis. Ketika Presiden Emmanuel Macron mampir di sebuah sekolah mengenakan masker biru tua dengan bendera Perancis kecil di sudutnya, pabrikannya dibanjiri permintaan pesanan. Kini banyak model masker edisi terbatas di Paris dengan garis-garis Breton, simbol gaya militer Perancis terjual habis dalam hitungan menit.

Sekarang banyak negara dimana pemerintahnya mengharuskan orang mengenakan masker ketika berada di ruang publik. Banyak orang berpikir masker melindungi mereka dari hal-hal buruk di udara. Namun dalam kasus Covid-19, penularan virus disebabkan oleh tetesan (droplets) dan bukan penularan melalui udara.   Orang yang paling mungkin terinfeksi adalah yang telah melakukan kontak signifikan dengan seseorang yang terinfeksi. 

Masker menahan tetesan pernapasan yang membawa virus, sehingga berisiko lebih aman.  Dalam masa normal, pemerintah harus melakukan test uji kepada masyarakat secara acak untuk mendapatkan bukti kuat sebelum memutuskan kebijakan baru di bidang kesehatan.  Tapi karena bukan waktu yang normal, dan kebutuhan akan kecepatan membuat itu tidak mungkin.

Keberhasilan negara-negara Asia Timur dalam mengendalikan Covid-19, telah mendukung argumen penggunaan masker. Di Jepang dengan budaya memakai masker paling kuat di dunia, berhasil menjadi salah satu negara dengan tingkat infeksi Covid-19 terendah di dunia.  Di banyak kota di Asia Timur, masker telah dipakai selama bertahun-tahun untuk melindungi dari polusi atau penyakit.

Di Barat, mengenakan masker seperti asing. Tapi di semua negara dimana masker menjadi kebiasaan umum, epidemi Covid-19 dapat ditekan cepat.  Seperti ditulis Alfred W. Crosby (2003), “America's Forgotten Pandemic: The Influenza of 1918”, masker juga menjadi simbol patriotisme dan berperan menekan pandemi flu Spanyol 1918 dan 1919 di AS.  Poster-poster dicetak dengan gambar laki-laki dan anak-anak dengan seruan, “Gunakan sapu tangan dan lakukan bagianmu untuk melindungiku!". 

Kini masker tidak hanya menjadi pelindung wajah yang dianjurkan untuk mencegah infeksi Covid-19. Selain di Paris, di Ibukota Lithuania, Vilnius, pada awal Mei juga berlangsung pekan mode khusus sesuai masa Covid-19 (The Jakarta Post, 6/5/2020). Tanpa catwalk, hanya papan iklan dan tidak ada kostum mewah yang dipajang, kecuali hanya masker wajah.  Dua puluh satu papan iklan tersebar di sekitar kota Warisan Dunia UNESCO menampilkan foto-foto pria, wanita dan anak-anak mengenakan masker sebagai bagian dari "Mask Fashion Week".

Masker bisa tampil kreatif dalam industri fashion dan gaya hidup baru selama pandemi.

----------
Penulis adalah Sejarawan dan Deputi di Kantor Staf Presiden (2015-2019).

KEBIJAKAN PIMPINAN DAERAH MEMBANGUN KABUPATEN KONSERVASI

Komitmen politik pemerintah daerah untuk membangun Kabupaten Lampung Barat berdasarkan prinsip-prinsip konservasi tampak pada visi dan misi ...