Apriyan Sucipto

Apriyan Sucipto
Rimba Raya

Thursday, June 18, 2020

BAGAIMANA “HUKUM” BEKERJA? [episode 9]

(Sebuah draf naskah sinetron. Nama, tempat, dan peristiwa hanya rekaan belaka)

Paska penangkapan, malam itu rumah Misno tampak senyap dan gelap. Istri Misno dan anak-anaknya diboyong oleh Bu Salamah, Ketua RT.02 Umbul Kasep, untuk menginap di rumahnya. Salamah, janda berusia 49 tahun dan tanpa anak itu, memang sudah seperti saudara bagi Misno dan keluarganya. Suami Salamah, Mat Godek, tewas tertembus peluru pada sebuah peristiwa perampokan di pulau jawa 4 tahun lalu.  Selama bertahun-tahun membina rumah tangga, Salamah memang tak tahu pasti pekerjaan suaminya. Yang jelas, suaminya memang sering pamit beberapa hari dengan alasan ikut temannya untuk berjualan keliling.

Sejak kematian Mat Godek, Salamah hidup seorang diri di rumah sederhana seluas + 72 meter persegi peninggalan suaminya itu. Kebun kopi dan ladang jagung, adalah warisan suami Salamah yang sampai saat ini menjadi sumber penghidupannya. Ketika Misno dan Sumini masih bekerja, Salamah secara sukarela sering  menawarkan diri untuk merawat kedua anak mereka. Sarung bergambar Cobra yang disita oleh penyidik polsek Kadung Susah, adalah sarung peninggalan suami Salamah yang diberikannya kepada Misno.

“Tidurlah.” Ujar Bu RT kepada Sumini yang masih meringkuk di kursi rotan ruang tamu.

“Belum ngantuk bu.” Jawab Sumini singkat.

“Kalo sampai besok si Misno belum pulang, nanti Ibu temani kamu ke kantor Polsek.”

“Iya Bu.”

“Sudah kadung Mini, kadang memang suami sering melakukan hal-hal aneh tanpa sepengetahuan istri.”

“Saya nggak nyangka Bu kalo kang Misno nekat kayak gitu.”

“Pikiran lelaki yang sedang kalap memang kadang gitu. Ayo, sana tidur…” Ujar Bu RT sembari mengangkat Surti ke atas pembaringan di dalam kamar.

Di pembaringan, Sumini tetap terjaga. Surto dan Surti lelap di sampingnya. Ditatap tajam wajah kedua anaknya sambil membatin dalam hati: “Kang Misno…”. Menjelang subuh, Sumini baru bisa tertidur. Dalam mimpinya, dia melihat sekelompok anak kecil sedang menyanyikan lagu “ambilkan bulan bu…”. Sementara di kamar lainnya, Salamah juga gelisah tak tentu. Bangkit dari pembaringan, dia megambil kotak kecil yang terselip di antara pakaian di dalam sebuah almari tua berukir cobra. Di bukanya kotak itu sambil membatin dalam hati: “Bang Godek…”. Di dalam kotak itu, terdapat sebuah jimat berupa ukiran perak yang dijadikan Mat Godek sebagai mas kawinnya.

Pagi mulai tumbuh kembali. Seperti pagi pada umumnya, tak ada kokok ayam betina. Selimut kabut masih menutupi pepohonan di belakang rumah Salamah. Embun yang tergantung di ujung daun, tak akan jatuh sebelum disentuh matahari. “Mak’e, bangun mak.” Surto mengoyang-goyang tubuh ibunya. Surti asyik bermain air bersama Salamah di samping sumur belakang rumah. Harum uap nasi di atas tungku, seakan menjadi penanda bagi kehidupan Sumini ke depan, tanpa Misno.

Menjelang siang, beberapa tetangga berdatangan. Niat mereka semua hampir sama; menghibur Sumini yang untuk sementara kehilangan sandaran. Mbok Jirah, orang tua yang dipercaya warga Umbul Kasep memiliki kemampuan membaca nasib, mulai meramal kehidupan keluarga Sumini di masa yang akan datang. Begini ramalannya:

"Peristiwa penangkapan Misno adalah tindakan alam untuk membersihkan jiwanya. Nanti, pada malam selikur di bulan ramadhan 5 tahun ke depan, akan datang peristiwa tak terduga menghampiri Misno sekeluarga. Peristiwa itu, akan membimbing Misno untuk melakukan sesuatu yang akan mengubah kehidupan keluarganya menjadi lebih baik. Setiap ujian, adalah jalan menuju kesempurnaan. Maka, setelah masalah ini selesai, sebaiknya nama Sumisno diganti dengan Suparman."

-----------bersambung---------
#MuhammadYunus

No comments:

Post a Comment

KEBIJAKAN PIMPINAN DAERAH MEMBANGUN KABUPATEN KONSERVASI

Komitmen politik pemerintah daerah untuk membangun Kabupaten Lampung Barat berdasarkan prinsip-prinsip konservasi tampak pada visi dan misi ...