Mungkin di dalam sejarah bangsa Indonesia tokoh ini tidak akan pernah seterkenal seperti tokoh- tokoh golongan kiri lainnya seperti Tan Malaka maupun Semaon namun dari pemikirannya terlahir sebuah paham keagamaan yang mampu progresif dan memiliki nilai kebangsaan untuk melakukan gerakan perlawanan terhadap segala bentuk penindasan pada masa kolonial Belanda.
Dialah Haji Misbach, seorang haji yang revolusioner asal Solo yang banyak menulis tentang Islam-komunis di suratkabar yang dipimpinnya, Medan Moeslimin.
dilahirkan di Kauman, di sisi barat alun-alun utara, persis di depan keraton Kasunanan dekat Masjid Agung Surakarta. Semasa kecil, dia bernama Ahmad, lalu berganti nama menjadi Darmodiprono setelah menikah. Dan usai menunaikan ibadah haji, barulah dia dikenal sebagai Haji Mohamad Misbach. Ayahnya adalah seorang pejabat keagamaan selain juga seorang pedagang batik yang kaya raya.
Pada usia sekolah, dia ikut pelajaran keagamaan dari pesantren, selain di sekolah bumiputera "Ongko Loro". Basis pesantren serta lingkungan keraton Surakarta inilah yang kemudian mempengaruhi sosok Misbach nantinya menjadi seorang Mubaligh. Meski orang tuanya menjabat sebagai pejabat keagamaan keraton, hal tersebut tidak membuat dia jauh dari persoalan-persoalan yang dihadapi oleh rakyat.
Misbach adalah pembenci kapitalisme. Maka, ia menawarkan dua senjata untuk melawannya: Islam dan komunisme. Menurutnya, dua kutub itu tidak selalu harus dipertentangkan bahkan bisa menjadi harmonisasi yang ideal. Bersama komunisme, kata Misbach, Islam menjadi agama yang bergerak untuk melawan penindasan dan ketidakadilan.
Dalam buku H.M. Misbach: Sosok dan Kontroversi Pemikirannya karya Nor Hiqmah; Misbach mengakui bahwa pemikirannya sebagai seorang muslim semakin terbuka setelah ia mempelajari komunisme.
Komunis juga ada Tuhanya konsep agama itu chandu bukan berati Tuhan tidak hadir dan tidak dipercaya di situ..hal ini menuntut kita untuk berpikir terbuka dan menghargai perspektif.
No comments:
Post a Comment