Apriyan Sucipto

Apriyan Sucipto
Rimba Raya

Monday, October 28, 2019

Kisah dibalik Sumpah Pemuda 1928



Di pertengahan tahun 1927, suatu saat Sugondo Djojopuspito, Maruto dan Pandu Kartawiguna datang ke kamarnya Mohammad Yamin, mahasiswa RHS (Sekolah Tinggi Hukum), disana Yamin bercerita bahwa ia baru saja bertemu Bung Karno, yang sering diledek pelajar-pelajar Jakarta saat itu sebagai "Bapak Persatuan Dari Bandung". Yamin dengan nada gagah berkata "Bung Karno hanya minta kita bersatu, itu...bagaimana menurut kalian?" Sugondo dengan gayanya yang lembut membalas "Buat saja satu kongres yang menyatakan pemuda bisa bersatu, biar Bung Karno senang" obrolan ini sebenarnya adalah pembuka dari rangkaian kongres yang kelak terjadi, namun jiwa dari obrolan ini sesungguhnya terletak pada ucapan Sjahrir.

Saat itu Sjahrir (-kelak jadi Perdana Menteri RI pertama-) masih duduk di AMS (sekarang setingkat SMA). Dia ini pelajar yang badung dan sudah diincar Intel Polisi Belanda, PID. Anak SMA ini sering membuat uraian tentang tulisan-tulisan politis di majalah dinding. Ia menulis revolusi Rusia, ia juga menulis ajakan menentang politik kolonial dan ia cantumkan di majalah dinding, pernah satu saat Sjahrir akan menempelkan tulisan di majalah dinding, Intel Polisi mengejar-ngejar Sjahrir sampai anak itu harus meloncat pagar. Beberapa hari kemudian majalah dinding di AMS Bandung dijaga polisi agar jangan sampai tulisan Sjahrir terpampang disana.

Sjahrir anak muda yang terlalu pintar, ia disenangi oleh mahasiswa-mahasiswa Jakarta yang kerap mengunjungi rumah Bung Karno. Biasanya setelah mengunjungi rumah Bung Karno di Ciateul anak-anak mahasiswa itu nongkrong di Braga disana Sjahrir dengan celana pendeknya menjadi orang yang paling disenangi untuk bicara. Sjahrir ini bukanlah seperti Bung Karno yang selalu menyenangkan lawan bicara, ia memiliki karakter judes dan ceplas ceplos bila bicara tapi Sjahrir sangat cepat dalam mendalami pemaknaan berpikir. Sjahrir yang anak SMA itu berkata "Kalian bicara persatuan, tapi tanpa suatu tindakan penjiwaan terhadap persatuan itu mana bisa?, persatuan itu bukan sekadar konsep untuk menyatukan sebuah perjuangan, tapi ia sebuah gagasan baru, sebuah jaman baru dan lebih besar lagi 'persatuan' itu adalah sebuah peradaban baru. Bisa nggak kalian bikin sebuah peradaban baru bernama Indonesia, sebuah peradaban yang bisa saja seagung 'peradaban yunani', 'peradaban romawi' atau 'peradaban eropa barat' itulah tujuan dari persatuan" kata Sjahrir sambil nyeruput sirop di pinggir jalan Braga.

Omongan Sjahrir inilah yang kena banget di hati Sugondo Djojopuspito, yang perlu mendapatkan perhatian adalah Sugondo ini, dialah pusar segala gerakan sumpah pemuda itu, ia yang mengatur agar PID tidak mengobrak abrik tempat berlangsung sumpah, ia mengakali kepala polisi bahwa kegiatan sumpah pemuda itu sebagai kegiatan debat biasa, dan ia juga mengakali para mahasiswa RHS dan siswa AMS untuk jangan berdebat karena ada kepala polisi, hal ini mempermudah terhadap jalannya kongres, karena kongres sering berlarut-larut karena perdebatan tiada henti. Saat itu terkumpullah 71 pengikrar sumpah pemuda yang diadakan di asrama milik Sie Kok Liong, Cina Semarang yang menjadi pengusaha properti di Jakarta. Sumpah pemuda ditutup oleh permainan biola WR Supratman, yang oleh intel PID dicatat sebagai "Permainan biola kelas jalanan, dan tidak memiliki mutu musik seperti orang Belanda".

Tapi toh kongres berjalan, Sjahrir tidak ikut karena harus ujian sekolah. Bung Karno mungkin tidak hadir karena menganggap itu kegiatan yunior-yuniornya. Bung Karno sudah di dalam lingkaran pemain-pemain pergerakan senior macam HOS Tjokro, Cipto Mangunkusumo, Sam Ratulangie dan Husni Thamrin. Tapi kemudian Bung Karno melonjak gembira saat ia dikabari Yamin bahwa sebuah kongres sudah berlangsung di Jakarta dan menjadi akar dari gerakan-gerakan pemuda selanjutnya. Dan memang anak-anak muda yang ikut dalam kegiatan sumpah pemuda itu banyak yang menjadi pemain politik pada masa revolusi. Yamin ikut Tan Malaka dan tergila-gila dengan kebudayaan Jawa. Sugondo agak tenggelam namanya karena kurang radikal, Maruto menjadi pemimpin banyak pemuda berwatak keras dan menguasai pertempuran-pertempuran di banyak kota di Jawa. Kaum muda menjadi pelopor sejarah.

Kaum muda penggerak sejarah yang besar di tahun 1920-an, adalah anak-anak muda yang dibesarkan pada situasi romantis. Mereka berasal dari kalangan elite, berpendidikan tinggi dan membaca ribuan buku. Mereka manusia berimajinasi dan tidak melandasi sikapnya dengan disiplin yang mendewakan kekerasan tapi ini beda dengan anak-anak muda yang besar di tahun 1940-an, mereka anak-anak jaman yang dibesarkan oleh perang dunia. Dunia mereka keras, dunia mereka penuh banjir darah dan anak-anak muda ini banyak tinggal di barak-barak tentara Jepang. Mereka lahir dari tangsi bukan dari dunia buku. Dunia mereka kokang senjata bukan berdebat dan tertawa.

Generasi 45 inilah yang kemudian menjadi paling mewarnai dalam sejarah. Generasi perang ini membentuk sikap keras. Perdebatan tidak lagi menjadi suasana intelektual perjuangan dalam membentuk dan menganalisa masalah tapi sebuah todongan pistol dan meletakkan bayonet di leher menjadi alat diskusi. Semua tokoh politik yang berusaha memanfaatkan radikalisasi pemuda dalam memainkan senjata ini habis dengan kekerasan, nasib meminta Tan Malaka yang memanfaatkan militansi pengikutnya dengan membentuk Barisan Banteng dan Murba justru dibunuh di Jawa Timur. Amir Sjarifudin yang memanfaatkan Pesindo habis di Boyolali oleh pasukan Gatot Subroto. Pemuda tangsi kemudian menjelma menjadi satu generasi dengan masa yang panjang menguasai Indonesia. Sukarno berusaha memanfaatkan namun juga habis oleh generasi ini.

Sukarno adalah satu-satunya orang yang paham mengarahkan energi muda pada sebuah pertarungan besar. Ia berhasil membangun militansi, membentuk barisan-barisan sukarelawan, membentuk imajinasi perjuangan bersama tentang kebangsaan dan jutaan pemuda disiapkan menyerbu Malaysia. Walaupun kemudian muncul sekelompok anak muda dari kalangan elite yang mengeritisi daya juang Sukarno, mereka dibesarkan alam pikiran Liberal Amerika Serikat dan jelas-jelas anti komunis. Sekelompok anak muda ini menolak mitos Sukarno. Aliran anti Sukarno ini justru bertemu dengan kemarahan barisan perwira nasionalis kolot setelah enam jenderal diculik.

Barisan perwira kolot ini dibesarkan dalam alam pikiran sederhana, berwatak priyayi feodal, pendukung nasionalisme dalam artian sempit dan tidak berdimensi intelektual. Barisan perwira ini yang kemudian pegang negara. Ironisnya barisan perwira yang tidak mengidahkan Intelektualitas ini justru berkompromi dengan barisan mahasiswa kritis anti Sukarno lalu terjadilah 'Monsterverbond' persekutuan jahat dalam penggulingan Sukarno. Monsterverbond yang hanya berlangsung sesaat setelah itu dikoreksi pada tahun 1974 saat peristiwa Malari.

Suharto pusar dari barisan perwira ini menghancurkan gerakan muda. Awalnya ia menghabiskan gerakan paling lemah dalam dinamika masyarakat yaitu : Gerakan perempuan, lalu Suharto menghantam gerakan muda. pertama kali dihancurkan Gerakan Pemuda Rakyat. Gerwani dan Pemuda Rakyat diibliskan oleh kelompok ini untuk masuk dan ikut bertanggung jawab dalam peristiwa penembakan enam jenderal. Lalu Suharto menggiring mahasiswa mendukung dia. Gerakan pemuda oleh Suharto dimasukkan ke dalam sistem. Semua masyarakat harus masuk dalam sistem formal dimana seluruh saluran sistem formal masuk ke dalam lingkaran kekuasaan yang berpusat pada Suharto.

Formalitas ala Suhartorian inilah yang kemudian menghancurkan seluruh jiwa dari dinamika gerakan pemuda. Kaum muda gagal memahami sistem tapi juga selalu merasa senang berada diluar sistem. Anehnya kaum yang diluar sistem diam-diam mengagumi kelompok di dalam sistem. Fenomena aktivis yang berbalik menjadi pemuja kekuasaan adalah fenomena umum yang dilahirkan dari sistem masyarakat Suhartorian.

Formalitas menjadi segalanya. Orang menganggap berjuang harus masuk ke dalam sistem : Menjadi bagian Partai Politik resmi, Menjadi bagian dari parlemen dan menjadi bagian dari kekuasaan yang menyeluruh. Mereka lupa bahwa tanpa masuk sistem-pun mereka bisa merubah sejarah. Gerakan muda menjadi sebuah arus besar-besaran untuk masuk sistem bahkan kerap menjadi pelacur bagi kekuasaan. Himpunan-Himpunan Mahasiswa hanya dijadikan alat untuk mempermudah karir bagi mereka, mereka memperluas jaringan untuk dipersiapkan masuk ke dalam sistem itu. Setelah masuk ke dalam sistem mereka main proyek dan menjadi makelar anggaran lalu menjadi pelobi untuk melanggengkan sistem yang rusak.

Konstitusional kita dikelabui seakan-akan seluruhnya bergerak dalam satu sistem yang sejatinya adalah mengarah pada kekuasaan dengan politik praktis sebagai panglima dan kedangkalan kedangkalan berpikir. Selama arah pikiran kita terpaku pada arus sistem itu sampai kiamat pun Indonesia tidak akan berubah. Kita perlu gerakan-gerakan muda yang memancing agar sistem ini hancur, Sistem Suhartorian.

(Apriyan Sucipto, SH. MH)

Wednesday, October 23, 2019

Black Stallion.



Kuda Catur..memiliki satu kelebihan yang tidak dimiliki oleh bidak-bidak catur lain, bahkan Ratu..
Kuda memiliki kemampuan untuk "meloncat"..
Gerakan Kuda Catur sangat flexibel dan berbeda dengan bidak catur lain yang harus "memakan" bidak catur lain yang menghalangi jalan mereka..

Kuda Catur bisa menembus barikade yang belum tentu bisa dilewati oleh punggawa-punggawa catur lainnya..

Saya ingin mengajak kalian berimajinasi dan beranda-andai seolah kita adalah sosok kuda hitam,  Kalian yang dulu tidak pernah dianggap sama sekali oleh orang-orang di sekitar. Kalian yang selalu berada di posisi terakhir. Kalian yang selalu diremehkan dan ditertawakan ketika kalian memimpikan sesuatu. Namun, pada suatu titik keadaan itu berubah drastis karena suatu momentum. Sebuah momentum ketika kalian mampu melakukan hal yang selama ini tidak pernah diperkirakan oleh orang-orang di sekitar kalian. Semisal, ketika kalian berhasil meraih sebuah prestasi atau juara pada ajang kompetisi tertentu. Bukankah itu hal yang menakjubkan?

Menjadi sosok kuda hitam berarti kalian telah berhasil membuat orang-orang yang dulu meremehkan kalian menjadi bungkam. Kalian secara tidak langsung berhasil membuktikan dan mematahkan anggapan-anggapan mereka yang keliru. Kalian berhasil meunjukkan bahwa kalian sebenarnya mampu – bahkan sangat mampu – dan lebih hebat dari mereka-mereka yang dulu menertawakan kalian. Dan yang lebih penting, mereka akan mengubah sikap menjadi lebih respek terhadap kalian.

Akan tetapi, menjadi sosok kuda hitam itu memerlukan perjuangan dan kerja keras. Kalian harus bertarung melawan segala rintangan jika ingin melakukan sebuah pembuktian kepada orang-orang. Kalian tidak boleh cepat lelah dan menyerah karena kuda hitam sejatinya adalah perumpamaan bagi mereka-mereka yang gigih berusaha serta tidak patah semangat di tengah jalan. Mereka sang “kuda hitam” telah melalui masa-masa sulit dan ingin beranjak ke arah yang lebih baik. Mereka tidak ingin disebut sebagai PECUNDANG yang selalu terpinggirkan

Oleh sebab itu, kepada kalian-kalian semua yang merasa lemah, tak berdaya dan tidak diunggulkan sama sekali oleh orang-orang, jangan pernah menyerah karena selalu ada kesempatan untuk merubah keadaan. Berusahalah sekuat dan semampu kalian agar kalian menjadi sosok “kuda hitam” yang berkesan di mata orang-orang yang pernah meremehkan kalian. 

Kabinet Indonesia Maju

Presiden Joko Widodo melantik para menteri negara dan pejabat setingkat menteri yang akan membantunya dalam pemerintahannya bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin lima tahun ke depan. Pelantikan anggota Kabinet Indonesia Maju tersebut dilangsungkan di Istana Negara, Rabu, 23 Oktober 2019.



Acara pelantikan diawali dengan penyerahan petikan Surat Keputusan Presiden oleh Presiden Joko Widodo kepada calon menteri dan pejabat setingkat menteri di Istana Merdeka. Pelantikan para menteri negara berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 113/P Tahun 2019 tentang Pembentukan Kementerian Negara dan Pengangkatan Menteri Negara Kabinet Indonesia Maju Periode Tahun 2019-2024.

Selain para menteri negara, pada saat yang sama Presiden juga melantik pejabat setingkat menteri, yaitu Jaksa Agung, Sekretaris Kabinet, Kepala Staf Kepresidenan, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Pelantikan Jaksa Agung berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 114/P Tahun 2019 tentang Pengangkatan Jaksa Agung Republik Indonesia. Sementara pelantikan Sekretaris Kabinet berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 115/P Tahun 2019 tentang Pengangkatan Sekretaris Kabinet.

Adapun pelantikan Kepala Staf Kepresidenan berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 116/P Tahun 2019 tentang Pengangkatan Kepala Staf Kepresidenan. Sementara itu, pengangkatan Kepala BPKM berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 117/P Tahun 2019 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Presiden Joko Widodo kemudian memimpin pengucapan sumpah jabatan para menteri dan pejabat setingkat menteri periode tahun 2019-2024.

"Bahwa saya akan setia kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 serta akan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya demi darma bakti saya kepada bangsa dan negara. Bahwa saya dalam menjalankan tugas jabatan akan menjunjung tinggi etika jabatan, bekerja dengan sebaik-baiknya, dengan penuh rasa tanggung jawab," demikian Presiden mendiktekan sumpah jabatan.

Acara pelantikan tersebut kemudian diakhiri dengan pemberian ucapan selamat oleh Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo, serta Wakil Presiden Ma'ruf Amin dan Ibu Wury Ma'ruf Amin untuk kemudian diikuti oleh tamu undangan yang hadir.


Jakarta, 23 Oktober 2019
Kepala Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden

Erlin Suastini

Tuesday, October 22, 2019

Gusdurian..

Ramalan gusdur:

2014 jokowi akan jadi presiden

2015 Ahok akan jadi gubernur

"Orang paling ikhlas adalah Prabowo" Dan beliau berkata Prabowo akan menjadi Presiden RI bukan tidak mungkin krn beliau tidak menyebut Tahun nya... Soal paling ikhlas sdh terbukti, Hinaan badut,penghianat,bahkan cacian dari pendukung nya beliau tetap tersenyum. Dan sekalipun rival Jokowi saat pilpres tapi kini beliau LEGOWO Dan ikhlas menerima tawaran Jokowi masuk ke kabinet demi Kepentingan Rakyat,kepentingan NKRI... Lets see benarkah Prabowo Jadi Menhan??? Dan benarkah entah di tahun brp prabowo akan jadi presiden???

Saya pribadi memang Projo, namun akan Legowo menerima keputusan Prabowo masuk ke kabinet,ini demi kepentingan bersama... Orang baik akan berada dilingkungan atau berkumpul dengan orang baik pula... So think positive and think smart 🙋🙏

Kek aku yg selalu ikhlas, Legowo dan selalu berfikir positif tentang kita 😙😚


Thursday, October 17, 2019

PRIBUMI dan NON PRIBUMI (Prof Dr Yusril Ihza Mahendra)




Ahli hukum tata negara Prof Dr Yusril Ichza Mahendra telah mengingatkan agar kita tidak melupakan sejarah atas munculnya istilah "Orang Indonesia Asli" atau Pribumi. Istilah itu muncul dari aturan diskriminatif pemerintah kolonial Hindia Belanda jaman dulu.

"Saya hanya ingin mengingatkan kita semua agar jangan sekali-sekali melupakan sejarah," cuitnya. Persoalan pribumi dan non pribumi kembali mencuat ke permukaan seiring dengan munculnya isi kesenjangan ekonomi belakangan ini.

Menurutnya, dilihat dari sudut sejarah ketatanegaraan, negara RI bukanlah penerus Majapahit, Sriwijaya atau lainnya, melainkan meneruskan "semi negara" Hindia Belanda. Karena itu aturan peralihan UUD 45 (sblm amandemen) mengatakan segala bhw segala badan negara dan peraturan yg ada masih langsung berlaku seblm diadakan yg baru menurut UUD ini.

Yang dimaksud peraturan yg ada dan langsung berlaku itu, lanjutnya. baik dalam konsepsi maupun dalam kenyataan, bukanlah badan negara dan peraturan zaman Majapahit, Sriwijaya atau warisan penguasa militer Jepang, melainkan badan dan peraturan yg diwariskan oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Adapun mengenai penduduk Indonesia, peraturan yg ada dan lembaga yg mengurus/menanganinya yg berlaku dan dipahami orang sejak zaman Hindia Belanda adalah peraturan dalam Pasal 163 IS (Indische Staatsregeling) yang membagi penduduk Indonesia (Hindia Belanda) dalam tiga golongan, yakni Golongan Eropa, Golongan Timur Asing (terutama Tionghoa dan Arab) dan Golongan "Inlander" atau pribumi atau "orang Indonesia asli" yang pada umumnya beragama Islam dan sebagian menganut agama Hindu, Buddha dan lainnya.

'MOrang Inlander atau pribumi yang beragama Kristen status mereka sama dengan golongan Eropa," tuturnya.

Dalam hal kelahiran dan perkawinan, golongan Eropa dan Inlander (Pribumi) Kristen mereka tunduk pada Hukum Eropa (Burgerlijk Wetboek) dan lembaga yg mengurusinya adalah Burgerlijk Stand (Catatan Sipil). Orang Tionghoa Kristen juga sama.

Sementara bagi Inlander Muslim atau Hindu/Buddha tunduk pada hukum adat masing2 dan tidak ada lembaga negara jajahan Hindia Belanda yg mengurusinya.

''Status sosial, ekonomi dan hukum bagi ketiga golongan ini berbeda. Tiga golongan ini dapat dikatakan seperti urutan dari atas ke bawah. Tempat tinggal mereka dimana-mana juga beda," tambahnya.

Kalau di Jakarta Golongan Eropah tinggal di Weltevreden (sekitar lap. banteng), Mester Cornelis (Jatinegara, Polonia), Sementara Gol Timur Asing Tionghoa mendominasi daerah Pecinan Glodok. Sedangkan Inlander ya tinggal di pinggiran, Krukut, Klender, Condet, Cengkareng dsb.

Ekonomi ketiga golongan ini jelas, Golongan Eropa paling makmur, Golongan Timur Asing lumayan kaya. Golongan Inlander atau pribumi adalah yg paling miskin di antara semua.

Maka tak heran, jika golongan Inlander inilah yg ngotot ingin merdeka karena ketidakadilan dan diskriminasi yg mereka alami di zaman penjajahan.

Dengan latar belakang sejarah ketatanegaraan itu, kita dapat memahami maksud kata-kata dalam draf UUD 45 yang pasal 6 ayat (1) mengatakan "Presiden Indonesia adalah orang Indonesia asli dan beragama Islam". Kata "beragama Islam" dihapuskan pada tanggal 18 Agustus 45.

Jadi syarat jadi Presiden adalah "orang Indonesia asli" yakni "Inlander" atau pribumi dengan merujuk kepada Ps 163 IS, jadi bukan orang dari Gol Eropa dan bukan pula dari Gol Timur Asing.

Demikian pula pasal-pasal mengenai kewarganegaraan dalam draf pasal 26 yg mengatakan bahwa yang menjadi warganegara Indonesia adalah orang Indonesia asli dan orang2 dari bangsa lain yang disahkan oleh UU menjadi warganegara.

Tuesday, October 15, 2019

BUDAYA JAWA DILARANG HIDUP DI TANAH JUJUR!)

Teman ku berpendapat  : BUDAYA JAWA DILARANG HIDUP DI TANAH JUJUR!) kenapa  bisa demikian ;

Pertama :
Wanita dikerudungin kemudian dicadarin.

Artinya apa? Sanggul dan kebaya perlahan tapi pasti akan hilang dari tanah Jawa. Hampir semua wanita Jawa yg sudah kerudungan tak akan mau atau tak "enak hati" saat disuruh pakai sanggul.

Kedua :
Musik dan Nyanyi dilarang.

Walau saling bertentangan tapi ada gerakan mengharamkan musik dan pelarangan wanita menyanyi. Apa akibatnya? Gamelan, Campursari, tayub, ludruk, kethoprak, wayang akan tinggal cerita.

Ketiga :
Adat istiadat dan tradisi dilarang.

Akhir-akhir ini banyak yg berceramah tentang pelarangan selamatan, bersih desa, sedekah bumi, larung sesaji dll. Suka tidak suka akan terus menggerogoti pada keberadaan kebudayaan Jawa.

Keempat :
Pelarangan kata-kata yg berbau tradisional.

Yg terbaru adanya pelarangan penyebutan pada ibu Pertiwi, Sri, Wisnu dan lain sebagainya.

Kelima :
Lemahnya kebanggaan orang Jawa pada budayanya sehingga terkesan cuek saat ada pihak lain yg ingin merusaknya.

Kalau yg ini erat kaitannya dengan orang tua dan pemerintahan terutama dinas pendidikan yg lebih condong pada budaya Arab.

Walaupun budaya Jawa saat ini masih eksis, lambat laun akan semakin tergerus oleh gerakan mereka yg sekarang sudah semakin terang-terangan.

Mau lanjut penjajahan ini atau tidak?
Kita yg cinta budaya Jawa yg menentukan.


#JujurKadangPahit.
#jowo_ojo_kalah.

Sunday, October 13, 2019

Empat Aturan Fundamental dari Perdagangan Sukses


Memilih strategi perdagangan yang tepat hanyalah setengah dari pertarungan. Untuk mendapatkan manfaat terbesar dengan risiko minimal, Anda memerlukan keterampilan Manajemen Uang.


Manajemen uang adalah pondasi di mana penghasilan Anda akan dibangun. Berikut adalah dasar-dasar yang akan membantu Anda mengunakan dana Anda dalam perdagangan dengan benar.


Risikokan tidak lebih dari 3%

Tidak peduli betapa pun terbuktinya srategi perdagangan Anda, jangan risikokan lebih dari yang dibutuhkan. Jika harga tidak bergerak ke arah yang Anda inginkan, nominal perdagangan yang terinflasi akan mengarah pada kerugian. Ketika biaya untuk satu perdagangan tidak melebihi 3% dari saldo akun, mudah bagi Anda untuk mengatasi waktu yang tidak menguntungkan dan menutup kerugian.



Batasi potensi kerugian Anda per harinya

Ini akan membantu mengurangi kerugian. Batasi potensi kerugian setiap harinya. Strategi itu akan sesuai secara berbeda pada hari tertentu dan waktu-waktu tertentu. Jika pergerakan harga berubah dan Anda menjadi negatif, sebaiknya Anda berhenti dan menunda perdagangan hingga hari berikutnya. Kerugian harian tidak boleh lebih dari 15% dari total saldo akun Anda.



Jangan emosional

Pemula seringkali masuk dalam jebakan ini. Bertindaklah tenang dan percaya diri. Ikuti strategi perdagangan Anda, bahkan meskipun prediksi Anda tidak benar. Dan yang paling penting: jika Anda merasakan emosi yang kuat, apakah itu positif atau negatif, istirahat sekitar 15 menit.



Tingkatkan volume perdagangan yang sesuai dengan pertumbuhan saldo akun Anda

Jika Anda menggunakan strategi yang efektif dan mengelola modal Anda dengan benar, ukuran saldo Anda akan naik. Selaras pertumbuhan itu, Anda juga dapat meningkatkan jumlah dana yang Anda gunakan untuk perdagangan. Selanjutnya, modal Anda akan semakin meningkat. Lakukan secara bertahap dan jangan lupa tentang tiga aturan pertama di atas!

Melupakan Hukum, Memedulikan Hati Nurani

Prof, Dr, Satjipto Rahardjo, SH,
(Ditulis untuk Kompas, 17 Oktober 2003)

Judul artikel ini tidak dimaksud untuk bersifat sarkastis, apalagi fatalistik, tetapi hanya ingin mengajak pembaca menjelajahi dimensi lain dalam usaha pemulihan hukum kita dari keterpurukan dan dari situ mencoba menyusun agenda alternatif bagi pemulihan hukum.

Semakin terasakan, krisis yang kita alami bukan krisis “biasa”, bukan di permukaan yang nanti akan lewat dengan sendirinya. Ia tidak bersifat teknis dan sektoral, tetapi sudah mendasar, mendalam, dan meluas sekali. Krisis juga melanda hukum dan sejak ia bersifat mendalam dan mendasar, maka usaha pemulihannya pun tidak bisa hanya ditujukan kepada struktur formal hukum Indonesia itu sendiri, seperti perundang-undangan, legislasi, peradilan, birokrasi, dan penegakan hukum.

Krisis itu sudah begitu mendasar sehingga untuk memulihkannya kita perlu menyentuh aspek-aspek lain dari masyarakat yang tidak langsung berhubungan dengan dunia hukum. Maka kita pun bicara tentang usaha pemulihan hukum tanpa lewat jalan hukum dan tanpa bicara mengenai hukum.

Suatu pertanyaan kritis

Kendati dikatakan sistem hukum Indonesia termasuk salah satu terburuk di dunia, tetapi dalam kehidupan sehari-hari hukum masih menjalankan fungsinya yang esensial, yaitu mengatur masyarakat. Polisi masih menjalankan tugasnya, begitu pula para legislator, hakim, advokat, dan lain-lain. Orang tidak merampok begitu saja untuk mendapatkan barang dan perampokan masih tetap diterima sebagai kejahatan yang harus dilawan. Jual-beli juga masih mengindahkan aturan hukum dan orang tidak boleh menyerobot begitu saja. Dan seterusnya dan sebagainya.

Dari kenyataan itu kita belajar, hukum tidak (bekerja) otonom penuh. Ini memunculkan pertanyaan kritis “apakah masyarakat masih berjalan teratur semata karena prestasi hukum?”, “apakah ada kekuatan lain yang bekerja di situ?”

Menemukan substansi

Dalam harian ini pernah ditulis peran perilaku dalam hukum (Hukum Itu Perilaku Kita Sendiri, Kompas, 23/9/2002). Jawaban terhadap pertanyaan kritis itu kemungkinan besar dapat ditemukan dalam perilaku itu. Perilaku substansial itulah yang menyebabkan hukum di Indonesia masih berjalan kendati dikatakan terpuruk, buruk, dan lain-lain. Secara substansial orang tetap menginginkan ketertiban. Itulah penjelasan mengapa hukum tetap dipakai dan dijalankan. Perilaku substansial itu sebetulnya tidak langsung berhubungan dengan kepatuhan hukum. Ia berdiri sendiri.

Lagi-lagi di sini Jepang ingin dijadikan rujukan guna memastikan peran dari perilaku dalam hukum. Bangsa Jepang adalah bangsa yang amat berdisiplin. Meski perilaku generasi Jepang masa kini mengalami perubahan, tetapi tetap saja perilaku disiplin menjadi tetenger (landmark) negeri ini. Kita tidak bisa membuat penilaian mengenai kualitas penyelenggaraan hukum di Jepang dengan mengabaikan peran substansial dari perilaku disiplin itu. Jepang menjadi tertib dan teratur, bukan pertama-tama karena hukum, polisi, dan lain kelengkapan suatu negara hukum, tetapi karena perilaku yang substansial itu.

Lebih luas dari disiplin, Jepang mengunggulkan spiritualisme (Zen, Konfusianisme, dan tradisi Samurai). Dalam hubungan itu Jepang amat memedulikan faktor hati nurani (kokoro, honne). Dalam bahasa Jepang dikenal ungkapan “Anata no kokoro, anata no utsukushisa” (hatimu, kecantikanmu). Besarnya kepedulian Jepang terhadap jiwa dan kejiwaan manusia inilah yang diduga menghasilkan suasana keteraturan yang substansial. Dari pemuliaan terhadap jiwa, nurani, dan hati itu, bangsa Jepang tidak terjebak ke dalam formalisme (baca: hukum). Secara singkat, bangsa Jepang lebih mengunggulkan dan mendengarkan kata hati nuraninya. Maka muncullah pepatah “Denwa o kakeru… kokoro o kakeru” (Putarlah nomor telepon dan putarlah hatimu).

Berkait dengan hal-hal itu maka bangsa Jepang amat memisahkan antara tatemae (yang di luar, hukum positif) dan mengutamakan honne (yang di dalam, hati nurani, spiritisme). Seorang pejabat publik yang terkena perkara biasanya segera mengundurkan diri dari jabatannya, sekaligus proses hukumnya (diselidiki, disidik) baru dimulai. Sanksi moral ternyata bekerja dengan amat efektif. Bangsa Jepang tidak membaca hukum sebagai kaidah perundang-undangan (tatemae), tetapi lebih daripada itu sebagai kaidah moral (honne).

Melupakan hukum

Pada awal artikel dikatakan, krisis hukum kita bukan semata-mata krisis teknis, struktur, atau peraturan, tetapi lebih mendalam dan mendasar dari itu. Karena itu pemulihan dan “pengobatannya pun” harus melewati jalan lebih mendasar atau substansial, yaitu perilaku.

Pada saat kemudian diajukan pertanyaan kritis tentang masih adanya ketertiban sehari-hari, kita mengemukakan, apakah itu disebabkan prestasi hukum? Atau oleh bekerjanya faktor lain? Hal itu kini akan dijawab, perilaku substansilah penyebab ketertiban tetap terjaga. Masyarakat banyak mengeluh dan mengumpat tentang hukum, komunitas internasional pun berkata tentang buruknya sistem hukum Indonesia, tetapi secara garis besar hukum masih dicari orang. Maka kesimpulannya, masyarakat membutuhkan hukum karena tidak ingin terjadi ketidaktertiban lebih besar. Dengan demikian urusan hukum sudah bergeser ke pilihan perilaku.

Kendati hukum masih berjalan, tetapi kita mencatat, yang lebih banyak terjadi adalah orang-orang yang “bermain dengan peraturan dan prosedur”, bukan menjalankan hukum untuk mencapai kesejahteraan dan keadilan. Keadaan diperparah korupsi dalam hukum dan hukum sudah dijadikan barang dagangan.

Seorang tokoh publik pernah mengatakan, hukum harus dipisahkan dari moral. Bila kita bicara mengenai hukum, maka hanya hukum yang boleh dibicarakan. Soal moral harus dibuang jauh. (Himaya Saputra, SH.) Inilah pukulan mematikan. Inilah awal bencana bagi negara hukum Indonesia.

Sebuah agenda alternatif

Berdasar pengamatan dan analisis itu, di sini ingin diajukan saran tentang agenda pemulihan hukum yang bersifat alternatif. Untuk memberi basis yang lebih kuat terhadap agenda alternatif, maka di sini ingin diusulkan agar negara hukum kita menggunakan paradigma ganda. Artinya, negara hukum kita tidak hanya menggunakan “paradigma peraturan”, tetapi juga “paradigma moral”.

Biasanya bila kita berbicara tentang hukum, pemulihan hukum, dan sebagainya, titik api perhatian adalah pada hukum. Dengan kata lain, pemulihan dilakukan melalui hukum.

Dalam agenda alternatif ini kita tidak melakukan cara itu. Pintu masuk (entry point) kita, perilaku substansial bangsa Indonesia. Meminjam kosakata Jepang, kita mengusahakan peningkatan kualitas spiritualitas bangsa kita. Kredo kita bukan lagi membangun hukum, tetapi membangun spiritualisme bangsa. Moral yang diunggulkan di sini antara lain kejujuran, pengendalian diri, menjaga harkat sebagai manusia, rasa malu, mengurangi keakuan (selfishness), dan lebih memberi perhatian terhadap orang lain.

Tulisan ini menaruh harapan besar terhadap kekuatan-kekuatan (dalam) masyarakat yang sudah mulai menggeliat dengan mengorganisir berbagai gerakan. Meski gerakan itu tidak khusus berbicara tentang hukum dan lebih menjamah ranah moral dan spiritualisme, namun secara diam-diam sumbangan mereka terhadap pemulihan hukum sungguh besar.

Gerakan itu yaitu “Gerakan Jalan Lurus”, “Skenario Indonesia 2010″, “Gerakan Keadilan dan Persatuan Bangsa”, “Skenario Indonesia Bangkit”, “Gerakan Moral Tokoh Agama”, dan masih banyak lagi (Kompas, 11/8). Selain itu, tak dapat diabaikan peran LSM-LSM yang aktif mengawal kehidupan bangsa. Mudah-mudahan para tokoh dalam berbagai gerakan dan LSM itu sempat membaca dan merenungkan usulan agenda ini


Friday, October 11, 2019

Cerita Soal Daging Sapi

Produksi daging sapi lokal diprediksi belum mampu memenuhi total kebutuhan dalam negeri.   Data Kementerian Pertanian, menyebutkan total produksi daging sapi nasional sepanjang 2019 diperkirakan mencapai sekitar 403.668 ton dengan total  kebutuhan mencapai 663.290 ton. Sehingga pemenuhan kebutuhan daging sapi masyarakat baru 70,9% yang mampu dipenuhi dari peternak sapi lokal.
Dengan proyeksi angka tersebut, pemerintah akan mengambil langkah guna memenuhi kebutuhan daging sapi dalam negeri dan mendukung capaian swasembada daging salah satunya dengan percepatan peningkatan populasi sapi atau kerbau.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Kementerian Pertanian, I Ketut Diarmita mengatakan guna mendorong optimalisasi produksi sapi salah satu upaya yang akan ditempuh pemerintah ialah dengan meningkatkan pembiayaan di subsektor peternakan khususnya sapi. Alokasi anggaran untuk peternakan sapi akan diperbesar dan difokuskan kepada Upsus SIWB (Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting).

“Dengan program yang dijalankan pemerintah, produktivitas sapi lokal diharapkan bisa meningkat,” kata Ketut dalam keterangan resmi, pekan lalu.

Selain itu, untuk strategi pengembangan sapi potong akan lebih diarahkan pada struktur hulu yaitu ke arah pembibitan dan pengembangbiakan. Pasalnya, industri sapi dan daging sapi saat ini cenderung berkembang ke arah hilir, terutama untuk bisnis penggemukan dan impor daging.

Karenanya, swasambeda akan mengubah pola pikir peternak, dari yang semula memiliki cara beternak sambilan, menuju perilaku usaha serius dan menguntungkan. Dengan begitu, harapannya Indonesia bisa merealisasikan tujuannya sebagai lumbung pangan Asia pada 2045.


Sedangkan untuk mewujudkan percepatan swasembada daging, Ketut menjelaskan pihaknya juga melakukan pengembangan sapi ras baru, yaitu Belgian Blue, yang disupervisi oleh komisi ahli dan akademisi serta praktisi di bidang perbibitan. Kementan bahkan telah meneken MoU dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk program percepatan pengembangan tersebut.

Dengan program baru tersebut, pihaknya berharap pada 2020 bakal lahir sebanyak 1.000 ekor sapi Belgian Blue, dengan target kelahiran tahun ini sebanyak 500 ekor dan tahun depan menyusul sisanya sebanyak 500 ekor. Meski jumlahnya relatif sedikit, namun hal tersebut dinilai bisa menjadi alternatif penambahan sumber bibit sapi potong.

“Kami harapkan semua pihak dapat memiliki presepsi dan pandangan yang sama terkait kebijakan pemerintah tersebut, tentunya dengan tetap mengkedepankan kepentingan nasional,” jelasnya.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), penyediaan sapi potong dan daging sapi dalam negeri saat ini sekitar 98% masih berasal dari peternakan rakyat dengan jumlah pekerja hingga 4,2 juta rumah tangga peternak. Karenanya, sektor peternakan bisa menjadi lokomotif pembangunan pertanian jika diorganisasi dan dikonsolidasi dengan baik.



Apriyan.

Arloji Tua





Warisan dari kakek buyutmu, usianya lebih dari 200 tahun". "Sebelum Ayah wariskan kepadamu, Ayah mau kamu bawa Arloji tua ini ke toko jam seberang jalan itu.
Katakan kepada pemilik toko bahwa kamu mau menjualnya.
Tanya berapa harganya"

Sang anak pergi dan tidak lama kemudian kembali lalu berkata :
"Pemilik toko jam itu bilang bahwa harganya cuma 5 dollar, karena ini adalah Arloji tua"

Kemudian si Ayah berkata :
"Sekarang coba kamu bawa Arloji ini ke toko barang-barang antik dan tanyakan harganya"

Si anak pergi lalu kembali dan berkata :
"Pemilik toko bilang, harga arloji ini mencapai 5000 dollar"

Sang Ayah berkata :
"Sekarang coba bawa ke museum dan katakan ke mereka bahwa kamu menjual Arloji tua ini"

Si anak pun pergi lalu kembali dan berkata :
"Mereka mendatangkan pakar Arloji untuk memperkirakan harganya, lalu mereka menawarkan 1 juta dollar untuk Arloji ini !!" Si Ayah berkata :
"Nak, aku sedang mengajarkanmu bahwa kamu hanya akan dihargai dengan benar ketika kamu berada di lingkungan yang tepat.

Oleh karena itu, jangan pernah kamu tinggal di tempat yang salah lalu marah karena tidak ada yang menghargaimu"

Karena mereka yang mengetahui nilai kamu akan selalu menghargaimu.

Maka jangan pernah bergaul ditempat tidak layak untukmu.

Pelajari Dan Ketahui nilai Anda.

Monday, October 7, 2019

Lelaki Penentang Badai (alm.Taufik Kiemas)


Related image

 Menunjuk 31 Desember  di penghujung tahun 1942, di sebuah rumah sederhana di Gang Abu  -sekarang masuk kawasan sekitar Harmoni Jakarta- lahir anak pertama pasangan Tjik Agus Kiemas dan Hamzatun Rusjda. Sang putra itu diberi nama Taufiq Kiemas.

Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah mengatakan di  awal masa pendudukan Jepang itu keadaan serba susah. Tjik Agus Kiemas yang saat itu bekerja di Persatuan Warung Kebangsaan Indonesia (Perwabi)-- organisasi yang berafiliasi dengan Partai Masjumi-- harus bekerja membanting tulang demi menghidupi keluarganya. Sedangkan Hamzatun, yang pernah mengenyam pendidikan bidan, fokus mengurus kebutuhan Taufiq dan adik-adiknya yang lahir kemudian.

Tak lama setelah proklamasi kemerdekaan, Tjik Agus Kiemas -- yang sudah perwira TNI hasil lulusan pendidikan perwira PETA di Bogor-- memboyong keluarganya di Yogyakarta. Mereka mengikuti para pejabat pemerintah yang memutuskan memindahkan ibukota Republik Indonesia ke Yogyakarta.

Baru setelah penyerahan kedaulatan, Taufiq dan keluarganya kembali ke Jakarta. Ketika ayahnya ditugaskan sebagai pejabat di Djawatan Perdagangan di Makassar, Taufiq tidak ikut serta. "Oleh ayahnya, yang simpatisan militan Masjumi, ia justru dimasukkan ke SMP Katolik Mardiyuana di Sukabumi," ujarnya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Senin (31/12/2018).

Setamat SMP, kata Basarah,    Taufiq bergabung kembali dengan keluarganya yang sudah bermukim di Palembang, kampung halaman sang ayah. Saat remaja di Palembang, Taufiq tumbuh menjadi seorang Soekarnois yang militan. Militansi itu berawal dari kekaguman saat ia mendengar pidato Bung Karno di radio. Seakan  ada dorongan kuat dalam dirinya untuk mengetahui lebih jauh sosok dan pemikiran Bung Karno.

Berbagai hal pun dilakukan Taufiq untuk memuaskan rasa ingin tahunya tersebut. Mulai dari meminjam buku-buku karya Bung Karno atau yang membicarakan pemikiran sang proklamator. Dia  terus berupaya agar selalu bisa menyimak pidato Bung Karno di radio.  Dari seorang remaja yang semula hobby hura-hura dengan geng Don Quixote, pelahan tapi pasti, Taufiq bertransformasi menjadi seorang aktivitis mahasiswa.

Tak lama setelah ia masuk Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Taufiq memutuskan bergabung dengan GMNI. Meski untuk itu, ia harus bertengkar hebat dengan ayahnya, yang ingin anak sulungnya itu berkecimpung di organisasi mahasiswa Islam.  Karena militansinya dan kepandaiannya bergaul, dalam waktu singkat Taufiq dipercaya menjadi Ketua GMNI Palembang. Pergaulan politiknya pun tidak lagi sebatas anak-anak GMNI, juga dengan tokoh-tokoh politik di Palembang. Bahkan dengan sejumlah tokoh muda nasional, seperti Guntur Soekarnoputra.

Peristiwa Gestok 1965, membalikkan suasana. Kekuasaan Bung Karno surut. Para Soekarnois sejati, termasuk Taufiq, harus mendekam di penjara rezim Orde Baru. Dua kali ia dipenjara: di Markas CPM Palembang dan RTM Budi Utomo Jakarta.    Tapi, penjara tidak membuat Taufiq patah semangat, justru memberikan pelajaran berharga baginya. Pelajaran dari penjara itu terus diingat oleh Taufiq. Bukan sekadar menjadi pengetahuan penghias kepala belaka, tapi juga ia praktikkan dalam kehidupan kesehariannya.

"Seiring perjalanan politiknya, romansa asmaranya dengan Megawati Soekarnoputri pun tumbuh. Saat mendekam di penjara di Palembang, angan-angan atau firasat Taufiq untuk menyunting Megawati Soekarnoputri sudah bersemi," ujarnya.

Firasat itu rupanya membekas di garis tangan.  Di awal tahun 1971, setelah Megawati menjanda karena suaminya, Letnan (Penerbang) Surindro Suprijarso  wafat akibat kecelakaan pesawat di sekitar Pulau Biak, ia diperkenalkan dengan Taufiq oleh Guntur Soekarnoputra. Perkenalan itu berlanjut menjadi jalinan asmara, hingga akhirnya pasangan ini menikah Maret 1973.

Sambil mengarungi biduk rumah tangga-- pasangan ini memiliki tiga anak. Yakni Muhammad  Rizki Pratama, Muhammad Prananda Prabowo,  dan Puan Maharani. Taufiq dan Megawati kemudian terjun ke dunia politik. Mereka berkiprah di Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Di masa-masa kritis, terutama setelah KLB PDI di Surabaya akhir tahun 1993 dimana Megawati terpilih sebagai Ketua Umum PDI, Taufiq terus mendampingi sang istri. Ia lebih banyak bergerak di belakang layar.

Di masa reformasi, Taufiq merupakan motor utama pendirian PDI Perjuangan. Ia pula yang berperan besar mengantarkan Megawati Soekarnoputri menjadi Wakil Presiden RI, dan kemudian Presiden RI. Puncak karir politik Taufiq Kiemas sendiri adalah saat terpilih secara aklamasi sebagai Ketua MPR RI di tahun 2009. Ditengah masa kepemimpinannya, 8  Juni 2013, beliau berpulang ke haribaan Allah SWT.  Kini, Taufiq Kiemas, lelaki yang menentang badai itu, sudah lima tahun lebih wafat.

Pojok MPR/Https://Hukum.online

Mengapa Sampai Bersumpah Demi Waktu ?


 Image result for demi waktu
Sumpah palapa yang diucapkan Mahapatih Gajah Mada tercantum dalam catatan sejarah. Dan sang maha patih, memegang teguh sumpah itu hingga dia bisa menunaikannya. Orang-orang yang konsekuen tidak sembarangan mengumbar sumpah. Sebab, mereka tahu bahwa sumpah itu pantang dilanggar. Dan jika seseorang bersumpah, biasanya kita menjadikan sumpah itu sebagai pegangan bagi sebuah kepercayaan. Bagaimana seandainya yang bersumpah itu adalah Tuhan? Guru mengaji saya disurau dulu menyampaikan sebuah petikan dari kitab suci yang menyatakan bahwa Tuhan bersumpah demi waktu. Lho, mengapa kok Tuhan bersumpah demi waktu?

Dalam sebuah penerbangan international, kami berhenti untuk transit selama dua jam disebuah bandara. Para penumpang memanfaatkan waktu 2 jam itu untuk urusan masing-masing. Ada yang mampir ke toko buku. Ada yang mejeng di cafe. Dan, tentu saja ada yang belanja belanji. Satu jam lima puluh lima menit kemudian seluruh penumpang sudah kembali berada di pesawat untuk meneruskan perjalanan. Setidaknya begitulah yang dipikirkan orang-orang. Namun, tidak demikian halnya dengan data yang ada dalam catatan awak kabin. Sehingga pilot mengumkan bahwa pintu pesawat belum bisa ditutup karena masih menunggu 2 orang penumpang yang belum kembali.

Para penumpang lain tidak terlampau peduli dengan pengumuman itu karena toh masih ada waktu 5 menit untuk terbang. Namun, ketika lima menit kemudian penumpang yang ditunggu itu belum juga kembali, mulai ada yang menggerutu. Sepuluh menit sesudah itu; mereka tidak kunjung muncul juga. Sudah ada yang mulai marah. Dan sekitar lima belas menit kemudian dari arah depan terdengar suara berisik. Oh, rupanya penumpang yang ditunggu-tunggu itu sudah masuk kedalam pesawat. Kedua tangan mereka menggenggan beragam barang belanjaan. Dan, ketika mereka melintasi gang menuju ketempat duduknya mereka berkata sambil cengar-cengir; "Walaaah pada nungguin..., sory sory ya...hihihi. ...." mendengar cekikikannya, orang tahu bahwa mereka sama sekali tidak menyesal. Dalam hati saya berbisik; "duh, ternyata mereka orang Indonesia... ...."

Dari jaket seragam yang dikenakannya, kita bisa tahu bahwa mereka berangkat dalam rombongan. Dan ketika mereka sampai ke kursi bersama rombongannya, temannya menegur;"kemana aja sih elo? Penumpang laen udah pada kesel tuch...."

Salah satu orang yang telat itu menjawab;"tapi kita ditunguin kaaaann....hihihi. ...." Hati saya kembali menjerit. Ingin rasanya telinga ini mendengar penumpang berkebangsaan lain berkata;"Tenang saja mas, kami semua tidak mengerti apa yang bangsa anda katakan..... "

Diruang meeting sebuah kantor di Jakarta; seorang penyelenggara rapat duduk menunggu. Lalu muncul seorang direktur. "Lho, yang lain pada kemanan nih?"
"Masih belum pada datang Pak," jawabnya.
"Wah, kalau begitu saya balik ke ruangan dulu. Kalau yang lain sudah datang, kasih tahu saya." Lalu beliau keluar dari ruang meeting.

Setelah itu, direktur lain datang. Mengajukan pertanyaan yang sama. Lalu pergi lagi. Direktur lainnya lagi datang. Bertanya lagi. Dan pergi lagi. Akhirnya, penanggung jawab rapat yang terbilang paling yunior itu hanya bisa mengurut dada.

Pada kesempatan lain, ada rapat sebuah lembaga pelayanan masyarakat. Para tokoh diundang untuk hadir membicarakan kepentingan masyarakat. Diundangan tertera rapat dimulai jam 19.30 WIB. Anehnya, tepat pada jam itu ditempat rapat baru ada 2 orang manusia aneh. Walhasil, rapat dimulai jam sembilan malam. Dan diisi perdebatan seru hingga larut malam.

Dua minggu kemudian, rapat lanjutan dilakukan. Seperti biasa, diundangan ditulis rapat dimulai jam 19.30 WIB. Kali ini, prestasi dicapai dengan lebih baik, karena rapat sudah berhasil dimulai pada jam 20.30 WIB. Lalu, salah seorang peserta rapat yang sok sibuk, dan pura-pura menghargai waktu angkat bicara. "Bapak pimpinan rapat," katanya. "Saya sangat menghargai rapat ini..." katanya. Seluruh mata memandang tajam kearahnya. "Karena," orang itu melanjutkan. "Rapat kali ini lebih baik dari rapat sebelumnya. Jika rapat sebelumnya kita molor satu setengah jam dari jadwal, namun rapat kali ini hanya molor satu jam saja." Semua orang memelototinya seperti melihat alien yang baru mendarat di kebun jagung orang.

"Saya berharap semoga rapat mendatang bisa terlambat setengah jam. Dan rapat-rapat selanjutnya, bisa terlambat enol menit......" Sang alien mengakhiri pidatonya. Setelah itu, terdengar tertawaan nyaris seperti di panggung pentas srimulat. Setelah argumen ini dan itu keluar, sang Alien akhirnya menyadari bahwa kata-katanya tidak bisa mengubah keadaan.

Ketiga peristiwa yang saya ceritakan itu adalah kisah-kisah nyata yang sungguh-sungguh terjadi didunia ini. Hanya saja, saya sedikit menyamarkannya supaya tidak menyinggung kepentingan siapapun. Tapi, jika saya mengingat peristiwa-peristiwa itu; saya jadi mulai lebih mengerti; mengapa Tuhan bersumpah atas nama waktu. Mungkin saja kita tidak akan mengerti sepenuhnya mengapa Tuhan melakukan itu. Tapi, setidaknya itu menunjukkan bahwa :

Tuhan pun sangat prihatin dengan bagaiman cara kita menghargai waktu. Dan menghargai orang-orang yang menghargai waktu. 


PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT BANGSA INDONESIA



Kelompok generasi pertama sarjana hukum orang Indonesia, yakni orang-orang Indonesia yang memiliki keahlian di bidang hukum yang terdidik secara akademik, mempelajari hukum di Rechtshogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) di Jakarta yang dibentuk pada tahun 1924 oleh Pemerintah Hindia-Belanda, dan di Universitas Leiden. Para gurubesar yang mengajar pun adalah orang-orang Belanda. Kurikulum dan sistem pengajarannya dan obyek yang diajarkannya (hukum dan Ilmu Hukum) adalah juga sama dengan yang dijalankan di Belanda. Jadi, hukum, Ilmu Hukum dan cara berpikir yuridik yang diajarkan dan yang dipelajari, baik yang di Jakarta maupun yang di Belanda (Leiden), adalah hukum dan Ilmu Hukum serta cara berpikir yuridik Belanda (civil law). Dan, Ilmu Hukum, hukum dan cara berpikir hukum itulah juga yang kemudian diajarkan kepada generasi-generasi berikutnya. Pada masa kini, juga cara berpikir yuridik Amerika (common law), varian lain dari cara berpikir Barat, mulai mempengaruhi cara berpikir para ahli hukum orang Indonesia. Jadi, para ahli hukum Indonesia itu terbentuk melalui sistem pendidikan Barat, dan dengan demikian cara berpikir yang tertanam ke dalam para ahli hukum itu adalah cara berpikir Barat. Secara lebih umum, dapat dikatakan bahwa kelompok orang-orang terdidik Indonesia terbentuk melalui sistem pendidikan Barat dan ilmu yang diajarkan pun berasal dari Barat. Dengan demikian, untuk membangun masa depan bangsa Indonesia pada masa kini kita harus melakukannya dengan menggunakan ilmu yang memang kita terima dari Barat dan sudah diteruskan dari generasi pertama orang Indonesia terdidik sampai ke generasi sekarang.

Namun, upaya membangun hari esok bangsa kita itu harus dilakukan ketika kita sedang mengalami krisis yang sangat dahsyat, krisis moral yang berintikan krisis identitas atau krisis harga diri (orang tidak mampu menghormati dirinya sendiri sesuai dengan statusnya). Ini berarti, bahwa upaya untuk merancang masa depan itu harus dilakukan dengan menemukan terlebih dahulu apa landasan pikiran yang akan dijadikan titik tolaknya. Kita perlu menentukan terlebih dahulu apa pandangan hidup dan cara berpikir yang mau kita gunakan untuk merumuskan rancangan pembangunan masa depan kita. Berkenaan dengan hal ini, tepatlah apa yang disarankan oleh Sunaryati-Hartono dalam Oratio Dies Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Tahun 2008, untuk ”tetap setia pada nilai-nilai Pancasila yang ... harus kita jiwai dan terapkan sebagai volksgeist Indonesia.” (2008: 10)   

Soediman Kartohadiprodjo bersama-sama dengan Notonagoro termasuk ke dalam sedikit orang di antara sarjana-sarjana hukum Indonesia generasi pertama yang memberikan perhatian khusus terhadap Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia. Dari para gurubesarnya yang orang Belanda, beliau memperoleh pelajaran bahwa hukum yang berkaitan dengan kehidupan manusia bermasyarakat bertujuan untuk mewujudkan keadilan. Namun beliau melihat keanehan dalam sistem hukum dari bangsa Belanda yang diajarkan kepada beliau, yaitu bahwa sistem hukum Belanda memberikan tempat pada kolonialisme, padahal jelas bahwa kolonialisme itu secara diametral bertentangan dengan rasa keadilan. Sebagai warga dari suatu bangsa yang selama ratusan tahun dijajah, beliau sangat merasakan ketidak-adilan itu.
  1. Upaya untuk memperoleh pemahaman terhadap hal yang dirasakannya ganjil itu dikemukakan oleh Soediman Kartohadirpodjo dalam Oratio Dies Natalis Universitas Katolik Parahyangan pada tanggal 17 Januari 1962 yang berjudul ”PENGLIHATAN MANUSIA TENTANG TEMPAT INDIVIDU DALAM PERGAULAN HIDUP (Suatu Masalah).” (jadi, 47 yahun yang lalu). Setelah itu beliau mengembangkan lebih lanjut pemikirannya tentang hubungan antara Pancasila dan hukum dalam berbagai artikel dan makalah, yang pada tahun 1965 dipublikasi dalam buku berjudul ”KUMPULAN KARANGAN”, diterbitkan oleh P.T. Pembangunan, Jakarta. Dalam oratio dies itu, Soediman Kartohadiprodjo mengemukakan bahwa dalam setiap ketentuan dalam bidang hukum terdapat unsur keadilan. Bagi beliau, hukum itu bertujuan untuk mewujudkan masyarakat manusia yang tertib berkeadilan. Unsur keadilan yang menjadi unsur esensial dalam hukum itu adalah suatu penilaian yang dilakukan oleh manusia tentang perilaku manusia dalam hubungan dengan sesama manusia dalam suatu pergaulan hidup. Jadi, yang melakukan penilaian itu adalah manusia. Yang dinilai adalah perilaku manusia. Perilaku manusia yang dinilai itu adalah perilaku yang berlangsung atau yang terjadi dalam pergaulan hidup manusia, di dalam hubungan-hubungan kemasyarakatan antar-manusia. Karena itu, Soediman Kartohadiprodjo sampai pada keyakinan bahwa penilaian tentang perilaku manusia itu dalam intinya akan tergantung pada pandangan atau filsafat hidup manusia yang memunculkan penilaian itu, yakni pada penglihatan manusia yang melakukan penilaian dan manusia yang perilakunya dinilai tentang tempat manusia individual di dalam pergaulan hidup. Dengan keyakinan itu, Soediman Kartohadiprodjo mulai memfokuskan penelusurannya pada substansi pandangan hidup yang dianut yang tercermin ke dalam sistem hukum yang ditumbuhkan di dalam masyarakat yang bersangkutan. Jadi, sistem hukum Belanda atau sistem hukum Barat pada umumnya, pasti mencerminkan pandangan hidup dan cara berpikir yuridik yang dianut oleh bangsa Belanda sebagai suatu bagian dari bangsa-bangsa barat. Cara berpikir yuridik itulah yang juga meresap ke dalam alam pikiran para sarjana hukum Indonesia sampai sekarang.
B.Arief Sidharta
 


KEBIJAKAN PIMPINAN DAERAH MEMBANGUN KABUPATEN KONSERVASI

Komitmen politik pemerintah daerah untuk membangun Kabupaten Lampung Barat berdasarkan prinsip-prinsip konservasi tampak pada visi dan misi ...