Apriyan Sucipto

Apriyan Sucipto
Rimba Raya

Monday, June 29, 2020

Valuasi Kawasan Hutan


Pengelolaan Sumberdaya Alam ( SDA ) khususnya kawasan hutan ditujukan untuk memperoleh manfaat baik manfaat nyata ( tangible benefits) maupun tidak nyata ( intagible benefits ). Namun banyak manfaat tersebut baik berupa barang maupun jasa yang belum memiliki pasar (unmarketed).

Manfaat yang tidak nyata sering belum banyak diketahui ( dimengerti) dan sulit diwujudkan (dihitung) dalam nilai ekonomi (rupiah) secara kuantitatif. Terlebih lagi untuk mengambil keputusan didaerah sering tidak mau tahu tentang nilai yang tidak nyata tersebut. Untuk memahami manfaat SDA ini maka perlu dilakukan penilaian terhadap semua manfaat barang dan jasa yang dapat dihasilkan oleh SDA tersebut.

Penentuan nilai ekonomi SDA merupakan hal yang sangat penting sebagai bahan pertimbangan dalam mengalokasikan SDA yang semakin langka. Adapun nilai ekonomi SDA sangat penting sekali bagi para pengelola kawasan hutan yang baik.

Kebijakan dan praktek pengelolaan hutan tidak berkembang bersama pemahaman terhadap nilai sejati hutan tersebut. Selama berpuluh-puluh tahun, hutan dinilai terutama demi kayunya dan komoditas lain, dan sebagai wilayah baru lahan bagi produksi pangan dan tempat merumput ternak.

Saat ini, tekanan lebih banyak difokuskan pada peran hutan sebagai cadangan utama keanekagaraman hayati, dan sebagai komponen penting dalam siklus karbon global maupun sistem hidrologi, dan ditekankan pula nilai nilai rekreasi dan keindahan.

Seperti di banyak negara, pola dan praktek ekonomi yang dominan di sektor kehutanan di Indonesia ditetapkan dalam suatu masa awal berdasarkan informasi yang kurang lengkap untuk melayani suatu kisaran sempit sasaran-sasaran.

Peninjauan kembali praktek dan pola pengelolaan hutan di Indonesia harus didasarkan pada pertimbangan atas tiga rangkaian utama masalah ekonomi:

Pertama, banyak perubahan yang tidak terhindarkan dalam perekonomian hutan yang terlepas dari campur tangan kebijaksanaan yang diusulkan dan dirancang untuk meningkatkan nilai-nilai non kayu;

Kedua: manfaat ekonomi dari pengusahaan hutan mengalir pada sejumlah kecil pelaku, sedangkan orang-orang yang menanggung kerugiannya tersebar atau secara politik tersingkir;

Ketiga: kebijaksanaan masa lampau dan masa sekarang telah menciptakan ketergantungan yang kuat pada panen kayu besar-besaran, dan sumberdaya yang dibutuhkan untuk keanekaragamkan perekonomian kayu serta membuatnya berkelanjutan adalah besar dan secara politis sulit menggerakkan.

Yang ada di balik masalah-masalah di atas adalah penilaian keliru terhadap sumberdaya hutan yang terkandung dalam sebagian besar praktek dan kebijaksanaan kehutanan negara. Lazimnya, manfaat hutan yang utuh diremehkan oleh para pembuat kebijakan, sehingga menjamin bahwa sumberdaya itu digunakan secara keliru.

Manfaat bersih dari pengusahaan hutan secara kronis telah terlampau dinilai tinggi, sedangkan kerugiannya telah diabaikan, dan kesalahan penilaian dua visi ini telah menyebabkan para pembuat kebijakan kurang melakukan investasi dalam pelestarian hutan dan pengelolaan kawasan hutan.

Para pengelola kawasan hutan sangat membutuhkan pengetahuan dan keterampilan tentang valuasi ekonomi sumberdaya alam dan lingkungannya. Hasil valuasi ini dapat digunakan untuk menjelaskan peran pentingnya kawasan hutan pada pemerintah daerah , maupun pemerintah pusat serta juga ke stake holder lainnya, termasuk untuk kepentingan pelaksanaan penegakaan hukum, yang mana dalam proses persidangan di peradilan selalu ditanyakan berapa kerugian negara akibat rusaknya ekosistem kawasan hutan.

Saat ini sebagian besar pengelola kawasan hutan masih sangat terbatas pengetahuan dan keterampilannya tentang valuasi ekonomi kawasan hutan.


#demiarya, #VKH #LHKRI


No comments:

Post a Comment

KEBIJAKAN PIMPINAN DAERAH MEMBANGUN KABUPATEN KONSERVASI

Komitmen politik pemerintah daerah untuk membangun Kabupaten Lampung Barat berdasarkan prinsip-prinsip konservasi tampak pada visi dan misi ...