Apriyan Sucipto

Apriyan Sucipto
Rimba Raya

Wednesday, June 3, 2020

Seharusnya Hakim Melihat Angsa Tanpa warna (Rechtvinding)



"Berperkara (pidana) di pengadilan itu sangat berat boy...," Ujar seorang advokat senior pada suatu ketika, sambil duduk duduk berbincang di halaman suatu kantor LBH yang hampir tutup. 

Bayangkan, Saudara "Di saat Jaksa sedari awal sudah mendakwa bahwa angsa itu berwarna putih, sebagai advokat ente mesti berbusa-busa untuk membuktikan bahwa sebenarnya angsa itu berwarna hitam." Lanjutnya sembari memilin sirih.

"Lebih apes lagi jika sejak awal hakim sudah punya keyakinan bahwa angsa itu berwarna putih." Katanya sembari terbahak dan mengunyah sirih.

Idealnya, Seorang Hakim lebih memakai Hati nurani nya (rechtvinding) dalam menerima, mengadili dan memutus suatu Tindak Pidana atau perkara di pengadilan, hal ini sesuai dengan apa yang sudah diatur dalam Undang-undang Kekuasaan Kehakiman, dan etika profesi Hakim., celoteh tukang parkir yang sejak awal pembicaraan menyimak.  Obrolan para advokat di Kantor LBH yang hampir saja TUTUP.

Berdasarkan Pasal 20 AB “Hakim harus mengadili berdasarkan Undang-Undang” dan Pasal 22 AB + Pasal 14 Undang-undang No. 14 tahun 1970 mewajibkan “Hakim untuk tidak menolak mengadili perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan tidak lengkap atau tidak jelas Undang-undang yang mengaturnya melainkan wajib mengadilinya”.

Jika terdapat kekosongan aturan hukum atau ataurannya tidak jelas maka untuk mengatasinya diatur dalam pasal 27 UU No. 14 Tahun 1970 menyebutkan : 

“Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup didalam masyarakat”. Artinya seorang Hakim harus memiliki kemampuan dan keaktifan untuk menemukan hukum (Recht vinding).

Yang dimaksud dengan Recht vinding adalah proses pembentukan hukum oleh hakim/aparat penegak hukum lainnya dalam penerapan peraturan umum terhadap peristiwa hukum yang konkrit dan hasil penemuan hukum menjadi dasar untuk mengambil keputusan.

Van Apeldorn menyatakan, seorang hakim dalam tugasnya melakukan pembentukan hukum harus memperhatikan dan teguh-teguh mendasari pada asas :
Menyesuaikan Undang-undang dengan fakta konkrit

dapat juga menambah Undang-undang apabila perlu.

Hakim membuat Undang-undang karena Undang-undang tertinggal dari perkembangan masyarakat. Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan yang juga berfungsi sebagai penemu yang dapat menentukan mana yang merupakan hukum dan mana yang bukan hukum. Seolah-olah Hakim berkedudukan sebagai pemegang kekuasaan legislatif yaitu badan pembentuk per Undang-undangan. Pasal 21 AB menyatakan bahwa hakim tidak dapat memberi keputusan yang akan berlaku sebagai peraturan umum.

Sebenarnya hukum yang dihasilkan hakim tidak sama dengan produk legislatif. Hukum yang dihasilkan hakim tidak diundangkan dalam Lembaran Negara. Keputusan hakim tidak berlaku bagi masyarakat umum melainkan hanya berlaku bagi pihak-pihak yang berperkara. Sesuai pasal 1917 (2) KUHPerdata yang menentukan “bahwa kekuasaan keputusan hakim hanya berlaku tentang hal-hal yang diputuskan dalam keputusan tersebut, Tambahnya. 

Mendadak, Tukang Parkir tersebut berlari ke timur Kantor, karena ada Tugas Baru dari Juragan.

No comments:

Post a Comment

KEBIJAKAN PIMPINAN DAERAH MEMBANGUN KABUPATEN KONSERVASI

Komitmen politik pemerintah daerah untuk membangun Kabupaten Lampung Barat berdasarkan prinsip-prinsip konservasi tampak pada visi dan misi ...