Apriyan Sucipto

Apriyan Sucipto
Rimba Raya

Thursday, July 9, 2020

Apa perbedaan antara komika, pelawak, dan badut?



Saya kira komika, pelawak, dan badut itu sama saja. Mereka tak sekadar merupakan pintu keluarnya sebuah lelucon. Mereka juga media untuk mengungkapkan perasaan tak senang.

Di masyarakat Jawa di masa silam, misalnya, mereka bagaikan jalan arteri, ketika tak banyak jalan tol bagi rakyat kecil untuk mengeluh tentang keadaan.

Setidaknya, begitulah yang dilukiskan oleh Soemarsaid Moertono dalam risalahnya yang terkenal, State and Statecraft in Old Java.

Dalam studinya tentang Kerajaan Mataram dari abad ke-16 sampai ke-19, Soemarsaid menyinggung bagaimana lelucon rakyat bisa jadi petunjuk “perasaan tidak senang” masyarakat.

Di lingkungan yang tampaknya membisu karena orang takut bicara, kata-kata tajam tapi padat bisa digubah. Pantun dan sajak menjadi sejenis nyanyian jalanan, yang diteriakkan berbalas-balasan.

Pantun-pantun jenaka itu, kata Soemarsaid Moertono, “kadang-kadang tidak begitu jelas artinya”, tapi “menyatakan apa yang merupakan kepentingan rakyat biasa ketika itu."
.
Mungkin karena itulah dalam masyarakat Jawa, badut dan pelawak secara tradisional mempunyai kekebalan tertentu terhadap hukum.

Kejenakaan dan, kadang-kadang, ucapan pedas mereka, mengenai suatu situasi yang berlaku, dibiarkan. Tak ada yang gusar. Tak ada yang dipanggil petugas, apalagi ditangkap.

Dua tokoh dalam arak-arakan Grebeg yang dibuat oleh raja-raja Yogya dan Surakarta, tokoh cantang balung, berpakaian aneh dan bertingkah menggelikan di tengah prosesi yang khidmat. Togog dan Mbilung dalam pewayangan pun hanyalah sebuah kejenakaan belaka.

Dalam masyarakat yang beku, mau tak mau selalu ada yang mencoba mendapatkan celah untuk mengalirkan perasaan yang tersimpan. Mungkin, sadar atau tak sadar, para penguasa pun membutuhkan semacam obat.
.
"Tiap orang membutuhkan obatnya sendiri,” kata Raja Henry VIII yang kemudian termasyhur sebagai pemenggal para permaisuri, ketika ia mendengar seorang pengkhotbah yang mengkritiknya keras.

Sumber : ndorokakung.com

Bung Karno Mencari dan Menemukan Tuhan


KETIKA seseorang sedang dirundung masalah yang sangat berat dalam hidupnya, tidak ada yang sanggup menenangkan hati dan pikirannya kecuali dengan mendekatkan diri kepada Tuhan semesta alam.

Sebagai manusia biasa, Koesno Sosro Soekarno atau yang lebih dikenal dengan Soekarno atau Bung Karno, pemimpin besar revolusi, proklamator kemerdekaan Indonesia, juga kerap menghadapi masalah.

Salah satu masalah besar yang sangat mengguncang hidupnya adalah saat dia memulangkan istrinya Siti Oetari ke rumah orangtuanya. Untuk pertama kalinya, Bung Karno gagal membangun rumah tangga.

Saat tengah dirundung masalah itulah Bung Karno menemui Haji Agus Salim yang tengah berkunjung ke Bandung. Saat itu, Bung Karno ingin bertukar pikiran soal pergerakan kemerdekaan dengan Agus Salim.

Namun diskusi melebar hingga membahas soal agama dan Allah. Siraman rohani tokoh Islam jempolan ini sangat dibutuhkan Bung Karno yang jiwanya sedang kering akibat masalah cintanya kepada Oetari.

Tetapi dalam perkembangannya, Bung Karno malah terlibat saling berbantah dengan Agus Salim soal pengertian Allah. Pembicaraan antar keduanya dilakukan hingga larut malam, namun tanpa titik temu. "Saya belum tahu betul tentang Allah, tapi saya merasa pasti bahwa Allah yang tuan 'gambarkan' itu tidak cocok dengan pendapat saya," demikian kata Soekarno mengakhiri perdebatan mereka.

Melihat sikap Soekarno yang keras kepala, Agus Salim hanya bisa menggelengkan kepala. Dia lalu berdoa, semoga Allah SWT menerangi pemikiran Soekarno yang tengah mencari Tuhan nya sendiri.

Hasil diskusi dengan Agus Salim membuat jiwa Soekarno muda makin penasaran dan berusaha lebih keras mencari jawaban tentang sosok Tuhan. Dia lalu menemui seorang pastor Katolik Van Lith.

Diskusi dengan pemimpin besar umat Katolik itu sekali lagi berujung debat kusir. Sikap Soekarno yang keras bahkan membuat sang pastor marah dan mengecapnya sebagai seorang pemuda durhaka. "Kau ini orang durhaka, Kau ini orang durhaka, berani menjelekkan Tuhan," kata sang pastor geram. Namun dijawab candaan oleh Bung Karno, "Tuhan akan mengampuni saya," balas Soekarno yang makin membuatnya dongkol.Bagi Soekarno, kebesaran Tuhan bukan hanya soal yang baik-baik saja. Tetapi juga segala yang buruk. Namun, bagi pastor Van Lith, segala yang buruk bukan bersumber dari Tuhan, melainkan dari iblis.

Upaya Bung Karno mencari Tuhan tidak berhenti sampai di situ. Dia lalu terjun ke desa-desa, keluar masuk kampung mencari Tuhan. Berharap menemukan Nya di tempat berdebu, seperti ungkapan Leo Tolstoy.

Bung Karno Mencari dan Menemukan Tuhan

Namun di tempat itu dia tidak mendapatkan apa-apa. Tuhan yang dicarinya tidak pernah ada. Dia pun mulai berpaling kepada buku-buku yang mengulas soal kebatinan dan mendapatkan petunjuk.

Melalui bacaanya atas Bibel, Alquran, Hinduisme dan Budhaisme, pelan-pelan kesadaran Soekarno soal Tuhan mulai terbangun. Namun, dia tetap merasa belum menemukan Tuhan yang dicarinya.

Saat itu, dia teringat dengan ungkapan Goethe yang menyatakan, siapa yang masih berdaya tandanya dia masih kesasar. Merasa yag dicarinya sia-sia, Soekarno tampak putus asa dan mulai menyerah.

Saat dalam perasaan lelah itulah, Tuhan datang menghampirinya. Dia pun mengingat kembali masa-masa bertemu Oetari, hingga diminta adik Tjokroaminoto, yakni Abikoesno untuk kawin gantung.

Pernikahan itu dilangsungkan saat Soekarno masih berusia 18 tahun, dan Oetari berusia 14 tahun. Keduanya pun mengaku tidak pernah tidur bersama sebagai pasangan suami istri seperti orang menikah.

Namun begitu, keduanya saling menyayangi. Tetapi sayang keduanya saling bertolak belakang. Sayang Soekarno kepada Oetari lebih sebagai adiknya, karena melihat Tjokroaminoto sudah seperti bapaknya.

Seperti diungkapkan sendiri oleh Soekarno kepada ibunya. "Saya mencintai dia sampai hari ini, tapi ibu, cinta kami bukan cintanya suami-istri, tetapi cinta sebagai dua saudara," ungkap Soekarno.

Usai mengingat berbagai peristiwa yang terjadi di masa lalu bersama Oetari, Soekarno juga mengingat peristiwa awal perkenalan bapak dan ibunya di Bali, lalu menikah dan lahir lah dia di Surabaya.

Dari berbagai peristiwa
info.sejarahDari berbagai peristiwa itu, pemikiran Soekarno tentang Tuhan mulai terbuka. Menurutnya, semua peristiwa yang terjadi di alam semesta ini, dan yang dialaminya sendiri adalah sesuai kehendak Tuhan.Pergumulan batinnya mulai menemui titik terang. Soekarno telah menemukan Tuhan nya. Tuhan yang ditemukan Soekarno adalah dalang yang mengatur jagat alam raya beserta seluruh isinya.

Tuhan dalam pengertian Soekarno bukan yang hanya berada di tempat suci, tetapi juga di tempat berdebu. Bentuknya bukan berhala, batu, apalagi kayu. Tuhan yang ditemukan Soekarno tidak berwujud.

Bung Karno Mencari dan Menemukan Tuhan

Tuhan yang ditemukan Soekarno adalah Tuhan milik semua agama dan manusia. Pencarian Soekarno pun tidak sia-sia, meskipun dia harus mendapat cap keras kepala dari Agus Salim dan durhaka dari Van Lith.

Setelah menemukan Tuhan yang dicarinya, kesedihan Soekarno pun mulai berangsur hilang. Setiap langkahnya dalam pergerakan pun semakin mantap. Soekarno memainkan perannya dengan sempurna.

Demikian uraian pendek Cerita Pagi kali ini diakhiri. Semoga apa yang dialami Soekarno dalam mencari Tuhan dapat memberikan dampak positif kepada para pembaca.

Sumber Tulisan:
Im Yang Tjoe, Soekarno sebagi Manoesia, Boekhandel Ravena Solo, 1933, ditulis kembali oleh Peter A Rohl, Panta Rei, Januari 2008.
Bob Hering, Soekarno Bapak Indonesia Merdeka, Sebuah Biografi 1901-1946, Hasta Mitra, Jakarta 2003.

BAGAIMANA “HUKUM” BEKERJA? [episode 20]

(Sebuah draf naskah sinetron. Nama, tempat, dan peristiwa hanya rekaan belaka)


Rekonstruksi perkara Misno sudah selesai dilaksanakan. Catatan proses rekonstruksi, termasuk dokumen visual, sedang digarap oleh Bripda Herman untuk dilampirkan dalam berkas perkara. Masa penahanan Misno memasuki hari ke-39, itu artinya penyidik punya waktu 21 hari lagi untuk menyelesaikan berkas perkara sesuai petunjuk jaksa.

Di belakang kantor Polsek, pada sebuah kantin yang tak seberapa luas, tampak Bobby sedang ngopi bareng Bripka Soleh. Mereka duduk saling berhadapan di sebuah meja kayu tanpa alas. Botol kecap, wadah sambal, asbak, bungkus rokok, minyak kayu putih, masker, hand sanitizer, dan beberapa benda lainnya berserakan di atas meja itu. “Sudah beres berkas perkara Misno?” Bobby bertanya kepada Soleh sambil mengoles tengkuknya dengan minyak kayu putih.

“Mudah-mudahan minggu ini sudah P-21.” Jawab Soleh terbatuk-batuk karena tersedak asap rokoknya.

“Serius bener Ko Abun ngawal perkara ini ya?” Selidik Bobby.

“Kurang paham saya Bang, Kanit yang lebih tahu.” Soleh menjawab tak acuh.

“Untuk perkara seperti ini, seharusnya penyidik diberi kewenangan yang besar untuk melakukan diskresi.”

“Ancaman pidananya lumayan Bang. Tidak mungkinlah kami lebih mengedepankan pertimbangan atau keyakinan pribadi atas perkara ini.”

“Saya pikir mungkin saja. Ada sebuah prinsip dalam hukum islam tentang menilai suatu masalah berdasar pertimbangan kemanfaatan yang dibandingkan dengan kemudaratannya. Coba kamu bayangkan Leh: kerugian yang nyata dari korban pencurian mungkin sekitar 2 sampai 3 juta. Biaya penyidikan bisa jadi lebih dari itu. Belum lagi biaya yang dikeluarkan oleh Negara untuk kami mendampingi perkara ini. Atau berapa biaya yang dikeluarkan oleh Negara untuk memberi makan Misno selama menjalani masa hukuman. Atau lebih jauh, coba kamu bayangkan dampak ekonomi maupun psikologis yang akan menimpa keluarga Misno ke depan. Ah, penegakan hukum memang kadang terasa asing dan aneh. Semestinya ada norma yang mengatur pendekatan persuasif kepada korban; sepanjang kerugiannya telah diganti dan korban menerimanya dengan suka rela maka perkara bisa dihentikan.” Demikian Bobby menyatakan opininya.

“Abang tentu lebih ngerti, kalo kita sebagai penyidik tidak fokus pada kerugian, tapi pada perbuatan Tersangka. Selain itu, bila perkara ini dihentikan, tidak ada jaminan  kalo Misno gak bakal mencuri lagi.”

“Tidak ada jaminan juga bila diberi hukuman penjara maka Misno gak bakal mencuri lagi.” Bobby menyela. “Tapi setidaknya, bila untuk perkara seperti ini ada ruang untuk dihentikan, maka ada 2 orang anak kecil yang secara psikologis bisa diselamatkan. Atau paling tidak, bila hukum tetap harus bekerja untuk memberi sanksi, kerja-kerja sosial dapat dijadikan opsi untuk sanksinya. Yah, seharusnya penjara tidak dijadikan opsi utama dalam proses pemidanaan.” Tegas Bobby sambil melempar rokok sekenanya karena api rokok itu hampir menyentuh kulit jarinya.

Bripka Soleh diam, seperti malas menanggapi. Punggungnya didorong pelan ke sandaran kursi dengan kaki diselonjorkan. Sepasang burung dara bercengkrama di halaman kantin polsek, sesekali mengeluarkan kotorannya. Bunga anggrek yang tergantung di tiang penyangga atap, bergoyang terhembus angin. Bobby mengeluarkan Vitamin C dari ranselnya, lalu dicecapnya. “Semuanya 32 ribu Pak.” Suara penjaga kantin seakan menyindir mereka agar segera pergi.

-----------bersambung-----------
#Mu

Wednesday, July 8, 2020

Hutan Bakau Lindungi Pesisir dari Badai dan Tsunami

Pasca musibah terjangan air laut sunami di Aceh dan Negara Jepang, menjadi pembelajaran penting bagi kita para pemerhati lingkungan, untuk mengantisipasi kerusakan dan dampak tsunami bagi pemukiman sekitar di daratan. 

Berikut video penting, yang direlease oleh salah satu lembaga riset di Jepang, ;


Indonesia dikenal sebagai negara maritim dikarenakan banyaknya gugusan pulau yang membentang dari Sabang sampai Marauke. Hal ini menyebabkan negara
Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di dunia sehingga memiliki kawasan hutan bakau yang sangat luas. Keadaan geografis Indonesia yang beriklim tropis
dengan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun memberikan keanekaragaman jenis bakau yang tumbuh di Indonesia. Hutan bakau memiliki fungsi yang sangat penting, yaitu untuk mencegah terjadinya abrasi oleh air laut dan menahan terjangan tsunami yang menghantam pantai. 

Hutan bakau adalah habitat berbagai jenis burung, serangga, ular laut, dan wilayah sekitar akar bakau merupakan habitat bagi berbagai jenis ikan dan kepiting bakau.

Salah satu jenis bakau yang terdapat di Indonesia adalah bakau minyak (Rhizophora apiculata). Bakau minyak (R. apiculata) merupakan salah satu pohon yang hidup di hutan Mangrove. Tanaman ini termasuk dalam famili Rhizophoraceae, Genus Rhizophora dan spesies R. apiculata (Duke, 2006).

Tanaman ini menyebar di seluruh daerah tropis di lingkungan pantai, namun belum dibudidayakan secara khusus. 

Hutan Bakau bisa melindungi kawasan pesisir pantai dari bencana alam. Tetapi justru kawasan inilah yang dikorbankan untuk membuka kawasan penangkaran ikan atau udang

Hutan yang menjulang dari dari dasar laut: kawasan pesisir pantai di wilayah tropis dilindungi oleh sabuk berwarna hijau yang membentang antara laut dan daratan. Hutan Bakau membutuhkan suhu air hangat, paduan antara air asin dan air tawar. Berbagai jenis burung hidup dan berkembang biak di dahan-dahan Bakau. Sementara akarnya yang menancap bumi berfungsi sebagai habitat alami ikan dan kepiting.

Sejak dekade 1980-an hutan Bakau di seluruh dunia berkurang sebanyak 35 %. Untuk itu ada banyak alasan, kata Ulrich Saint-Paul dari Pusat Biologi Laut di Universitas Bremen. Seringkali hutan Bakau ditebang untuk membangun perumahan penduduk, bandar udara atau pelabuhan, "tapi kawasan ini terutama digunakan untuk membiakkan kepiting dan udang yang dijual ke pasar internasional,".

Kendati begitu kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan bisnis di seputar hutan Bakau melampaui keuntungan yang didapat. Karena Bakau "tidak cuma berfungsi untuk membiakkan ikan, melainkan melindungi bibir pantai dari cuaca buruk. Dan ia sangat penting bagi perlindungan iklim sebagai lokasi penyimpanan CO2 yang besar,".

Pembangunan bendungan atau memindahkan aliran sungai ikut mengancam eskistensi hutan Bakau, kata Rene Capote, peneliti Bakau di Kuba. "Bahkan jika dilakukan jauh di daratan, aktivitas semacam itu membunuh hutan Bakau," katanya.

Padahal Bakau juga menyaring air bersih di kawasan pesisir pantai. Fungsi itu penting untuk terumbu karang dan kawasan pantai, dan dengan begitu juga untuk kegiatan wisata sebagai sumber devisa, (Valuasi Kawasan Hutan) 

#Apriyan Sucipto,

KAMAJAYA dan KAMARATIH



Dalam kisah pewayangan, Kamajaya dan Kamaratih disebut sebagai anak dari Semar. Semar adalah simbol dari Ingsun (Tuhan dalam diri manusia) yang “nora lanang nora wadon” (bukan lelaki dan bukan perempuan).

Ketika Ingsun (Tuhan) ingin dikenali di mayapada, Dia kemudian memanifestasikan diri-Nya ke dalam Rwabhineda (dualitas): lelaki dan perempuan. Kamajaya melambangkan jiwa lelaki (maskulin), sementara Kamaratih melambangkan jiwa perempuan (feminin).

Penyatuan antara Kamajaya dan Kamaratih akan menghasilkan kesempurnaan. Dalam filsafat Cina, Kamajaya-Kamaratih disebut dengan nama Yin-Yang, dalam filsafat Hindu disebut dengan nama Siwa-Shakti, dalam filsafat Islam disebut dengan nama Rahman-Rahim. Kisah tentang Kamajaya dan Kamaratih sesungguhnya merupakan ekspresi pemahaman leluhur Nusantara terhadap hukum abadi kehidupan yang tak pernah berubah: Ada siang, ada malam. Ada panas, ada dingin. Ada lelaki, ada perempuan.

Sc: Javanic.books

SELIR DALAM BUDAYA JAWA


-Selir dalam bahasa Jawa halus disebut garwa ampeyan, atau yang diartikan sebagai seorang wanita yang telah diikat oleh tali kekeluargaan oleh seorang lelaki, tetapi tidak berstatus istri.

Status selir di bawah istri dan tugasnya membuat laki-laki itu selalu senang. Itu sebabnya, selir juga disebut klangenan. Hamengkubuwono II diketahui memiliki empat permaisuri dan 26 selir. Sementara itu, Pakubuwono X dinobatkan menjadi raja Jawa dengan selir terbanyak, 40 orang.

Peran selir dan permaisuri berbeda. Permaisuri resmi mendampingi raja sehari-hari dalam urusan kerajaan, sedangkan para selir hanya melayani kebutuhan raja dalam urusan rumah tangga dan soal seks. Serat Kresnayana, Gatotkacasraya, dan Sutasomajuga membahas banyak aspek kehidupan para perempuan keraton.

Beberapa orang selir raja adalah putri-putri bangsawan yang dengan sengaja diserahkan ayahnya sebagai tanda kesetiaan dan sebagian lagi sebagai persembahan dari kerajaan-kerajaan lain.

Ada pula selir yang berasal dari masyarakat kelas bawah yang dijual, atau diserahkan keluarganya dengan tujuan untuk meningkatkan posisi keluarga, agar memiliki hubungan darah dengan keluarga istana.

Jika akan menjadi calon selir, ada beberapa persiapan yang harus dilakukan, yakni dibekali dengan kemahiran membatik, menari, dan pemahaman sopan santun, serta etika budaya keraton.

Pada usia 10 – 12 tahun, calon selir diperkenalkan kepada kalangan istana oleh orangtua mereka, setidaknya yang berpangkat mantri. Pada awalnya, calon priyantun dalem ini menjadi penari keraton, atau bedhaya. Ketika pada akhirnya mereka menjadi selir, mereka telah naik pangkat .

Dahulu, tradisi di keraton Surakarta, ada abdi dalem yang mengirimkan anak gadisnya (minimal berusia 12 tahun) ke Keraton. Resminya mereka diminta untuk belajar tari Bedhaya. Mereka kerap disebut para Bedhaya.

“Selain menjadi penari, orangtuanya punya niat dengan mengirimkan anak gadisnya ke Keraton berharap, agar anaknya dinikahi Raja sebagai istri selir,” ujar Budayawan jawa, Dani Maharsa.

Jika raja memerintahkan punggawanya, agar membawa seorang peloro-loro, penari bedhaya ke kamar, itulah awalnya gadis penari menjadi selir. Keluarga wanita itu akan bangga luar biasa.

Pelajaran tari bagi para bedhaya itu disindir sebagai magang.  Bukan sekali dua raja menyukai lebih dari satu bedhaya. Siapa yang disukai raja, bisa dengan mudah memperoleh hadiah yang mahal-mahal. Perempuan yang dijadikan selir berasal dari daerah yang tersohor, banyak menyimpan gadis cantik nan rupawan.

Laporan penelitian Koentjoro (1989) mengidentifikasi, terdapat 11 kabupaten di Jawa, yang dalam lembaran sejarah terkenal sebagai pemasok perempuan untuk kerajaan. Daerah tersebut antara lain Wonogiri, Jepara, Pati, Blitar, Lamongan, Malang, Banyuwangi, Grobogan, dan lainnya.

Ada punggawa khusus istana yang mengatur jadwal. Para selir harus sabar mendapatkan giliran bercengkerama dengan raja. Raja pun terikat pada jadwal gilir. Rupanya, pemerataan pun mesti dijaga. Tanpa jadwal dan petugas, dikhawatirkan raja hanya memanggil selir yang diingatnya saja.

FOTO : LUKISAN KARYA PERUPA UDIN ANTARA.

BAGAIMANA “HUKUM” BEKERJA? [episode 19]

(Sebuah draf naskah sinetron. Nama, tempat, dan peristiwa hanya rekaan belaka)


“Rekonstruksi tetap diperlukan. Kenapa? Karena kita tidak memiliki saksi yang melihat secara langsung peristiwa pencurian. Kita hanya mengandalkan bukti petunjuk dan pengakuan terdakwa, dan itu bukti yang sangat minimal.

Memang kita ada upaya untuk menghadirkan keterangan ahli, tapi bisa saja keterangan tersebut diperdebatkan karena keterangannya berhubungan dengan bukti petunjuk yang ada di CCTV; bisa jadi PH Terdakwa beranggapan bahwa keterangan ahli tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari bukti petunjuk yang ada.

Walaupun rekonstruksi mungkin juga dianggap bagian untuk memperjelas bukti petunjuk yang ada, namun setidaknya terdakwa akan sulit berkelit di pengadilan dan hakim bisa melihat peristiwanya dengan lebih jernih.” Demikian Evi Rodiah, Jaksa perkara Misno, menjelaskan pentingnya rekonstruksi sembari menolak permohonan Bripka Soleh agar rekonstruksi tidak perlu dilakukan.

Evi Rodiah, seorang gadis yang mulai senja, adalah tipikal Jaksa keras kepala dan sering menggunakan kaca mata kuda: bila dirinya sudah menetapkan satu langkah untuk menangani perkara, maka langkah lainnya tak akan masuk dalam rencana. Tak ada istilah jalan melingkar, yang ada hanya satu jalan: jalan lurus. Untuk perkara-perkara kurang “basah” yang ada di kejaksaan negeri Gunung Miskin, bisa dipastikan penanganannya akan diserahkan kepada Evi Rodiah. Bagi Evi hukum itu buta dan tak ada urusannya dengan hati. “Bila hukum digunakan dengan mata terbuka, maka pedangnya akan mengiris bukan pada tempatnya.” Begitu pengandaian Evi perihal hukum.

Mendengar Evi, Bripka Soleh kehilangan alasan. “Hah, kelakuan perempuan yang telah kehilangan masa ranumnya.” Keluh Soleh memaki dalam hati. Walau secara prinsip dia menyetujui apa yang dikatakan oleh Jaksa, namun bila dikaitkan dengan kualitas perkara yang ada, Soleh tetap menilai sikap jaksa terlalu berlebihan. Sebagai penyidik yang secara prosedural bertugas menyiapkan hidangan yang akan disajikan oleh jaksa di pengadilan, maka petunjuk jaksa mau tak mau mesti dipenuhi.

“Lapor Ndan, Bu Evi tetap menyarankan agar rekonstruksi tetap harus dilakukan.” Bripka Soleh menyampaikan laporan kepada Ipda Rahmat.

“Sudah disampaikan kita terkendala biaya.” Ipda Rahmat menanggapi kesal.

“Sudah Ndan, tapi tak ditanggapi.”

“Huh. Ya sudah, nanti saya coba minta bantu sama Ko Abun.” Ujar Ipda Rahmat. “Mbok ya, coba kamu cari cara yang lebih persuasif kalo mau minta bantu Bu Evi. Diajak makan bakso misalnya…” lanjutnya kepada Bripka Soleh. 

---------bersambung------------------
#muhammadyunus

KEBIJAKAN PIMPINAN DAERAH MEMBANGUN KABUPATEN KONSERVASI

Komitmen politik pemerintah daerah untuk membangun Kabupaten Lampung Barat berdasarkan prinsip-prinsip konservasi tampak pada visi dan misi ...