Apriyan Sucipto

Apriyan Sucipto
Rimba Raya

Friday, July 3, 2020

MELAWAN CITRA PEREMPUAN DALAM BUDAYA JAWA.


Tak dapat dipungkiri, budaya dan tradisi Jawa yang ditanamkan pada perempuan memuat nilai-nilai patriarki. Sebagai seorang perempuan saya benci Patriaki dalsm budaya Jawa bukan tidak mau tunduk kepada lelaki saya sangat menghormati bapak serta suami saya tetapi ini dalam kaidah yang lebih besar ruang lingkupnya secara universal, Apa itu Patriarki? Secara sederhana, patriarki adalah pandangan gender yang menganggap laki-laki lebih superior dibandingkan perempuan. Perlu diketahui, gender sangat berbeda dengan sex atau jenis kelamin.

Gender adalah konstruksi sosial yang dibangun oleh masyarakat bahwa laki-laki harus maskulin dan perempuan harus feminin. Hal ini yang mulai memunculkan anggapan bahwa laki-laki perkasa, rasional, jantan dan perkasa, sedangkan perempuan pasif, lemah lembut, dan menggunakan perasaan. Gender ini sangat berbeda dengan jenis kelamin/sex yang secara natural sudah terberi (given).

"Perempuan itu kodratnya di rumah, melayani suami dan membesarkan anak," pernyataan tersebut harus dikritisi, karena kalimat tersebut merupakan pengaruh gender yang disebabkan oleh nilai-nilai patriarki.
Hal di atas juga memengaruhi citra perempuan Jawa, yang didukung oleh budaya, tradisi, dan nilai-nilai Jawa. Perempuan Jawa dianggap memiliki sifat keibuan, lembut, dan penurut, dan mau ditata. Secara etimologi, istilah wanita berasal dari bahasa jawa, yaitu wani ditoto (berani ditata), artinya perempuan tidak memiliki kontrol atas dirinya sendiri dan harus tunduk kepada laki-laki.

Sejak kecil perempuan Jawa diajarkan untuk menjadi penurut, pandai mengerjakan pekerjaan domestik (mencuci, menyapu, memasak, dll), tidak boleh keluar malam, dan harus menjaga sopan santun. Pada umumnya, anak perempuan Jawa yang diminta untuk menyapu pasti pernah di-guyoni oleh orang tua dengan mitos, "nyapunya yang bersih ya, kalau tidak bersih nanti dapet suami yang brewokan".
Jadi kalau anak laki-laki yang menyapu akan dapat istri yang brewokan? Nggak mungkin kan? Mitos tersebut memang hanya ditujukan untuk anak perempuan, yang dianggap menyapu adalah kewajibannya. Citra perempuan Jawa yang penuh kasih, lembut, dan penurut membuat perempuan dikontrol oleh aturan-aturan. Jika perempuan Jawa bertingkah sebaliknya akan mendapatkan komentar saru yang artinya tidak pantas, atau kelakuan yang memalukan.

Terdapat 4 (empat) nilai yang dipegang oleh perempuan Jawa.
Pertama, Setya, di mana perempuan harus setia kepada suaminya bagaimanapun kondisinya.

Kedua, Bekti, melalui tradisi upacara Mijiki, istri diminta untuk membasuh dan mengelap sebagai simbol kalau perempuan akan senantiasa berbakti dalam berumah tangga atau ungkapan Jawanya bakti mring kankung.

Ketiga, Mituhu, perempuan diminta untuk memerhatikan dan meyakini didikan suaminya, serta menuruti perintah suami.

keempat, Mitayani, perempuan Jawa harus dapat dipercaya. Dengan contoh, suami dapat berangkat bekerja dengan tenang untuk meninggalkan istri di rumah.

Mungkin sebagian dari kita beranggapan bahwa nilai-nilai di atas adalah hal yang wajar atau bahkan sepatutnya memang seperti itu. Namun, jika dikritisi, apakah hanya perempuan yang harus menerapkan dan menjalankan setya, bekti, mituhu, dan mitayani? Sedangkan laki-laki tidak harus melakukan hal itu?
Hegemoni nilai-nilai Jawa, membuat perempuan berada di posisi yang tidak menguntungkan. Mereka dituntut untuk setia, berbakti, menurut, dan dapat dipercaya, sedangkan laki-laki tidak dituntut apapun.
Raja-Raja Jawa (kecuali Sultan Hamengkubowono X) terbiasa untuk melakukan poligami. Memiliki istri lebih dari satu dianggap sebagai bentuk kekuasaan raja, tidak hanya secara seksual tetapi juga secara politik. Mengutip Prapto Yuwomo, Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB UI), seks bagi raja-raja Jawa bisa dianggap sebagai klangen, atau pengalaman bercinta yang bagai seni. Perempuan menjadi objek analisa penikmatan seksual. Menyedihkan bukan?

Apalagi kalau udah nurut masih diselingkuhi itu sangat menyedikan sekali.

No comments:

Post a Comment

KEBIJAKAN PIMPINAN DAERAH MEMBANGUN KABUPATEN KONSERVASI

Komitmen politik pemerintah daerah untuk membangun Kabupaten Lampung Barat berdasarkan prinsip-prinsip konservasi tampak pada visi dan misi ...